52
BAB I PENDAHULUAN Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru. Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat dikelompokkan dalam kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena, organ apa yang cedera, dan bagaimana derajat kerusakannya perlu diketahui biomekanik trauma. (1) Cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan (deselarasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia. Akibat cedera ini dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera musculoskletal, dan kerusakan organ. (1) Trauma thorax sering ditemukan. Sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada komponen trauma thorax. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi. (1) Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas bermakna. Sebagian besar pasien meninggal setelah sampai di Rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 1

Trauma Thorax Rhara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

trauma thorax

Citation preview

Page 1: Trauma Thorax Rhara

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru. Luka tusuk

dan luka tembak pada suatu rongga dapat dikelompokkan dalam kategori luka tembus. Untuk

mengetahui bagian tubuh yang terkena, organ apa yang cedera, dan bagaimana derajat

kerusakannya perlu diketahui biomekanik trauma.(1)

Cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan

(deselarasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru, ledakan, panas,

maupun zat kimia. Akibat cedera ini dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera

musculoskletal, dan kerusakan organ.(1)

Trauma thorax sering ditemukan. Sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada

komponen trauma thorax. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan

tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedic di lapangan), sehingga

hanya 10% yang memerlukan operasi.(1)

Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas bermakna. Sebagian besar pasien

meninggal setelah sampai di Rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah

dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma

tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan

torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur

yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma

thorax.(2)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 1

Page 2: Trauma Thorax Rhara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi

Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan abdomen. Cavitas

thoracis dibatasi oleh dinding thorax, berisi timus, jantung (cor), paru (pulmo), bagian

distal trakea dan bagian besar esofagus. Dinding thorax terdiri dari kulit, fasia, saraf,

otot, dan tulang.(3)

Kerangka dinding thorax

Sifat khusus vertebra thorax mencakup : fovea costalis pada corpus vertebrae untuk

bersendi dengan tuberculum costae, kecuali pada dua atau tiga kosta terkaudal, processus

spinosus yang panjang.(3)

Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilagineus yang melindungi

jantung, paru-paru, dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka thorax

terdiri dari : vertebra thoraxika (12) dan diskus intervertebralis, costa (12 pasang) dan

cartilago costalis, sternum.(3)

a. Costae

Costae adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar

sangkar dada. Tujuh atau delapan kosta pertama disebut costae sejati

(vertebrosternal) karena menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago

kostalisnya. Costae VIII sampai costae X adalah costae tak sejati (vertebrokondral)

karena kartilago kostalis tepat diatasnya. Costae XI dan XII adalah costae bebas atau

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 2

Page 3: Trauma Thorax Rhara

costae melayang karena ujung kartilago kostalis masing-masing costae berakhir

dalam susunan otot abdomen dorsal.(3)

Cartilago costalis memperpanjang costae kearah ventral dan turut menambah

kelenturan dinding thorax. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya fraktur pada

sternum atau costae karena benturan. Costae berikut cartilago costalis-nya terpisah

dari satu yang lain oleh spatium intercostale yang berisi muskulus interkostalis,

arteria interkostalis, vena interkostalis, dan nervus intercostalis.(3)

Bagian costae terlemah, terletak tepat ventral terhadap angulus costae. Fraktur costae

umumnya terjadi secara langsung karena benturan, atau secara tidak langsung karena

cedera yang mememarkan. Rudapaksa langsung dapat menyebabkan fraktur di

sembarang tempat pada costae, dan ujung patahan dapat mencederai organ dalam

(misalnya paru-paru dan atau limpa).(3)

b. Sternum

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar

dada. Sternum terdiri dari tiga bagian : manubrim sterni, korpus sterni, dan processus

xyphoideus.(3)

Manubrium sterni berbentuk sperti segitiga, terletak setinggi vertebra T-III dan

vertebra T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit, dan lebih tipis dari

manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra (T-V) - (T-IX). Processus

xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling variabel, berupa tulang rawan pada

orang muda, tetapi pada usia lebih daripada 40 tahun sedikit banyak menulang.(3)

Fraktur sternum umum terjadi setelah kompresi traumatik pada dinding thorax

(misalnya pada kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi terdorong pada batang

kemudi). Umumnya korpus sterni yang mengalami fraktur, dan biasanya bersifat

fraktur komunitiva artinya terpecah berkeping-keping. Pemasangan kantong udara

dalam kendaraan otomotif telah menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah.

Untuk memasuki kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh besar, sternum

dibelah dalam bidang median. Corpus sterni seringkali dimanfaatkan untuk biopsi

sumsum tulang dengan jarum karena lebarnya dan letakya yang superfisial.(3)

c. Appertura thoracis

Cavitas thoracis berhubungan dengan leher melalui apertura thoracis superior yang

berbentuk seperti ginjal. Apertura thoracis superior ini yang terletak miring, dilalui

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 3

Page 4: Trauma Thorax Rhara

oleh struktur yang memasuki atau meninggalkan cavitas thoracis, yakni tenggorok

(trakea) , kerongkongan (esofagus), pembuluh dan saraf.(3)

Cavitas torasis berhubungan dengan abdomen melalui apertura torasis inferior yang

ditutup oleh diafragma. Struktrur-struktur yang berlalu ke dan dari kavitas torasis,

dari dan ke kavitas abdominis melewati diafragma (misalnya vena kava inferior) atau

di belakangnya (misalnya aorta).(3)

d. Otot saraf dan vaskularisasi dinding thorax

Spatium intercostale yang khas berisi tiga lapis muskulus interkostalis. Lapis paling

superfisial dibentuk oleh muskulus intercostalis eksternus, lapis kedua oleh muskulus

intercostalis internus, dan lapis paling profunda oleh muskulus intercostalis intimus. (3)

Setelah melewati foramen intervertebrale, kedua belas pasang nervi thoracici

terpecah manjadi rami anteriores dan rami posteriores. Rami anteriores nervi

thoracici I-XI membentuk nervi intercostales yang memasuki spatia intercostalia.

Ramus anterior nervus thoracicus XII yang terdapat kaudal dari costa XII, disebut

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 4

Page 5: Trauma Thorax Rhara

nervi subcostalis. Rami posteriores melintas ke arah dorsal, tepat lateral dari

processus artikularis vertebra untuk mempersarafi otot, tulang, sendi dan kulit di

punggung.(3)

Pasokan darah arterial untuk dinding thorax berasal dari : arteria subklavia melalui

arteria thoracica interna dan arteria intercostalis terkranial, arteria aksilaris, orta

melalui arteria intercostalis dan arteria subcostalis.(3)

Vena intercostalis mengiringi arteria intercostalis dan terletak paling dalam

(terkranial) dalam sulcus costa. Di masing-masing sisi terdapat 11 vena intercostalis

posterior dan satu vena subcostalis. Vena intercostalis posterior beranastomosis

dengan vena intercostalis anterior yang merupakan anak cabang vena thoracica

interna. Vena intercostalis terbanyak berakhir dalam vena azygos yang membawa

darah ke venosa ke vena cava inferior.(3)

e. Pleura

Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari dua

selaput serosa yang disebut pleura, yakni pleura parietalis melapisi dinding thorax,

dan pleura viseralis meliputi paru-paru, termasuk permukaannya fisura.(3)

Kavitas pleuralis adalah ruang potensial antara kedua lembar pleura dan berisi selapis

kapiler cairan pleura serosa yang melumasi permukaan pleura dan memungkinkan

lembar-lembar pleura menggeser secara lancar satu terhadap yang lain pada

pernapasan. (3)

Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum, dan diafragma. Pleura

parietalis mencakup bagian-bagian berikut 1. pleura kostal menutupi permukaan

dalam dinding thorax (sternum, cartilago costalis, costa, musculus intercostalis,

membrana intercostalis, dan sisi-sisi vertebra thoraxika); 2. pleura mediastinal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 5

Page 6: Trauma Thorax Rhara

menutupi mediatinum; 3. Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal

diafragma; 4. pleural servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke dalam

leher, dan puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk di atas apeks pulmonis.(3)

2. Fisiologi pernafasan

Rongga thorax dapat dibandingkan dengan suatu pompa tiup hisap yang memakai pegas,

artinya bahwa gerakan inspirasi atau tarik napas yang bekerja aktif karena kontraksi otot

intercostalis menyebabkan rongga thorax mengembang, sedangkan tekanan negatif yang

meningkat dalam rongga thorax menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran napas

atas ke dalam paru. Sebaliknya, mekanisme ekspirasi atau keluar napas, bekerja pasif

karena elastisitas/daya lentur jaringan paru ditambah relaksasi otot intercostalis, menekan

rongga thorax hingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan udara keluar melalui

jalan napas. Adapun fungsi dari pernafasan adalah:

Fungsi Definisi

Ventilasi memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke dalam/dari paru

dengan cara inspirasi dan ekspirasi tadi.

Distribusi menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh sistem jalan

napas sampai alveoli

Difusi oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel pada dinding

alveoli (pertukaran gas)

Perfusi Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan oksigennya

dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan

oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.

Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan menimbulkan

gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya oksigenasi jaringan

tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada thorax. Selain itu maka

kelainan-kelainan dari dinding thorax menyebabkan terganggunya mekanisme

inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga thorax, terutama kelainan jaringan

paru, selain menyebabkan berkurangnya elastisitas paru, juga dapat menimbulkan

gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi pernapasan tersebut.(4)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 6

Page 7: Trauma Thorax Rhara

3. Definisi

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat

menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang

disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat

thorax akut.(1) Trauma thorax atau cedera dada dapat menyebabkan kerusakan dinding

dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ disekitarnya termasuk viscera

(berbagai organ dalam besar di dalam rongga dada).(1)

4. Etiologi

Trauma thorax kebanyakan disebakan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa

trauma tumpul (blunt thoracic trauma). Trauma tajam atau trauma tembus (penetrating

thoracic trauma) terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera thorax sering

disertai dengan cedera perut, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera

majemuk.

5. Epidemiologi

Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana trauma thorax

menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara.

Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini

seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi.

Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus

thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 7

Page 8: Trauma Thorax Rhara

diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti

suatu kursus penyelamatan kasus trauma thorax.(2)

6. Klasifikasi

Dalam ATLS, cedera thorax dibagi menjadi 2 golongan:(2)

Segera

mengancam

jiwa

a. Obstruksi jalan napas akut oleh sebab apapun, terutama pada cedera

laringotrakea atau cedera berat tulang muka dan jaringan lunak.

b. Kegagalan ventilasi karena Tension pneumothorax, pneumothorax

terbuka, atau flail chest.

Potensial

mengancam

jiwa

a. Trauma tumpul jantung

b. Kontusio paru

c. Ruptur aorta

d. Hernia diafragmatika karena trauma

e. Ruptur trakeobronkial

f. Ruptur esofagus

g. Hemothorax sederhana

h. Pneumothorax sederhana

Dalam penanganan klinik sehari-hari, trauma thorax dapat dibagi dalam dua kelompok

besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.(5)

Trauma tembus

(tajam)

Terjadi diskontinuitas dinding thorax (laserasi) langsung akibat

penyebab trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisu, kaca,

dsb) atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi.

Trauma tumpul Tidak terjadi diskontinuitas dinding thorax. Terutama akibat

kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.

Kelainan tersering akibat trauma tumpul thorax adalah kontusio

paru. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi.

a. Trauma tembus

Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara

direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile, misalnya,

akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan “stretching dan crushing” dan cedera

biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus pada

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 8

Page 9: Trauma Thorax Rhara

jaringan. Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ yang

telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.

Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantara

faktor lain, adalah efisiensi dari energi yang dipindahkan dari obyek ke jaringan

tubuh yang terpenetrasi. Faktor–faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik

dari senjata, seperti kecepatan, ukuran dari permukaan impak, serta densitas dari

jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan cedera yang lebih

kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang

disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan

tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah

jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.

Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa mencapai

kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang

tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang sama dengan seperti

penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang disebabkan oleh penetrasi

peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan dengan laluan peluru. Ini karena

disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkan gelombang

syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru mempunya diameter

20-30 kali dari diameter peluru.

b. Trauma tajam

Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus, kira-kira lebih

dari 90% trauma thorax. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul: 1. transfer

energi secara direk pada dinding dada dan organ thorax dan 2. deselerasi deferensial,

yang dialami oleh organ thorax ketika terjadinya impak. Benturan yang secara

langsung yang mengenai dinding thorax dapat menyebabkan luka robek dan

kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera thorax dengan

tekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga

menyebabkan ruptur dari organ –organ yang berisi cairan atau gas.

7. mekanisme

Akselerasi

Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak

berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 9

Page 10: Trauma Thorax Rhara

Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang

menerima gaya perusak dari trauma tersebut).

Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata

dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak

dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan

besar lubang masuk peluru.

Deselerasi

Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada

tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena

pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta,

organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada

dinding thorax/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ

tersebut.

Torsio dan rotasi

Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-

organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti

Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang

tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai

titik tumpu atau poros-nya.

Blast injury

Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan

penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui

penghantaran gelombang energi. Faktor lain yang mempengaruhi:

a. Sifat jaringan tubuh

Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat

menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur

iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan

fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat

berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki

payudara dibanding pria, dsb.

b. Lokasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 10

Page 11: Trauma Thorax Rhara

Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita

kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-

kordial.

c. Arah trauma

Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam

memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi. Perlu diingat adanya efek

pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang

terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari

sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.

Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia

jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh

karena hipovolemia (perdarahan), pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh

kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intrathorax (contoh :

tension pneumothorax, pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh

tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat

kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dan jaringan (syok).(2)

8. Manifestasi klinis

Berat-ringannya trauma dinding dada, berdasarkan Thoraxic Abbreviated Injury Scale(AIS).

N

O

DERAJAT TRAUMA PERINCIAN JEJAS

1 Ringan Fraktur 1 iga, memar jaringan lunak

2 Sedang Fraktur 2-3 iga, dinding dada stabil, fraktur

sternum, fraktur iga multiple

3 Berat, tidak mengancam hidup Fraktur iga terbuka, fraktur iga lebih dari 3

4 Berat, mengancam hidup Dinding dada tidak stabil, ada flail chest.

5 Sangat berat/kritis Flail chest berat yang perlu bantuan ventilator

Berdasarkan Injury Severity Scoring dari Association for the Advancement of Automotive

Medicine (AAAM).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 11

Page 12: Trauma Thorax Rhara

Chest Wall Injury Scale* Grade†

Injury Type Description AIS-90

I ContusionLacerationFracture

Any sizeSkin and subcutaneous<3 ribs, closed; nondisplaced clavicle closed

11

1-2

II LacerationFracture

Skin, subcutaneous and muscle≥3 adjacent ribs, closedOpen or displaced clavicleNondisplaced sternum, closedScapular body, open or closed

12-3222

III LacerationFracture

Full thickness including pleural penetrationOpen or displaced sternum, flail sternumUnilateral flail segment (<3 ribs)

22

3-4

IV LacerationFracture

Avulsion of chest wall tissues with underlying rib fracturesUnilateral flail chest (≥3 ribs)

43-4

V Fracture Bilateral flail chest (≥3 ribs on both sides)

5

This scale is confined to the chest wall alone and does not reflect associated internal thoracic or abdominal injuries

Lung Injury Scale Grade*

Injury Type Description AIS-90

I Contusion Unilateral, <1 lobe 3II Contusion

LacerationUnilateral, single lobeSimple pneumothorax

33

III ContusionLacerationHematoma

Unilateral, >1 lobePersistent (>72 hrs), air leak from distal airwayNonexpanding intraparenchymal

33-4

IV LacerationHematomaVascular

Major (segmental or lobar) air leakExpanding intraparenchymalPrimary branch

4-53-5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 12

Page 13: Trauma Thorax Rhara

intrapulmonary vessel disruption

V Vascular Hilar vessel disruption

4

VI Vascular Total, uncontained transection of pulmonary hilum

4

* Advance one grade for multiple injuries up to grade III ; Hemothorax is scored under thoracic vascular injury scale

Thoracic Vascular

Injury Scale Grade*

Description AIS-90

I Intercostal artery/veinInternal mammary artery/veinBronchial artery/veinEsophageal artery/veinHemiazygos veinUnnamed artery/vein

2-32-32-32-32-32-3

II Azygos veinInternal jugular veinSubclavian veinInnominate vein

2-32-33-43-4

III Carotid arteryInnominate arterySubclavian artery

3-53-43-4

IV Thoracic aorta, descendingInferior vena cava (intrathoracic)Pulmonary artery, primary intraparenchymal branchPulmonary vein, primary intraparenchymal branch

4-53-433

V Thoracic aorta, ascending and archSuperior vena cavaPulmonary artery, main trunkPulmonary vein, main trunk

53-444

VI Uncontained total transection of thoracic aorta or pulmonary hilum

5

Increase one grade for multiple grade III or IV injuries if >50% circumference; decrease one grade for grade IV and V injuries if <25% circumference.

Injury AIS Score1 Minor2 Moderate3 Serious4 Severe5 Critical6 Unsurvivable

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 13

Page 14: Trauma Thorax Rhara

9. Kelainan akibat trauma dinding thorax

Trauma dinding

thorax dan paru

1. Fraktur Iga

2. Pneumothorax

a. Pneumothorax sederhana

b. Pneumothorax terbuka

c. Tension Pneumothorax

3. Hematothorax

4. Hematothorax Masif

5. Flail Chest

6. Cedera trakea dan Bronkus

Trauma jantung

dan aorta

1. Tamponade Jantung

2. Kontusio Miocard

3. Trauma Tumpul Jantung

4. Ruptur Aorta (Traumatic Aortic Disruption)

Hematothorax

Hematothorax adalah suatu keadaan dimana darah berada dalam pleural space. Darah

dapat muncul dari berbagai macam sumber, antara lain dari parenkim paru, laserasi

dinding dada. Pada trauma tumpul diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik

dan insersi chest tube.(6)

Perdarahan yang terjadi biasanya terletak pada pleural space, yakni antara pleura

parietalis dan visceralis.Perdarahan ke dalam pleural space merupakan akibat dari trauma

extrapleural dan intrapleural. Extrapleural dapat disebabkan oleh trauma dinding dada

yang mengenai arteri intercostalis dan mammaria interna sedangkan intrapleural dapat

disebabkan oleh parenkim paru, namun biasanya sembuh dengan sendirinya karena

tekanan pembuluh darah paru biasanya rendah. Trauma parenkim paru biasanya

dibarengi dengan pneumothorax.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 14

Page 15: Trauma Thorax Rhara

Respon fisiologis dari pembentukan hemothorax dapat dikategorikan menjadi 2 area

yakni: hemodinamika dan pernapasan. Respon hemodinamik tergantung seberapa banyak

dan seberapa cepat darah yang keluar ke rongga pleura. Kehilangan darah hingga 750-

1500 ml dapat mengakibatkan terjadinya gejala awal dari shock (tachypnea, tachycardia,

tekanan darah menurun). Respon pernapasan akibat space occupying effect dari

akumulasi darah dalam rongga pleura dapat menghambat pergerakan napas yang

normal.Dalam kasus trauma yang menyangkut cedera pada dinding thorax dapat

mengakibatkan gangguan ventilasi dan oksigenasi. Kumpulan darah yang cukup besar

menyebabkan pasien alami sesak.

Apabila ini terjadi terus menerus lama kelamaan akan terjadi empyema dan fibrothorax.

Empyema merupakan hasil dari kontamnasi bakteri yang menetap di rongga pleura dada

yang sakit, apabila tidak tertangani maka akan menyebabkan bacteremia dan septic

shock.

Fibrothorax dapat terjadi ketika deposisi fibrin tersebut berkembang pada hemothorax

dan menyelimuti kedua pleura. Kemudian terjadi proses adhesi dari kedua pleura

sehingga terjadilah air trapping yang menyebabkan paru sulir mengemmbang sempurna.

Foto thorax tegak adalah suatu diagnostik primer yang ideal untuk evaluasi hemothorax.

Penatalaksanaan awal apabila terjadi hematothorax pada pasien yang pada foto thoraxnya

terdapat sinus costophrenicus yang suram dengan atau tanpa pnemothorax adalah

pemasangan tube thoracostomy. Pembedahan terbuka eksplorasi hanya dilakukan pada:

1. Evakuasi >1000 ml, 2. perdarahan yang tak berhenti dari dada sebanyak

150-200ml/jam selama 2-4 jam dan sudah diletakkan transfusi berulang untuk

menstabilkan hemodinamik pasien.

Apabila sudah terjadi empyema, dibutuhkan pembedahan untuk drainase. Dan apabila

sudah terjadi fibrothorax perlu dilakukan thoracotomy.

Medikamentosa pada pasien dapat diberikan antibiotik pada pasien-pasien yang

dilakukan pemasangan WSD, selain itu juga dapat diberikan analgesik untuk mengontrol

nyerinya.

Fraktur iga

Fraktur iga adalah akhibat trauma paling sering yang disebabkan oleh trauma tumpul

dada. Kira-kira mencapai 10% dari seluruh pasien dengan trauma tumpul dada menderita

satu atau lebih fraktur iga. Mekanisme trauma yang paling sering menyebabkan fraktur

iga pada orang tua adalah jatuh dari ketinggian, sedangkan pada orang dewasa,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 15

Page 16: Trauma Thorax Rhara

kecelakaan motor adalah mekanisme yang paling sering. Iga yang terkena biasanya iga

4-10 yakni bagian posterolateral dimana iga dinilai paling lemah.(10) Fraktur dari dua

tulang iga tanpa ada kaitan dengan pleura atau paru biasanya ditangani secara

konservatif. Namun pada orang tua dikarenakan adanya pengurangan pada ketebalan

tulang dan compliance paru yang menurun, fraktur iga dapat berujung pada

ketidakmampuan untuk batuk, menurunkan kapasitas vital dan komplikasi infeksi. Sesak

pada saat inspirasi adalah keluhan primer yang biasanya didapatkan pada manifestasi

klinis pasien setelah fraktur iga. Gejala klinis lain yang berhubungan dengan fraktur iga

adalah tanda-tanda spesifik ventilatory insufficiency seperti sianosis, tachypnoe, retraksi

sela iga dan penggunaan otot-otot bantu napas, selain itu nyeri pada palpasi dan

didapatkannya krepitasi. Fraktur iga di konfirmasi lewat foto thorax.(9)

Komplikasi dari fraktur iga antara lain: Gagal napas (pada fraktur iga yang multipel

membutuhkan kerja lebih keras untuk bernapas dan sangat riskan untuk terjadi

pulmonary fatigue selain itu dapat juga disebabkan oleh trauma pada dinding dadanya),

Hipoventilasi, Hipoksia, Atelektasis, Pneumonia, Pneumothorax (langsung atau delayed),

Hematothorax (langsung atau delayed) Penanganannya terdiri atas pemberian anesthesi

sempurna, antibiotik yang memadai, ekspektoran, disertai fisioterapi.

Prognosis pada pasien yang alami fraktur iga yang terisolasi pada pasien muda memiliki

prognosis yang baik. Namun pada pasien yang lebih tua insidens nya lebih tinggi untuk

alami komplikasi pulmoner seperti pneumonia, ARDS, hipoksemia maupun kematian

akibat pneumonia sequelae.(10)

Tension Pneumothorax

Tension pneumothorax terjadi ketika terdapat kebocoran udara yang berasal dari paru-

paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi

(one way valve). Akibatnya, tekanan intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi

kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah

vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral.Tekanan di

dalam rongga pleura akan semakin tinggi karena penderita memaksakan diri inspirasi

kuat untuk memperoleh zat asam, tetapi ketika ekspirasi udara tidak dapat keluar

(mekanisme katup). Inspirasi paksaan ini akan menambah tekanan sehingga makin

mendesak mediastinum ke sisi yang sehat dan memperburuk keadaan umum karena paru

yang sehat tertekan. Karena pembuluh vena besar, terutama v. cava inferior dan v. cava

superior, terdorong atau terlipat, darah tidak dapat kembali ke jantung, hal inilah yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 16

Page 17: Trauma Thorax Rhara

menyebabkan kematian. Penyebab tersering dari tension pneumothorax

adalah:komplikasi penggunaan ventilator dengan ventilasi tekanan positif pada penderita

dengan kerusakan pleura visceral komplikasi dari pneumothorax sederhana defek atau

perlukaan pada dinding dadafraktur tulang belakang thorax yang mengalami pergeseran

Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan terapi tidak

boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Tension pneumothorax

ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi

trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan

manifestasi lanjut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi yang hipersonor dan

hilangnya suara nafas pada hemithorax yang terkena.Pada tension pneumothorax akibat

trauma, dapat terjadi emfisema. Karena tekanan tinggi di rongga pleura, udara ditekan

masuk ke jaringan lunak melalui luka dan naik ke wajah. Leher dan wajah membengkak

seperti pada udem hebat. Pada perabaan terdapat krepitasi yang mungkin meluas ke

jaringan subkutis thorax.Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan

penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jatum yang berukuran besar pada sela

iga ke dua garis midclavicular pada hemithorax yang mengalami kelainan. Tindakan ini

akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothorax sederhana. Terapi definitif

selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada pada sela iga kelima diantara garis

anterior dan midaxilaris.

Open Pneumothorax

Defek atau luka besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumothorax

terbuka. Tekanan dalam rongga pleura akan menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika

defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung

mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil

dibandingkan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan

hiperkapnia.Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa steril ( plastic wrap atau

petrolatum gauze) yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini

diharapkan akan terjadi efek flutter type valve (saat inspirasi kasa penutup akan menutup

luka mencegah kebocoran udara dari dalam, saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk

menyingkirkan udara keluar). Setelah itu sesegera mungkin dipasang selang dada tang

harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan tension

pneumothorax, kecuali jika selang dada sudah terpasang.

Flail Chest

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 17

Page 18: Trauma Thorax Rhara

Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan

keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua

atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest

menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika terjadi kerusakan parenkim

paru dibawahnya sesuai dengan kerusakan pada tulang, maka akan menyebabkan

hipoksia yang serius. Kesulitan utama adalah trauma parenkim paru yang mungkin

terjadi (contusio paru).

Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang

dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru, maka akan sangat

sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih

spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal.

Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya karena splinting dengan dinding dada.

Gerakan pernafasan menjadi buruk dan thorax bergerak secara asimetris dan tidak

terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur

tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto thorax akan lebih jelas karena akan

terlihat fraktur tulang iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral

tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisa gas darah yaitu adanya hipoksia akibat

kegagalan pernafsan juga membantu dalam diagnosis.

Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang

cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua

penderita membutuhkan penggunaan ventilator.Pencegahan hipoksia merupakan hal

penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu

singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan

secara lengkap. Penilaian hati-hati terhadap frekuensi pernafasan, tekanan oksigen

arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi waktu untuk

melakukan intubasi dan ventilasi.

10. Patofisiologi

Akibat dari trauma thorax atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi (keluar

masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar (organ kecil pada paru

yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik (sirkulasi

darah). Ketiga faktor ini dapat menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2) seluler

yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat

menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 18

Page 19: Trauma Thorax Rhara

Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome

(SIRS), dan sepsis.Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma

thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan

oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary

ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus)dan

perubahan dalam tekanan intrathorax (contoh : tension pneumothorax, pneumothorax

terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat

perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik

disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).(7)

11. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Jenis pemeriksaan

Pemeriksaan

laboratorium

1. Darah preifer lengkap

2. Analisa gas darah

Pemeriksaan radiologis 1. Rontgen thorax

2. Ct Scan thorax

12. Pengelolaan trauma thorax

Prinsip pengelolaan : primary survey, Resusitasi fungsi vital, Secondary survey yang

rinci dan Penanganan definitive.

Hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma thorax, intervensi dini perlu

dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya. Trauma yang bersifat mengancam

nyawa harus secara langsung dilakukan terapi secepat dan sesederhana mungkin.

Kebanyakan kasus trauma thorax yang mengancam nyawa di terapi dengan mengontrol

airway atau melakukan pemasangan chest tube atau dekompresi thorax dengan jarum.

Secondary survey membutuhkan anamnesis trauma dan kewaspadaan yang tinggi

terhadap adanya trauma-trauma yang spesifik.

Primary survey

Cedera thorax yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan napas,

hemothorax besar, tamponade jantung, tension pneumothorax, dada gail (flail chest, dada

instabil), pneumothorax terbuka dan kebocoran udara trakea-bronkus.Semua kelainan ini

menyebabkan gawat dada atau thorax akut yang analog dengan gawat perut, dalam arti

diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin dan penanganan dilakukan segera untuk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 19

Page 20: Trauma Thorax Rhara

mempertahankan pernafasan, ventilasi paru dan perdarahan. Sering tindakan yang

diperlukan untuk menyelamatkan penderita bukan merupakan tindakan operasi, seperti

membebaskan jalan napas, aspirasi rongga pleura, aspirasi rongga pericard, dan menutup

sementara luka dada. Akan tetapi, kadang diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus di

dada harus segera ditutup dengan jahitan yang kedap udara. Berikut adalah tabel

mengenai gangguan ABC (airway, breathing, circulation) yang dapat menyebabkan

gawat dada:

Penyebab Diagnosis

A Obstruksi jalan nafas - Sianosis, pucat, stridor- Kontraksi otot bantu nafas (+)- Retraksi supraklavikula dan intercostal

B Kebocoran trakea - Suara nafas bronchial- Pneumothorax- Emfisema- Infeksi

Flail chest - Gerakan nafas paradoks- Sesak nafas, sianosis

Pneumothorax terbuka - Luka pada tinding thorax- Kebocoran udara yang terdengar dan tampak

Tension pneumothorax - Hemithorax mengembang- Gerakan hemithorax kurang- Suara nafas berkurang- Sesak nafas progressif- Emfisema subkutis- Trakea terdorong ke sisi sebelah

C Hemothorax massif - Anemia, syok hipovolemik- Sesak napas- Pekak pada perkusi- Suara nafas berkurang- Tekanan vena sentral tidak meninggi

Tamponade jantung - Syok kardiogenik- Tekanan vena meninggi (leher)- Bunyi jantung berkurang

a. Airway

Trauma utama pada airway harus dikenal dan diketahui selama primary survey.

Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara pada

hidung., mulut dan lapang paru serta dengan inspeksi pada daerah orofaring untuk

sumbatan airway oleh benda asing, dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot

interkostal dan supraklavikular.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 20

Page 21: Trauma Thorax Rhara

Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax. Walaupun gejala klinis yang

ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cedera

yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, menyebabkan dislokasi ke

arah posterior atau fraktur dislokasi dari sendi sternoklavikular, dan dapat

menimbulkan sumbatan airway atas. Sumbatan airway atas juga dapat terjadi bila

displacement fragmen proksimal fraktur atau komponen sendi distal menekan

trachea. Hal ini juga dapat menyebabkan trauma pembuluh darah pada ekstremitas

yang homolateral karena kompresi fragmen fraktur atau laserasi dari cabang utama

arkus aorta.

Trauma ini dapat diketahui bila ada stridor, tanda berupa perubahan dari kualitas

suara (bila penderita masih dapat berbicara), dan trauma luas pada dasar leher yang

akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi sternoklavikular.

Penanganan pada trauma ini adalah menstabilkan patensi airway, yaitu dengan

intubasi endotracheal (bila memungkinkan), walaupun hal ini kemungkinan sulit

dilakuakn jika ada tekanan cukup besar pada trakea. Yang paling penting, reposisi

tertutup dari trauma yang terjadi dengan cara mengekstensikan bahu, mengangkat

klavikula dengan ponted clamp seperti towel clip dan melakukan reposisi fraktur

secara manual. Tindakan di atas dilakuakan pada posisi berbaring jika kondisi

penderita stabil.

b. Breathing

Dada dan leher penderita harus terbuka selama penilaian breathing dan vena-vena

leher. Pergerakan pernafasan dan kualitas pernafasan dinilai dengan observasi,

palpasi dan didengarkan.

Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia, termasuk peningkatan

frekuensi dan perubahan pola pernafasan, terutama pernafasan yang dengan lambat

memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia lebih lanjut dari penderita trauma, tetapi

bila sianosis tidak ditemukan bukan merupakan indikasi bahwa oksigen jaringan

adekuat atau airway adekuat. Trauma thorax yang dapat menyebabkan gangguan

pernapasan dan harus dikenali dan di tangani saat primary survey termasuk adanbya

tension dan open pneumothorax, flail chest, kontusio paru dan hemothorax masif.

c. Circulation

Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Pada

penderita hipovolemia, denyut nadi a. radialis dan a. dorsalis pedis mungkin tidak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 21

Page 22: Trauma Thorax Rhara

teraba oleh karena volume yang kecil. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur

dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan

temperatur. Vena leher harus dinilai apakah distensi atau tidak. Ingat distensi vena

leher mungkin tidak tampak pada penderita hipovolemia walaupun ada tamponade

jantung, tension pneumothorax, amupun perlukaan diafragma traumatik.

Monitor jantung dan pulse oximeter harus dipasang pada penderita. Penderita yang

dicurigai trauma thorax terutama pada daerah sternum atau trauma deselerasi yang

hebat harus dicurigai adanya trauma miokard apabila ada disritmia. Kontraksi

ventrikel prematur, disritmia, mungkin membutuhkan terapi dengan bolus lidocain

segera (1 mg/kg) dilanjutkan dengan drip lidokain (2-4 mg/menit).

Hematothorax Masif

Terapi awal hemothorax masif adalah dengan penggantian volume darah yang

dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus

cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar, kemudian pemberian darah

dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat

dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Jika pada

awalnya sudah keluar 1500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut

memerlukan torakotomi segera.

Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus

sebanyak 200cc/jam dalam waktu 2 samapi 4 jam, tetapi status fisiologi penderita

tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk

torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang

dikeluarkan dengan selang dada dan kehilangan darah selanjutnya harus

ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri

atau vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar

dilakukannya torakotomi.

Luka tembus thorax di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di

daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa

kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai

pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi

tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oeh ahli bedah, atau dokter yang

sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

Tamponade Jantung

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 22

Page 23: Trauma Thorax Rhara

Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnostik klasik adalah adanya

Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, enurunan tekanan arteri

dan suara jantung menjauh, Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila

ruang gawat darurat dalam keadaan berisik, distensi vena leher tidak ditemukan

bila keadaan penderita hipovolemia dan hipotensi sering disebabkan oleh

hipovolemia.

Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah

kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya

tamponade jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension

pneumothorax harus dicurigai adanya tamponade jantung. Pemasangan CVP

dapat membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pada

berbagai keadaan lain. Pemeriksaan USG (Echocardiography) meruakan metode

non invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian

yang melaporkan angka negatif yang tinggi yaitu sekitar 50%. Pada penderita

trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan

USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan dikantung perikard,

dengan syarat tidak menghambat resusitasi.

Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan

syok hemoragik, tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin

ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh

diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode

sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan

perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada

penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi merupakan

indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosentesis melaluin metode

subxyphoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikard

atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan

lebih baik dilakukan diruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.

Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung, pemberian cairan

infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac

output untuk sementara, sambil melakukan pesiapan untuk tindakan

perikardiosintesisn melalui subxyphoid pada tindakan ini menggunakan plastic-

sheated needle atau insersi dengan tekhnik seldinger merupakan cara paling baik,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 23

Page 24: Trauma Thorax Rhara

tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari

kantung perikard. Monitoring elektrokardiogragi dapat menunjukan tertusuknya

miokard (peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosentesis

menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.

Torakotomi Resusitasi

Pijatan jantung tertutup untuk henti jantung atau PEA kurang efektif pada

keadaan penderita yang hipovolemia. Penderita dengan luka tembus thorax yang

sampai di rumah sakit tidak teraba denyut nadi tetapi masih ada aktivitas elektrik

dari miokard merupaakn calon untuk torakotomi resusitasi secepatnya. Seorang

ahli bedah yang berpengalaman harus ada ketika penderita sampai diruang gawat

darurat untuk menetapkan indikasi dan menjamin suksesnya resusitasi torakotomi

tersebut.

Torakotomi antero-lateral kiri dilakukan untuk mendapatkan akses langsung ke

jantung, sambil meneruskan resusitasi cairan. Intubasi endotrakea dan ventilasi

mekanik mutlak harus dikerjakan. Penderita dengan trauma tumpul yang sampai

dirumah sakit dan tidak teraba denyut nadi akan tetapi masih ada aktifitas

miokard tidak ada indikasi torakotomi resusitasi.

Tindakan terapi efektif yang dapat dikerjakan selama torakotomi adalah :

1. Evakuasi darah di perikard yang menyebabkan tamponade jantung.

2. Kontrol langsung sumber perdarahan padaperdarahan intrathorax.

3. Klem silang aorta descendens untuk mengiurangi kehilangan darah dibawah

diafragma dan meningkatkan perfusi ke otak dan jantung.

Berbeda hasilnya jika ini dilakukan pada trauma tumoul. Banyak laporan

mengkonfirmasikan tidak efektifnya hasil torakotomi di ruang gawat darurat

untuk penderita yang mengalami henti jantung setelah trauma tumpul. Setelah

memberikan terapi perlukaan yang tergolong Immediate Life-Threatening,

perhatian dapat diteruskan ke secondary survey.

Secondary survey

Secondary survey membutuhkan pemeriksaan fisik yang lebih dalam dan teliti.

Foto thorax tegak dibuat jika kondisi penderita memungkinkan , serta pemeriksaan

analisis gas darah, monitoring pulse oximeter dan elektrokardiogram. Pada foto thorax

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 24

Page 25: Trauma Thorax Rhara

harus dinilai pengembangan paru, adanya cairan, ada tidaknya pelebaran mediastinum,

pergeseran dari garis tengah atau hilangnya gambaran detail anataomis mediastinum.

Pada fraktur iga pertama atau fraktur iga multipeldan atau iga kedua hrus dicurigai

bahwa trauma yang terjadi pada thorax dan jaringan lunak di bawahnya sangat berat.

13. Tindakan ada penanganan trauma thorax

Thoracocentesis Jarum

Prosedur ini untuk tindakan penyelamatan pada tension pneumothorax. Jika tindakan ini

dilakukan pada pasien bukan tension pneumothorax, dapat terjadi tension pneumothorax

atau kerusakan parenkim paru.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 25

Page 26: Trauma Thorax Rhara

1. Identifikasi thorax penderita dan status respirasi.

2. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasio sesuai kebutuhan.

3. Identifikasi sela iga II di linea midklavikula di sisi tension pneumothorax

4. Asepsis dan antisepsis dada.

5. Anestesi lokal jika pasien sadar atau keadaan memungkinkan.

6. Penderita berada pada posisi tegak jika fraktur cervical sudah disingkirkan.

7. Pertahankan Luer-Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter (panjang 3-6 cm)

ke kulit secara langsung tepat diatas iga kedalam sela iga.

8. Tusuk pleura parietal

9. Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum memasuki

pleura parietal, menandakan tension pneumothorax telah teratasi.

10. Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter.Tinggalkan kateter

plastik ditempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil.

11. Siapkan chest tube, kalau perlu chest tube harus dipasang setinggi puting susu

anterior linea midaksilaris pada bagian hemithorax yang terkena.Hubungkan chest

tube ke WSD atau katup tipe flutter dan cabut kateter yang digunakan untuk

dekompresi tension pneumothorax.

12. Lakukan rontgen thorax.

Komplikasi Thorakosentesis adalah Hematom local, Infeksi pleura, empyema dan

Pneumothorax

Insersi Chest Tube

Insersi drainase thorax mudah dilakukan

dengan tehnik Seldinger, pada “safe

triangle”, yaitu line askilaris media pada

ICS 5, saat posisi pasoen dedek 45o. Drain

harus dihibingkan dengan underwater

seal, dan melihat gelembung saat

dilakukan insersi. Suction tidak umum

digunakan pada drain dalam 48 jam post

insersi, untuk menghindari kemungkinan

reekspansi pulmonary edema. Radiografi thorax perlu dilakukan untuk

mengecek letak tube.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 26

Page 27: Trauma Thorax Rhara

Sistem drainase

a. Heimlich valve

Penggunaan terbatas pada ruang ICU. Lebih sering digunakan pada pasien

pneumothorax yang tidak dirawat. Chest tube dipasang pada one way flutter

menggunakan five in one konektor. Ketika terjadi inpirasi, plastik kontainer Heimich

valve kolaps. Saat ekspirasi, katup tersebut terbuka, dan membiarkan udara mengalir

ke luar ronnga thorax. Dilakukan pemasangan bag bila diperlukan.

b. Sistem satu botol

Botol berfungsi sebagai penampung dan underwater seal. Mencegaj udara masuk ke

rongga pleura selama inspirasi. Air di botol akan masuk di selang selama inspirasi,

tingginya sesai dengan tekanan negatif di rongga thorax (dalam cm). Digunakan salin

atau air steril untuk menjaga canul 2-3 cm di bawah permukaan air. Udara dalam

rongga thorax akan keluar melalui underwaterseal pada fase ekspirasi. Kekurangan

sistem ini adalah adanya cairan yang keluar dari rongga pleura meningkatkan volume

cairan dalam botol, sehingga udara menjadi lebih sulit keluar.

c. Sistem dua botol

Satu botol berfungsi sebagai penampung cairan dan yang satunya sebagai underwater

seal. Cairan terakumulasi di botol pertama, udara mengalir ke botol pertama

kemudian ke botol kedua sebagai waterseal. Suction dapat digunakan pada botol

kedua. Fluktuasu di botol kedua sama signifikan dengan botol pertama. Kekurangan

sistem ini adalah jumlah tekanan negatif selama aspirasi tidak dapat dikontrol dengan

baik.

d. Sistem tiga botol

Botol ketiga (botol control suction) menguraangi resiko injury parenkim paru dari

over-suction, karena banyak unit yang menggunakan wall-suction daripada unit

suction pleura. Botol kontol suction memiliki tiga kanul: (1) dari botol waterseal, (2)

ke wall suction, (3) masuk ke dalam botol yang ujungnya berada di bawah level air

yang sudah ditentukan (biasanya 10-20 cm di bawah permukaan). Misalnya 15 cm

salin diletakkan didalam botol, maka tekanan negatifnya adalah 15 tanpa

memperhatikan tekanan wall suction yang digunakan. Botol ketiga harus selalu

bergelembung, jika tidak, maka jumlah suction ydinding belum mencukupi.

e. Comersial unit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 27

Page 28: Trauma Thorax Rhara

3 botol sistem dalam satu plastik tertutup. Kelebihan sistem ini adalah bentuknya

yang simple, tidak mudah pecah, sekali pakai.Water seal chamber meliputi udara,

level tekanan pleura, dan respiratory tidal. Dapat digunakan tekanan negatif mulai dai

0 - -40 cmH2O. gelembung menunjukan kebocoran yang terus menerus. Ketinggian

air saat inspirasi menunjukan tekanan pleura. Suction control chamber harus selalu

bergelembung.

Langkah-langkah:

1. Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar, dan

monitor tanda-tanda vital harus dilakukan.

2. Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V) anterior garis linea

midaksilaris pada area yang terkena.Chest tube kedua mungkin dipakai pada

hemithorax.

3. Siapkan pembedahan dan tempat diinsersi ditutup dengan kain.

4. Anestesi lokal kulit dan periosteum iga.

5. Insisi transversal (horizontal) 2-3 cm pada tempat yang ditentukan dan diseksi

tumpul melalui jaringan subkutan, tepat diatas iga.

6. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat insisi

untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan darah, bekuan

darah, dll.

7. Klem ujung proksimal tube thoraxostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura

sesuai panjang yang diinginkan.

8. Cari adanya”fogging”pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran udara.

9. Sambung ujung tube thoraxostomi ke WSD.

10. Jahit tube ditempatnya.

11. Tutup dengan kain/kasa dan plester.

12. Buat foto rontgen thorax.

13. Pemeriksaan AGD sesuai kebutuhan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 28

Page 29: Trauma Thorax Rhara

Komplikasi

a. Laserasi atau menusuk intrathorax atau organ abdomen,dapat dicegah dengan tekhnik

jari sebelum melakukan insersi.

b. Infeksi pleura (empiema).

c. Kerusakan saraf interkostal,vena,arteri :

Pneumothorax menjadi hematothorax

Neuritis interkostal/neuralgia.

d. Posisi tube yang keliru,intrathorax/ekstrathorax.

e. Lepasnya chest tube dari dinding dada atau lepasnya sambungan dengan WSD.

f. Pneumothorax persisten:

Kebocoran primer yang besar.

Kebocoran dikulit sekitar chest tube, pengisapan pada tube terlalu kuat.

WSD yang bocor.

g. Emfisema subkutis.

h. Pneumothorax rekurrent setelah pencabutan tube, penutupan luka setelah

thoraxostomi tidak segera dilakukan.

i. Gagalnya paru mengembang akibat adanya plak bronkus, perlu bronkoskopi.

j. Reaksi anafilaktik atau alergi obat anestesi atau persiapan bedah

Torakostomi

Merupakan insersi chest tube ke dalam rongga pleura untuk mengeluarkan udara, darah,

pus, atau cairan lainnya. Indikasi pneumothorax, Hemothorax, Hemopneumothorax,

Empiyema dan Efusi Pleura. Sedangkan kontraindikasi absolut berupa adesi torak, pulmo

dan pleura.

Persiapan berupa alat steril glove, minor set, Lidokain 1%,

Syringe 10-50 cc, Jarum no 23 untuk insersi anastesi local,

Pisau no 10, Klam Kelly besar dan sedang, needle holder,

kasa persegi 4x4, Plaster 4 sisi, cairan antiseptic; benang dan

jarumnya; duk bolong, dan Chest Tube.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 29

Laki-laki

Perempuan

Anak

Infant

Neonatus

28-32 F

28 F

12-28 F

12-16 F

10-12 F

Page 30: Trauma Thorax Rhara

Prosedur dari torakostomi adalah sebagai berikut:

1. Posisikan pasien dengan sudut 45o C

2. Identifikasi ICS 5 dan MCL( insisi kulit diantara MCL dan AAL di atas tulang rusuk

yang berada di bawah tingkat interkostal dipilih untuk penyisipan dada tabung)

3. Injeksi anastesi lokal dan infiltrasi

4. Insisi kulit, menembus kutis dan subkutis

5. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan

6. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga

pleura / menyentuh paru

7. Klem Kelly digunakan untuk dimasukkan kedalam dinding thorax dan menuju

rongga pleura

8. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan

menggunakan Kelly forceps

9. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada.

10. Selang ( chest tube ) disambung ke botol WSD yang telah disiapkan dan telah di

batasi.

11. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan

Setelah prosedur harus dinilai volume cairan, jenis cairan, inisial bubble, continous

bubble, undulasi, serta force expiratory bubble.

Indikasi pencabutan, adalah jika paru-paru reekspansi yang ditandai dengan Tidak ada

undulasi, Cairan yang keluar tidak ada, tidak ada gelembung udara, dari pemeriksaan fisik

tidak ada cairan dan udara, dari pemeriksaan rotgen tidak ada cairan atau udara, atau Jika

selang chest tube tersumbat dan tidak dapat diatas dengan spooling atau pengurutan tube

Torakotomi

Indikasi operatif pada trauma tajam thorax dapat dilihat pada tabel dibawah. Indikasi

untuk torakotomi pada trauma tumpul didasarkan pada diagnosis spesifik pra operasi,

diantaranya tamponade perikardial, kebocoran aorta desending thorax, ruptur bronkus

utama dan ruptur esofagus. Torakotomi untuk hemothorax tanpa adanya diagnosa diatas

jarang dilakukan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 30

Page 31: Trauma Thorax Rhara

Perikardiocentesis

1. Monitor tanda vital penderita, CVP, dan EKG sebelum, selama, dan sesudah

prosedur.

2. Persiapan bedah pada area xiphoid dan subxiphoid, jika waktu mengizinkan.

3. Anestesi di tempat pungsi, jika perlu.

4. Gunakan #16-#18 gauge, 6 inchi (15 cm) atau kateter jarm yang lebih panjang,

terpasang pada tabung jarum kosong 35 ml dengan 3 way stopcock.

5. Identifikasi adanya pergeseran mediastinum yang menggeser jantung secara

bermakna.

6. Tusuk kulit 1-2 cm inferior xiphokondrail junction kiri, dengan sudut 45 derajat.

7. Dorong jarum dengan hati-hati ke arah sefalad dan ditunjukkan ke ujung skapula

kiri.

8. Jika jarum didorong terlalu jauh (ke otot ventrikular) pola trauma (mis, perubahan

ekstrim gelombang ST-T atau melebar dan membesarnya kompleks QRS) muncul

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 31

Page 32: Trauma Thorax Rhara

pada monitor EKG. Pola ini mengindikasikan jarum perikardiosentesis harus ditarik

sampai pola EKG sebelumnya muncul kembali.Kontraksi ventrikular prematur dapat

terjadi juga, sekunder terhadap iritasi pada miokard ventrikel.

9. Ketika ujung jarum memasuki perikard yang terisi darah, hisap sebanyak mungkin.

10. Selama aspirasi, epikardium kembali mendekat dengan permukaan dalam perikard,

juga mendekati ujung jarum.Akibatnya pola trauma pada EKG muncul kembali.Hal

ini menandakan jarum perikardiosentesisnharus ditarik sedikit. Jika pola trauma ini

persisten,tarik seluruh jarum keluar.

11. Sesudah aspirasi selesai, cabut tabung jarum, dan sambungkan ke 3 way stepcock,

tinggalkan stopcock tertutup. Pertahankan posisi kateter di tempatnya.

12. Jika gejala tamponade jantung persistent, buka stopcock dan perikard diaspirasi

ulang.Jarum plastik perikardiosentesis dapat dijahit atau diplester dan ditutup denga

kain/kasa kecil untuk memungkinkan dilakukan dekompresiberulang atau pada saat

pemindahan penderita ke fasilitas medis lain.

Komplikasi :

a. Aspirasi darah ventrikel dan bukan darah erikardium.

b. Laserasi ventrikel epikard/miokard.

c. Laserasi arteri/vena koroner.

d. Hemoperikardium baru, sekunder terhadap laserasi artei/vena koroner, dan atau

ventrikel epikard/miokard.

e. Fibrilasi ventrikel.

f. Pneumothorax, sekunder terhadap fungsi paru.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 32

Page 33: Trauma Thorax Rhara

BAB III

KESIMPULAN

Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas bermakna. Sebagian besar pasien

meninggal setelah sampai di Rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah

dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Mayoritas kasus trauma thorax

dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan diperoleh oleh dokter yang

mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma thorax.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 33

Page 34: Trauma Thorax Rhara

DAFTAR PUSTAKA

1) Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2: Tindak Bedah Organ

dan Sistem Organ. 2005. Jakarta: EGC; p.406-13

2) Komisi Trauma IKABI. Advanced Trauma Life Support for Doctors: ATLS Student

Course Manual. 8th ed. 2008. Chicago:American College of Surgeons Committee on

Trauma; p.97-113

3) Moore, KL & Agus AMR. Essential Clinical Anatomy: Anatomi Klinis Dasar. 5th ed.

2002. Jakarta:Hippokrates.

4) Hall, Guyton. Fisiologi Kedokteran Bab VII:Pernafasan. Ed 11.

Jakarta: EGC. 2007. Hal 495-510

5) Rachmad, KB, Tjahyono, AS, Wibawanto, AW, et al. Penanganan Trauma Thorax.

1st ed. 2002. Jakarta: Subbag Ilmu Bedah Thorax, FKUI; p.79-84

6) Mattox, KL, Moore E, Feliciano DV. Trauma. 6th ed. 2008. McGraw-Hill; p.1029-32

7) Sugarbaker, DJTownsend, Neauchamp, Evers, Mattox.Sabiston Textbook of

Surgery.18th ed. 2008. Saunders. p.2156

8) Mancini MC. Hemothorax. 2012. WebMD [Updated: September 14th, 2012. Citated:

August 23rd, 2013] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/2047916-

overview

9) Sugarbaker, DJTownsend, Neauchamp, Evers, Mattox. Sabiston Textbook of

Surgery.18th ed. 2008. Saunders. p.664-5

10) Melendez SL. Rib Fracture. 2012. WebMD [Updated: September 24 th, 2012. Citated

August 23rd, 2013] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/825981-

overview

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 34