View
42
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
aaa
Citation preview
BAB I. PENDAHULUAN
Bertambahnya tingkat pendidikan dan partisipasinya dalam berkarir
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan lebih banyaknya perempuan yang
menunda kehamilannya dan mencari terapi infertilitas. Fertilitas akan berkurang
sejalan dengan bertambahnya usia. Penurunan ini dihubungkan dengan berkurangnya
jumlah folikel dan menurunnya kualitas oosit (inti folikel) di dalam ovarium, suatu
proses yang disebut sebagai berkurangnya cadangan folikel (ovarian reserve).1,2,3
Tehnik fertilisasi invitro (In-vitro fertilization - IVF) telah memberikan
revolusi dalam terapi infertilitas. Evaluasi mengenai cadangan folikel sangat
diperlukan bagi pasien yang akan menjalani program tersebut. Hasil evaluasi ini
sering digunakan untuk memberikan konseling mengenai potensi reproduksi dan
dalam membuat keputusan. Sebagai contoh, pasien dengan cadangan folikel yang
sangat berkurang dan memiliki kesempatan sangat kecil untuk menjadi hamil
sebaiknya diberikan konseling untuk tidak berpartisipasi dalam program IVF. Selain
itu, evaluasi ini bertujuan untuk menentukan pasien-pasien yang dapat menjalani
program IVF dengan oositnya sendiri dan mengenali pasien-pasien yang akan
memerlukan protokol hiperstimulasi ovarium terkontrol yang lebih agresif.4,5,6
Pada saat ini terdapat bermacam-macam cara untuk mengevaluasi cadangan
folikel. Metode ini ada yang bersifat pasif seperti pengukuran kadar FSH basal pada
siklus hari ketiga, kadar inhibin B pada fase folikuler, kadar estradiol serum, hormon
anti Muelleri dan hitung folikel antral dengan menggunakan ultrasonografi (USG).
Sedangkan beberapa metode yang bersifat aktif di antaranya adalah clomiphene
citrate challenge test (CCCT), gonadotropin-releasing hormone agonist stimulation
tes (GAST), dan exogenous follicle stimulating hormone ovarian reserve test
(EFORT).5,6
Sejak adanya program IVF, kadar FSH basal telah digunakan secara luas
untuk mengevaluasi cadangan folikel. Beberapa peneliti berpendapat bahwa
konsentrasi FSH basal pada siklus hari ketiga memenuhi kriteria parameter yang ideal
untuk memperkirakan cadangan folikel oleh karena pengukurannya yang mudah,
tidak bersifat invasif, murah dan memiliki nilai prediktif yang baik. Untuk
meningkatkan nilai prognostiknya dalam menilai ovarian reserve kadar FSH basal
sering digunakan bersama-sama dengan parameter lainnya seperti kadar estradiol dan
inhibin B serta hitung folikel antral dengan USG. 6,7
1
Pada tulisan ini akan dibahas sebuah tinjauan mengenai cadangan folikel
(ovarian reserve), berbagai macam cara untuk menilai dan aplikasi klinisnya.
Tinjauan ini akan dititik beratkan pada pemeriksaan kadar FSH basal pada
perempuan dengan usia reproduksi untuk menilai cadangan folikelnya.
2
BAB II. CADANGAN FOLIKEL (OVARIAN RESERVE)
Cadangan folikel yang disebut juga sebagai ovarian reserve didefinisikan
sebagai jumlah folikel yang terdapat di dalam ovarium dan kualitas oosit di dalamnya.
Cadangan folikel menggambarkan jumlah oosit (inti folikel) dengan kualitas yang
bagus yang masih ada di dalam ovarium.7
Seluruh folikel yang dimiliki oleh seorang perempuan sudah terbentuk
sebelum mereka dilahirkan. Persediaan ini mulai berkurang sebelum lahir dan terus
berlanjut hingga menopause. Pada usia gestasi 20 minggu embrio manusia memiliki
kurang lebih tujuh juta folikel. Pada saat lahir terdapat kira-kira 1 juta folikel
primordial yang akan berkurang menjadi sekitar 500.000 pada saat pubertas. Pada
keadaan normal, folikel yang mengalami ovulasi hanya berjumlah kira-kira 400 buah
selama hidup seseorang. Hilangnya folikel-folikel tersebut lebih disebabkan karena
atresia (dengan apoptosis atau kematian sel yang terprogram sebagai mekanisme
seluler penyebabnya) bila dibandingkan dengan perkembangan yang kemudian diikuti
ovulasi.7,8
Dengan bertambahnya usia, cadangan folikel pada seorang perempuan akan
berkurang yang disebabkan oleh kehilangan folikel primordial oleh karena proses
apoptosis dan bukan oleh karena ovulasi. Aspek terpenting dari berkurangnya
cadangan folikel adalah saat terjadinya yang sangat bervariasi. Beberapa penelitian
epidemiologi menunjukkan bahwa 10% dari populasi akan mengalami infertilitas
pada awal usia 30 tahunan yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan folikel.
Hampir seluruh perempuan dengan cadangan folikel yang berkurang tidak memiliki
faktor resiko untuk kehilangan folikel secara dini dan masih memiliki siklus
menstruasi yang normal sehingga mereka sama sekali tidak menyadari keadaan ini.4,7
Kecepatan berkurangnya folikel primordial ini bergantung pada usia dan
paling nyata didapatkan pada saat perkembangan fetus. Sejak usia pubertas hilangnya
folikel terjadi dengan kecepatan yang kurang lebih sama yaitu sekitar 1000 setiap
bulannya.9 Pada saat menjelang menopause folikel akan berkurang secara cepat.
Faddy, dkk menunjukkan bahwa peningkatan kehilangan ini diawali pada saat jumlah
folikel mencapai jumlah kurang lebih 25.000. Jumlah ini dicapai pada usia sekitar 37
hingga 38 tahun. Penuaan reproduksi pada perempuan disebabkan oleh penipisan
jumlah folikel ovarium dengan sekitar 1000 folikel yang tersisa pada saat menopause
(Gambar 1).10,11
3
Gambar 1. Berkurangnya jumlah folikel menurut Faddy dkk dan proses reproduksi
yang berhubungan. Diambil dari [11].
Folikel primer merupakan folikel yang beristirahat, berukuran kurang lebih 50
µm, dikelilingi oleh lapisan yang terdiri dari membran basal, sel-sel granulosa yang
berbentuk kubus dan sel-sel teka. Folikel sekunder atau folikel yang berkembang,
disebut juga sebagai folikel antral berukuran kurang lebih 200 µm. Pada folikel antral
ini terdapat pembentukan antrum yang berisi cairan. Folikel tersier atau folikel Graaf
merupakan folikel yang sudah matang, berukuran kira-kira 500µm-20 mm, dengan
lapisan epitel folikel dan rongga antrum yang berkembang dan pada inti selnya
terdapat tonjolan yang berasal dari sel-sel epitel folikel yang disebut sebagai kumulus
ooforus. Hingga terbentuknya folikel dominan, folikel-folikel tersier akan menghilang
pada hari ke 7-14. Setelah ovulasi akan terbentuk korpus luteum. Dengan adanya
kehamilan, korpus luteum akan membentuk progesteron. Bila tidak terjadi kehamilan,
korpus luteum akan mengalami regresi dan meninggalkan jaringan parut di ovarium
yang disebut sebagai korpus albikans (Gambar 2).8
4
Gambar 2 . Pematangan folikel. Diambil dari [8].
Mayoritas dari folikel manusia ditakdirkan untuk mengalami atresia. Hanya
folikel yang dapat memberikan respons terhadap stimulasi FSH akan memasuki
stadium akhir perkembangan dan berovulasi. Peranan FSH pada perkembangan
folikel awal masih belum jelas, sedangkan perkembangan folikel akhir bergantung
pada FSH. Kadar FSH yang meningkat pada peralihan fase folikuler (disebut juga
sebagai fase proliferasi) dan luteal menyebabkan perkembangan dari sekelompok
folikel. Pada siklus dengan ovulasi yang normal, sebuah folikel akan mencapai
diameter lebih dari 8 mm dan memproduksi estradiol dengan konsentrasi yang tinggi.
Sebagai respons dari umpan balik negatif dari meningkatnya kadar estradiol dan
inhibin, kadar FSH akan jatuh pada fase folikuler akhir. Folikel dominan yang telah
meningkatkan sensitivitasnya terhadap jatuhnya kadar FSH akan terus berkembang.
Sedangkan folikel-folikel lainnya akan mengalami atresia setelah jatuhnya kadar FSH. 11
Folikel dengan siklus yang terjadi secara spontan pada wanita usia 22-34
tahun berkembang dengan kecepatan 2-6 mm setiap harinya dan ovulasi telah
dilaporkan terjadi pada folikel dengan diameter rata-rata 16-27 mm. Zelesnik dan
Hiller12 berpendapat bahwa folikel yang mengalami pematangan menjadi kurang
bergantung terhadap terhadap FSH. Adanya reseptor LH pada sel-sel granulosa akan
memungkinkan mereka berespons terhadap LH. Folikel-folikel yang kurang matang
lainnya dengan sel-sel granulosa yang memiliki kekurangan reseptor LH tidak akan
5
terlindungi dari jatuhnya FSH. Pada saat ini hipotesis ini belum teruji oleh karena
preparat FSH dan LH yang murni belum tersedia untuk digunakan pada manusia.13
Dalam penelitiannya, Sullivan dkk mendapatkan bahwa calon folikel dominan
akan terus berkembang walaupun terjadi penurunan konsentrasi FSH oleh karena
mereka memperoleh kapasitas untuk berespons terhadap LH. Dengan demikian hal ini
mengindikasikan bahwa induksi aromatase yang dimediasi oleh FSH dan reseptor LH
pada sel-sel granulosa merupakan komponen yang penting dari proses seleksi folikel.
Dengan mendapatkan aromatase, folikel yang matang memproduksi estradiol yang
menghambat sekresi FSH. Pada waktu yang bersamaan induksi reseptor LH yang
bersamaan memungkinkan calon folikel dominan untuk terus berkembang walaupun
konsentrasi FSH sudah jatuh. 13,14
Proses folikulogenesis di dalam ovarium dibagi dalam beberapa fase (Gambar
3):8
Fase folikel (hari 1-14) : Fase folikuler ditandai sebagai jumlah hari dari
mulainya menstruasi hingga dan meliputi hari dengan puncak serum LH.
o Hari 1-5 : Proliferasi
o Hari 5-11 : Seleksi dari sebuah folikel dominan. Selanjutnya folikel-
folikel lainnya akan menghilang melalui proses yang disebut sebagai
apoptosis atau kematian sel
o Hari 11-15 : Terdapat sebuah folikel dominan, pembentukan folikel
Graaf yang menghasilkan estradiol
Ovulasi (hari ke 14) : Ovulasi terjadi 8-10 jam setelah peningkatan maksimal
LH
Fase luteal (hari 15-28)
o Segera setelah ovulasi, folikel yang ruptur berkembang menjadi
korpus luteum yang memproduksi progesteron.
o Di bawah pengaruh HCG korpus luteum diubah menjadi korpus
luteum kehamilan.Bila tidak terjadi konsepsi (tidak terdapat pengaruh
HCG), dalam waktu 14 hari korpus luteum akan menghilang
(luteolisis).
6
Gambar 3. Siklus Menstruasi. Diambil dari [8].
Usia dan kadar FSH mempengaruhi angka kelahiran namun dengan cara yang
berbeda. FSH merupakan prediktor yang lebih baik dalam menentukan jumlah folikel
yang dapat diinduksi untuk berkembang dengan penggunaan gonadotropin dan angka
pembatalan. Di lain pihak, usia merupakan prediktor yang lebih baik untuk angka
implantasi embrio dan angka terjadinya abortus. 15
Gambar 4. Hubungan antara usia dan FSH basal dengan angka kelahiran 15
Penurunan fertilitas sehubungan dengan usia pada umumnya diakibatkan oleh
penurunan kualitas oosit yang ada di dalam folikel. Selama proses penuaan jumlah
keseluruhan folikel yang ada dalam ovarium akan berkurang, sebagaimana jumlah
folikel antral yang tersedia untuk menjadi folikel dominan pada fase luteal akhir di
dalam siklus menstruasi. Konsep yang saat ini berlaku mengenai proses penuaan
7
ovarium adalah bahwa penurunan jumlah folikel di refleksikan dengan penurunan
inhibin secara cepat yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap FSH. Kadar
FSH kemudian akan meningkat dan mempercepat perkembangan folikel. Perempuan
dengan usia di awal 40 tahunan memiliki folikel-folikel yang besar dengan sel-sel
granulosa yang lebih sedikit namun memproduksi estradiol yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan sel-sel granulosa pada perempuan yang berusia lebih muda.14,16
Dalam penelitiannya, Santoro, dkk melaporkan bahwa perkembangan
folikulogenesis pada perempuan dengan usia lebih dari 45 tahun berjalan dengan lebih
lambat. Walaupun siklus dimulai dengan folikel yang lebih besar, mereka cenderung
untuk mengovulasikan folikel yang lebih kecil bila dibandingkan dengan perempuan
yang berusia 22-34 tahun. Secara tidak langsung penemuan ini menunjukkan adanya
kerusakan pada stadium lanjut dari perkembangan folikel antral pada perempuan
dengan usia yang lebih lanjut. Faktor pertumbuhan seperti IGF-II didapatkan
berkurang pada cairan folikel dari perempuan dengan usia reproduksi lanjut dan IGF I
yang bersirkulasi juga didapatkan berkurang. Stadium lanjut dari folikulogenesis lebih
bergantung pada gonadotropin, terutama terhadap LH. Adanya defisit dari faktor
perkembangan, yang bekerja sama dengan gonadotropin dalam menstimulasi folikel
memegang peranan dalam memperlambat pertumbuhan folikel. Alternatif lainnya
adalah bahwa folikel pada pasien-pasien dengan usia reproduksi yang lebih lanjut
memiliki vaskularisasi yang lebih buruk sehingga kurang dapat menerima sinyal
gonadotropin yang bersirkulasi.14
Variasi dari usia menopause disebabkan oleh perbedaan yang besar dalam
populasi folikel primordial pada saat kelahiran. Jumlah folikel primordial lebih
menentukan waktu menopause daripada usia itu sendiri. Variasi yang besar dalam
usia menopause disebabkan oleh variasi dalam laju kehilangan folikel primordial
(belum ada bukti mengenai hal ini) atau oleh variasi yang besar dalam jumlah folikel
primordial yang ada saat lahir, dimana sudah ada bukti histologis yang baik mengenai
hal ini.17
Berkurangnya cadangan folikel dihubungkan dengan kelompok usia tertentu
yang memiliki siklus menstruasi yang teratur namun ovarium dan folikelnya memiliki
kemampuan yang menurun untuk menghasilkan kehamilan. Usia rata-rata menopause
di Amerika Serikat adalah 51,3 tahun. Secara keseluruhan hanya sedikit kehamilan
yang dapat terjadi setelah usia 43 tahun, bahkan dengan IVF. Pada umumnya
perempuan dengan cadangan folikel yang berkurang memiliki siklus ovulatoar yang
8
teratur dan kadar FSH dan estrogen dalam batas yang normal bila diperiksa secara
acak. Oleh karena itu, infertilitas yang didapatkan 8 tahun sebelum menopause
diasumsikan sebagai bukti yang tidak langsung dari hasil disfungsi oosit. Pasien-
pasien dengan cadangan folikel yang berkurang memiliki beberapa karakteristik
seperti interval siklus yang memendek, adanya uban yang muncul secara dini, adanya
riwayat menopause dini dalam keluarga dan meningkatnya kadar progesteron pada
siklus hari ke 21.18
Hasil penilaian dari cadangan folikel seperti FSH basal, CCCT dan hitung
folikel antral merupakan prediktor yang baik dari kuantitas sel-sel telur yang dapat
diinduksi untuk berkembang. Untuk kualitas dari folikel-folikel tersebut, usia
merupakan prediktor yang lebih baik. Angka keberhasilan IVF pada perempuan di
atas usia 40 tahun masih rendah walaupun mereka masih mempunyai cadangan folikel
yang baik dengan jumlah folikel yang banyak. Pada usia ini kuantitas tidak dapat
menggantikan kualitas. Sebaliknya, perempuan dengan usia yang lebih muda dengan
cadangan folikel yang terbatas dapat memiliki angka keberhasilan yang baik
walaupun mereka memiliki jumlah folikel yang terbatas, oleh karena folikel itu
sendiri memiliki potensi yang tinggi. Di sini kualitas lebih bermakna daripada
kuantitas. Dengan demikian, berkurangnya cadangan folikel sebaiknya tidak
digunakan sebagai kriteria eksklusi pada perempuan dengan usia yang lebih muda
muda oleh karena secara keseluruhan mereka masih memiliki angka kehamilan yang
memuaskan, walaupun risiko kegagalannya meningkat. Pada perempuan dengan usia
di atas 40 tahun, hasil tes cadangan folikel tidak akan menenangkan karena kualitas
ovarium yang berkurang akan membatasi kesempatan untuk keberhasilan kehamilan
berapapun jumlah folikel yang ada.15
Adanya fakta bahwa perempuan dengan usia lebih lanjut yang menerima oosit
dari donor yang lebih muda menegaskan bahwa penurunan kehamilan sehubungan
dengan usia pada umumnya dihubungkan dengan kualitas oosit. Beberapa teori telah
dirumuskan untuk menerangkan penurunan kualitas oosit sehubungan dengan usia.19
Pada hipotesis garis produksi, kualitas oosit telah ditentukan pada masa fetus dan
oosit yang kurang rentan terhadap nondisjunction akan diovulasikan terlebih dahulu,
sehingga oosit dengan kualitas yang lebih buruk akan diovulasikan kemudian. Teori
yang lainnya mengasumsikan akumulasi kerusakan sejalan dengan usia yang
diakibatkan oleh beberapa mekanisme yang diajukan, seperti peningkatan bertahap
pada stress oksidatif di dalam sel. Oleh karena kualitas tampaknya kurang terganggu
9
pada pasien dengan FSH yang meningkat, teori yang terakhir tampaknya sesuai
dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh van Rooij dkk,
bila dibandingkan dengan teori yang pertama. Pada pasien yang lebih muda, oosit
mereka memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengakumulasi kerusakan dan
kualitasnya lebih terjaga.2
10
BAB III. BEBERAPA CARA UNTUK MENILAI CADANGAN FOLIKEL
(OVARIAN RESERVE)
Hiperstimulasi ovarium terkontrol merupakan suatu prosedur yang tidak dapat
dipisahkan dari program IVF. Cara ini bertujuan untuk memanen oosit dari ovarium
sebanyak-banyaknya dengan menggunakan obat-obat induksi ovulasi. Pasien dengan
respons ovarium yang buruk didefinisikan sebagai pasien yang menghasilkan kurang
dari 4 oosit yang matang pada saat dilakukannya prosedur tersebut. Definisi ini
diambil oleh karena untuk angka fertilisasi rata-rata dari IVF sebesar 50-60%
diperlukan paling sedikit 4 oosit untuk mendapatkan sedikitnya 2 embrio yang
merupakan jumlah yang diinginkan untuk ditransfer kepada pasien.6
IVF membutuhkan waktu dan biaya yang besar serta memberikan stress bagi
pasien. Tantangan yang berat bagi tim IVF adalah memprediksi secara prospektif
pasien pasien yang akan memberikan respons ovarium yang buruk dan memberikan
konseling yang tepat bagi pasien-pasien yang memiliki potensi untuk IVF.
Oleh karena usia saja bukan merupakan prediktor yang terpercaya, beberapa
metode telah dikembangkan untuk mengevaluasi cadangan folikel pada pasien-pasien
yang datang ke klinik infertilitas. Beberapa cara yang bersifat pasif adalah dengan
mengukur kadar FSH basal, estradiol, inhibin, hormon anti Muelleri dan hitung
folikel antral dengan menggunakan USG. Sedangkan metode yang bersifat aktif
diantaranya adalah CCCT, GAST dan EFORT.5 Pada metode yang bersifat aktif
diperlukan intervensi medis dan pasien memerlukan kunjungan rumah sakit yang
lebih banyak. Pada CCCT kepatuhan pasien sangat diperlukan oleh karena adanya
klomifen sitrat yang harus diminum selama 5 hari berturut-turut.6
Usia rata-rata menopause adalah 51 tahun. Sedikitnya 10% perempuan
mengalami menopause alamiah sebelum usia 45 tahun dan 1 % sebelum usia 40
tahun. Itulah sebabnya mengapa beberapa perempuan yang mengalami “penuaan
ovarium dini”, yaitu sekitar 10% memerlukan evaluasi di awal usia 30 tahunan
sebelum memulai protokol stimulasi ovarium apapun. Hampir seluruh tes cadangan
folikel yang ada mencerminkan jumlah folikel yang tersisa di dalam ovarium secara
tidak langsung. Hingga saat ini penilaian kualitas oosit secara langsung belum dapat
dilakukan.20-31
III. A. Penilain cadangan folikel secara pasif
11
III. A.1. Kadar FSH dan LH
Pada awal siklus mentruasi terdapat sedikit peningkatan FSH dalam waktu
yang singkat kemudian terjadi penurunan dan peningkatan kembali hingga
pertengahan siklus. Konsentrasi maksimal terjadi pada saat ovulasi dan terdapat
penurunan setelah ovulasi. FSH menyebabkan pertumbuhan folikel sekunder dan
tersier. Penglepasan FSH dihambat oleh inhibin yang berasal dari sel-sel granulosa.
FSH menstimulasi pertumbuhan folikel. Bersama LH, FSH juga berperan dalam
pembentukan estrogen pada fase folikuler (Gambar 5). 8,16
Sejak awal siklus menstruasi, LH memiliki kadar yang mendatar hingga
pertengahan siklus. Peningkatan yang lebih tajam terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
disebut juga sebagai puncak LH pra ovulasi dan akan menurun setelah terjadinya
ovulasi (Gambar 5). 8,16
Tabel 1. Kadar normal FSH dan LH 8
Kadar Normal (mIU/ml)
FSH LH
Pubertas 2-3 10
Fase folikuler 2-10 3-15
Fase ovulasi 8-20 8-20
Fase luteal 2-8 2-8
Post menopause > 20 20-100
12
Gambar 5. Kadar FSH dan LH dalam silkus menstruasi 8
Dalam penelitiannya yang melibatkan 246 perempuan sehat yang berusia
antara 13 dan 52 tahun, Medeiros mendapatkan bahwa kadar FSH meningkat secara
dini bahkan pada mereka yang berusia di bawah usia 20 tahun. Perempuan yang
berusia di atas 40 tahun memiliki kadar FSH 2 hingga 3 kali lebih tinggi daripada
perempuan yang berusia di bawah 15 tahun (8,21,9 vs 22,010 mIU/ml). Kadar
FSH rata-rata pada usia 26-35 tahun adalah 10 mIU/ml. Pada usia 40-46 tahun
didapatkan kadar FSH rata-rata sebesar 17 mIU/ml. Selain itu Medeiros juga
mendapatkan adanya korelasi positif antara usia kronologis dan kadar FSH.
Peningkatan kadar FSH yang cepat setelah usia 35-40 tahun terjadi secara
eksponensial. Sedangkan konsentrasi LH didapatkan menetap secara konstan selama
usia reproduksi dan tidak menunjukkan adanya korelasi dengan usia. Kadar FSH > 10
atau 15 mUI/ml pada fase folikuler awal telah dihubungkan dengan hasil reproduksi
yang buruk (Gambar 6).22
13
Gambar 6. Hubungan antara usia dan kadar FSH22
Kadar FSH hari ketiga dengan atau tanpa kadar estradiol merupakan tes yang
paling sering digunakan dalam mengukur cadangan folikel. Pengukuran kadar FSH
basal memerlukan pengukuran serum tunggal FSH pada fase folikuler awal dari siklus
menstruasi pada hari ke 2, 3, 4 atau 5. Secara tradisional para klinisi mengandalkan
hasil tes FSH pada hari ketiga untuk menganalisa fungsi ovarium. Walaupun
demikian, oleh karena FSH hanya sedikit berfluktuasi pada hari kedua hingga hari
kelima, tes tersebut tidak harus dilakukan pada hari ketiga. FSH basal dan jumlah
folikel antral tidak berbeda pada perempuan yang subur dan tidak subur.3,13,23,24
14
Validitas dari skrining FSH bergantung pada saat diambilnya sampel. Waktu
yang dianggap tepat adalah pada saat kadar estrogen dalam sirkulasi mencapai titik
nadirnya, yaitu sekitar hari ketiga. Dalam keadaan ini kadar estradiol yang meningkat
mungkin dapat menekan kadar FSH kembali ke tingkat yang normal bahkan bila
pasien memiliki cadangan folikel yang berkurang. Baru-baru ini Licciardi dkk
menentukan bahwa peningkatan dalam kadar estradiol hari ketiga dihubungkan
dengan penurunan respons ovarium dan angka kehamilan.25
Titik potong untuk FSH bergantung pada tes laboratorium yang digunakan.
Hingga awal tahun 90-an uji komersial umumnya melaporkan kadar FSH dua kali
lipat dibandingkan yang umum digunakan pada saat ini. Titik potong kadar FSH yang
digunakan di tahun 90-an adalah 20 mIU/ml dan pada saat ini titik potong yang
digunakan adalah 10 mIU/ml. Cadangan folikel yang abnormal sebelumnya dapat
diketahui dengan kadar FSH di atas 25 mIU/ml, saat ini batas tersebut adalah di atas
15 mIU/ml. 15
Sebuah penelitian retrospektif terbesar saat ini dengan 758 siklus IVF pada
441 pasien menunjukkan penurunan angka kehamilan yang jelas dengan
meningkatnya konsentrasi FSH basal. Kadar FSH hari ketiga di atas 15 mIU/ml
menunjukkan penurunan yang bermakna dalam angka kehamilan. Kehamilan pada
kadar FSH di atas 25 mIU/ml sangat jarang dijumpai. Pasien dengan konsentrasi FSH
basal yang kurang dari 15 mIU/ml memiliki kehamilan yang berlanjut sebanyak 17%.
Kadar FSH yang meningkat secara moderat yaitu antara 15 dan 24,9% berhubungan
dengan angka kehamilan sebesar 9,3%. Kehamilan sebanyak 3,6% didapatkan pada
pasien dengan kadar basal 25 mIU/ml. Sebuah penelitian lanjutan pada institusi yang
sama dengan 1.478 siklus IVF juga menunjukkan bahwa kadar basal FSH
memberikan nilai prognostik yang lebih baik dalam angka kehamilan dan angka
pembatalan bila dibandingkan dengan usia kronologis.5
Oleh karena kadar FSH meningkat dengan usia maka akan didapatkan variasi
antar siklus. Perempuan di akhir usia 40 tahunan akan memiliki cadangan folikel
(ovarian reserve) yang berkurang namun dapat memiliki kadar FSH basal yang
normal. Sebagai contoh, tiga orang pasien yang berusia 29, 39 dan 49 dengan kadar
FSH basal normal yang identik tidak memiliki potensi reproduksi yang sama.25
Seperti yang diharapkan, usia merupakan faktor prediksi yang paling baik untuk
keberhasilan IVF. Walaupun demikian, kombinasi dari usia > 40 tahun dan
peningkatan kadar basal FSH sebelumnya meramalkan keluaran yang cukup buruk.27
15
Pengukuran tunggal FSH hari ketiga mungkin tidak mencerminkan cadangan
folikel yang sesungguhnya. Bila pengukuran menghasilkan peningkatan FSH, maka
hasil ini sebaiknya dikonfirmasi pada siklus selanjutnya. Walaupun demikian
interpretasi dari fluktuasi ini masih merupakan kontroversi. Di antara pasien dengan
suatu seri nilai FSH hari ketiga yang meliputi sedikitnya satu tes dengan peningkatan
FSH akan memberikan respons yang rendah terhadap induksi ovulasi. Analisis
lainnya menunjukkan bahwa pasien dengan nilai FSH yang tinggi dan rendah pada
beberapa siklus merupakan responder yang rendah selama IVF. Beberapa peneliti
lainnya memiliki anggapan yang berbeda mengenai fluktuasi hasil FSH tersebut.
Pasien dengan kadar FSH yang relatif rendah dapat mengikuti program IVF atau
terapi fertilitas lainnya pada siklus tersebut. Data awal yang ada menunjukkan bahwa
bila FSH kembali ke kadar yang “normal” setelah setelah peningkatan hasil yang
abnormal pada bulan sebelumnya, angka terjadinya konsepsi untuk IVF adalah
kurang lebih 35% dari pasien dengan usia di bawah 40 tahun.23
Pada siklus dimana nilai FSH yang tinggi dan rendah pada pasien yang sama
dalam siklus yang berbeda tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam kualitas
stimulasi, jumlah oosit yang dapat diambil atau angka fertilitas. Walaupun demikian
terdapat hal yang menarik yaitu seluruh pasien pada kelompok ini merupakan
responder yang rendah pada kedua siklus tersebut. Data ini menunjukkkan bahwa
pada saat pasien
memiliki variabilitas dalam konsentrasi FSH basal, maka mereka telah mempunyai
penurunan dalam cadangan folikelnya.25
Adanya potensi fluktuasi yang besar dari siklus ke siklus merupakan salah satu
kelemahan dalam penggunaan FSH basal untuk menilai cadangan folikel. Hal ini
banyak didapatkan pada pasien-pasien dengan cadangan folikel yang berkurang.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown dkk menunjukkan bahwa bila pasien berusia di
bawah 40 tahun dan memiliki kadar FSH basal lebih dari 20 mIU/ml, maka
kemungkinannya untuk mendapatkan kadar abnormal di atas 20 mIU/ml pada siklus
selanjutnya hanyalah 15%. Bila pasien berusia lebih dari 40 tahun kemungkinannnya
untuk mendapatkan nilai abnormal meningkat menjadi 75%.5
Dua penelitian telah menunjukkan pentingnya kadar FSH basal yang
berfluktuasi dalam menentukan prognosis IVF. Scott dkk meneliti 28 pasien yang
menjalani IVF dengan peningkatan kadar FSH pada satu siklus dan nilai yang normal
pada siklus lainnya. Pengukuran dari keluaran respons ovarium terhadap stimulasi,
16
jumlah oosit yang dapat diambil dan angka fertilisasi di antara kedua siklus ini tidak
berbeda. Dengan menghiraukan nilai FSH, pasien dikatakan memiliki respon yang
buruk pada kedua siklus tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang memiliki
nilai FSH yang berfluktuasi akan memiliki ovarian reserve yang berkurang. Sebuah
penelitian selanjutnya di tahun 1996 melaporkan angka kehamilan pada pasien-pasien
IVF sehubungan dengan jumlah nilai FSH basal abnormal yang didapat. Bila nilai
FSH pada siklus IVF lebih dari 20 mIU/ml, maka tidak didapatkan adanya kehamilan.
Pada pasien dengan “nilai normal” yaitu kurang dari 20 mIU/ml dan tidak didapatkan
adanya peningkatan nilai sebelumnya , maka akan didapatkan angka kehamilan
sebesar 16,5%. Bila FSH memiliki nilai yang normal dan adanya riwayat satu
peningkatan nilai sebesar 20 mIU/ml maka angka kehamilan akan turun menjadi
5,6%. Nilai FSH 25 mIU/ml tidak akan menghasilkan kehamilan.5,25
Sementara FSH basal pada hari ke 2 hingga ke 5 dari siklus menstruasi
berfluktuasi dari siklus ke siklus, kita dapat membedakan tiga fase:15
1. Hingga waktu dimana persediaan folikel menjadi terbatas, FSH basal
tidak pernah meningkat.
2. Bila telah terjadi menopause maka FSH basal selalu meningkat.
3. Pada fase pergantian, FSH kadang kadang meningkat dan kadang
kadang normal. Selama fase ini fertilitas akan berkurang berapapun
kadar FSH selama siklus tersebut. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa respons ovarium dan angka kehamilan pada
siklus dengan FSH yang normal adalah tidak normal bila siklus
sebelumnya menunjukkan adanya FSH yang abnormal.
Oleh karena kadar FSH basal dapat meningkat oleh karena penyebab lain
selain berkurangnya infertilitas, FSH basal dalam penatalaksanaan infertilitas hanya
dapat digunakan sebagai tes penapis. Terutama pada perempuan usia muda, diagnosis
dari berkurangnya cadangan folikel sebaiknya tidak hanya didasarkan pada kadar FSH
basal saja. Tes ini tidak sesuai untuk populasi yang lebih muda, oleh karena kecilnya
frekuensi dari menurunnya cadangan folikel pada kelompok ini.28 Informasi tambahan
mengenai cadangan folikel sesungguhnya berasal dari respon ovarium terhadap
hiperstimulasi ovarium dengan gonadotropin. Pada kasus respons yang buruk pada
pasien dengan FSH basal yang meningkat, pasien dapat dikatakan memilki cadangan
folikel yang berkurang.29
17
cadangan f sehubungan dengan usia dan kadar FSH basal merupakan salah
satu dari variabel prediktif yang paling penting dari keberhasilan IVF. Walaupun
demikian, metode yang terbaik untuk evaluasi cadangan folikel masih bersifat
kontroversial. Kadar FSH basal yang terlepas dari usia masih diperdebatkan dengan
hebat. Beberapa peneliti menegaskan bahwa kadar FSH hari ketiga merupakan
prediktor yang lebih unggul bila dibandingkan dengan usia, sedangkan peneliti
lainnya tidak menemukan bukti untuk mendukung skrining rutin untuk kadar FSH
basal.30
El-Thoukhy, dkk31 berargumentasi bahwa usia muda tidak memberikan
perlindungan efek samping dari cadangan folikel yang berkurang. Kadar FSH basal
hari ketiga tidak hanya dihubungkan dengan respons yang rendah, namun juga dengan
kualitas oosit yang jelek. Pasien yang lebih muda dengan FSH yang tinggi secara
signifikan memiliki oosit, embrio yang ada dan dapat ditransfer dengan jumlah yang
lebih sedikit. Namun mereka memiliki angka kehamilan dan kelahiran yang yang
lebih tinggi secara signifikan dan angka abortus yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan pasien dengan usia yang lebih lanjut dengan FSH normal.32
III. A.2. Ultrasonografi
Jumlah folikel yang tinggal dalam ovarium secara nyata dapat menjadi ukuran
yang cukup bagi potensi fertilitas seorang perempuan. Jumlah folikel dalam ovarium
yang terlihat dengan ultrasonografi atau volume ovarium dapat memberikan
gambaran dari jumlah folikel yang ada dalam ovarium. Volume dari kedua ovarium
dapat dihitung dengan menggunakan rumus /6(panjang x lebar x tinggi) yang dapat
disederhanakan menjadi 0,526 x panjang x lebar x tinggi. Jumlah folikel antral yang
kecil yang terlihat dengan ultrasonografi berkurang dengan bertambahnya usia.
Jumlah folikel kecil tersebut sebelum terapi IVF tampaknya berhubungan dengan
jumlah oosit yang didapatkan pada aspirasi folikel dalam terapi IVF.5,16
Hitung folikel antral telah menjadi alat yang terus digunakan dalam evaluasi
cadangan folikel pada perempuan usia reproduksi. Folikel antral didefinisikan sebagai
sebagai folikel Graaf awal yang berukuran 2-10 mm, berbentuk bulat hingga oval
yang dapat ditangkap oleh USG. Hal ini menggambarkan kelompok folikel yang
menanti rekrutmen dan stimulasi selanjutnya dari gonadotropin. Jumlah folikel antral
yang dihitung dalam tiap ovarium dapat digunakan untuk melengkapi kadar FSH
dalam penilaian cadangan folikel.30 Jumlah folikel ini yang dapat dilihat dengan
18
ultrasonografi transvagina yang dilakukan pada fase folikuler awal dan volume
ovarium rata-rata telah menunjukkan korelasi dengan respons untuk usaha induksi
ovulasi.19
Pada beberapa situasi para klinisi tidak dapat melihat kedua ovarium kanan
dan kiri. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti habitus tubuh pasien,
ketidaknyamanan, feses di dalam kolon maupun lokasi dari ovarium yang jauh dari
panjang fokus dari transduser transvagina maupun transabdominal. Pada situasi
seperti ini, secara klinis akan sangat membantu bila kita dapat mengetahui apakah
hitung folikel antral pada satu ovarium berkorelasi dengan dengan hitung folikel
antral pada sisi kontra lateralnya. Dalam penelitiannya dengan 41 pasien yang berusia
antara 20-42 tahun yang menjalani program IVF, Chow dkk tidak mendapatkan
adanya perbedaan yang bermakna antara jumlah folikel antral pada ovarium kiri dan
kanan.33
Dalam pemeriksaan ini, ultrasonografi transvaginal lebih unggul bila
dibandingkan dengan USG transabdominal oleh karena lokasi transduser vagina yang
lebih dekat ke ovarium. Hasilnya adalah meningkatnya resolusi dan kualitas gambar
yang lebih baik, dapat dihindarkannya kesulitan bila pasien memiliki lemak abdomen
yang tebal serta ketidaknyamanan akan penuhnya kandung kemih.34
Para peneliti sebelumnya telah mendapatkan bahwa ukuran ovarium akan
berkurang sejalan dengan bertambahnya usia, tanpa memperhatikan apakah wanita
tersebut pernah melahirkan. Peneliti lainnya mendapatkan bahwa semakin kecil
volume ovarium, maka semakin besar dosis obat-obat penyubur yang diperlukan
untuk menstimulasi ovarium. Belum dapat dipastikan apakah yang merupakan
indikator yang lebih baik untuk cadangan folikel, ukuran ovarium atau jumlah folikel.
Makin banyak folikel yang ada, maka jumlah telur yang dapat diambil selama siklus
terapi akan menjadi lebih banyak lagi.23
Dalam suatu penelitian dengan 162 sukarelawan wanita yang sehat dengan
fertilitas yang normal dan siklus menstruasi yang teratur, didapatkan bahwa jumlah
dari folikel antral yang berukuran antara 2 dan 10 mm dalam fase folikuler awal dari
siklus menstruasi yang dievaluasi dengan menggunakan ultrasonografi transvagina
memiliki korelasi yang terbaik dengan usia kronologis.17
Saat ini perhatian telah diberikan kepada kemungkinan penggunaan faktor-
faktor morfologis seperti volume ovarium dan jumlah folikel yang terlihat oleh USG
sebelum stimulasi dengan FSH sebagai indeks dari fungsi ovarium. Walaupun
19
demikian, data yang ada menyarankan agar faktor-faktor ini akan menjadi sangat baik
bila digunakan bersama-sama dengan tes laboratorium.35
Jumlah folikel antral merupakan pertanda basal cadangan folikelyang terbaik
pada saat ini dalam hal memprediksi respons yang buruk terhadap IVF. Bila
diperlukan ketepatan yang maksimal dalam konseling, tes endokrin, terutama FSH
dan inhibin B sebaiknya tidak ditinggalkan oleh karena akan memberikan informasi
prediktif tambahan terhadap jumlah folikel antral.
Volume ovarium dihubungkan dengan jumlah folikel sebelum stimulasi,
namun tidak dengan jumlah oosit. Jumlah folikel kecil sebelum stimulasi ovarium
merupakan prediktor keluaran yang lebih baik daripada volume ovarium maupun usia
saja. Konsentrasi FSH basal serum pada siklus hari ketiga sebagai indikator tunggal
memiliki nilai prediktif yang lebih baik daripada usia saja. Jumlah folikel pada
permulaan siklus menggambarkan fungsi cadangan folikel yang sebenarnya.36
Volume ovarium rata-rata pada perempuan infertil adalah lebih kecil.
Penelitian ini mendukung asosiasi langsung yang kuat antara volume ovarium rata-
rata dan cadangan folikel yang masih ada. Agar volume ovarium dapat digunakan
sebagai pengganti ukuran jumlah folikel primordial yang masih ada, evaluasi harus
dilakukan pada saat tidak menggunakan kontrsepsi hormonal oleh karena kontrasepsi
hormonal mengurangi volume dari kedua ovarium pada seluruh fase siklus
menstruasi. 17
20
III. A.3. Kadar Inhibin B pada fase folikuler.
Inhibin merupakan polipeptida dimerik yang meliputi inhibin A dan inhibin B.
Keduanya dipercaya sebagai produk dari sel-sel granulosa. Inhibin A disekresi secara
dominan pada fase luteal dan inhibin B disekresi secara dominan pada fase proliferasi.
Inhibin A mungkin disekresi oleh folikel dominan oleh karena kadarnya meningkat
segera setelah peningkatan konsentrasi estradiol pada fase folikuler akhir. Inhibin B
disekresi oleh kelompok folikel yang sedang berkembang. Oleh karena itu ia
menggambarkan jumlah folikel-folikel pre antral dan folikel-folikel antral di dalam
ovarium yang berkorelasi dengan cadangan folikel. 28
Inhibin B merupakan hormon ovarium yang menghambat penglepasan FSH.
Walaupun dapat ditemukan pada perempuan yang berovulasi, hormon ini biasanya
tidak dijumpai pada perempuan pasca menopause. Pada tahun 1932 para peneliti
memperkirakan bahwa terdapat regulator steroid dari sekresi FSH dan pada tahun
1976 hipotesis ini telah dikonfirmasi. Inhibin B mungkin merupakan pertanda yang
berguna untuk penilaian cadangan folikel oleh karena kadarnya berfluktuasi selama
siklus menstruasi dan berkurang pada perempuan yang berusia di atas 35 tahun.
Sebuah pusat penelitian mendapatkan bahwa bila kadar inhibin B hari ketiga kurang
dari 45 pg/mL, respons terhadap terapi fertilitas akan lebih rendah dan angka
pembatalan akan lebih tinggi. Selain itu jumlah oosit yang dapat diambil akan lebih
sedikit dan angka kehamilan berkurang secara bermakna bila dibandingkan dengan
subyek dengan nilai inhibin B hari ketiga yang lebih besar atau sama dengan 45
pg/mL. Sebagai usaha untuk memperluas kemampuan diagnostik inhibin B, beberapa
peneliti telah mengusulkan untuk menggunakan tes ini sebagai komponen
ekperimental dari CCCT. 23
Kadar FSH serum pada hari ketiga menawarkan penilaian secara tidak
langsung terhadap cadangan folikel. Inhibin B menawarkan penilaian yang lebih
langsung karena ia diproduksi oleh sel-sel granulosa. Berkurangnya ovarian reserve
dapat diilustrasikan oleh penurunan yang signifikan dari kadar serum inhibin B
sebelum meningkatnya kadar FSH serum pada hari yang sama.37
FSH basal merupakan pertanda respon ovarium yang lebih baik bila
dibandingkan dengan inhibin B dan usia. Kadar inhibin B pada siklus hari ketiga
dapat digunakan untuk mengukur cadangan folikel secara langsung dan konsentrasi
yang kurang dari 45 pg/ml dihubungkan dengan respons estradiol yang lebih rendah
dan jumlah oosit yang lebih sedikit. Inhibin B merupakan prediktor yang lebih baik
21
untuk pembatalan IVF bila dibandingkan dengan usia. Walaupun beberapa laporan
telah mengkonfirmasi bahwa inhibin B dapat meningkatkan alat yang ada pada saat
ini untuk mengukur cadangan folikel, masih diperlukan data yang lebih banyak
sebelum kadar tertentu dari inhibin B dapat dipergunakan secara rutin dalam praktek
klinik. Uji rutin inhibin B tidak direkomendasikan secara universal oleh karena
kurangnya penelitian yang ada secara luas dan terpercaya serta tidak adanya
keseragaman dalam data yang dilaporkan.4,19,23
II. A. 4. Kadar estradiol (E2)
Nilai prognostik tambahan dari kadar estradiol basal dalam memprediksi
keluaran IVF masih merupakan suatu perdebatan. Nilai estradiol basal bermanfaat
dalam penapisan respons ovarium yang buruk pada nilai FSH yang “normal”. Kadar
estradiol yang tinggi dapat menekan FSH ke dalam interval yang “normal” bahkan
pada pasien dengan cadangan folikel yang berkurang. Kehamilan tidak akan terjadi
pada kadar E2 > 75 pg/ml dan kehamilan tertinggi didapatkan pada kelompok E2
dengan kadar yang kurang dari 30 pg/ml.5
Pada populasi pasien IVF tanpa terapi awal supresi GnRH agonis, estradiol
dan FSH hari ketiga dibandingkan dengan keluaran reproduksi. Para peneliti
mendapatkan bahwa walaupun dengan nilai FSH yang kurang dari 20 mIU/ml,
kehamilan tidak akan terjadi bila kadar estradiol hari ketiga lebih besar dari 75 pg/mL.
Hasil ini didukung oleh peneliti lainnya yang mendapatkan keluaran yang lebih baik
untuk perempuan yang ber- usia 38-42 tahun bila estradiol hari ketiga bernilai kurang
dari 80 pg/mL dan FSH menunjukkan nilai yang normal. Dari penelitian ini
tampaknya evaluasi dari estradiol dan FSH merupakan prediktor yang lebih baik
untuk menilai cadangan folikel daripada hanya menggunakan salah satu pengukuran
tersebut. 23
Pada perempuan usia 25 – 50 tahun dengan siklus menstruasi yang teratur
tidak ditemukan perbedaan dalam kadar basal estradiol. Sebuah penelitian lainnya
tidak menemukan adanya hubungan antara kadar basal estradiol dan angka kehamilan.
Nilai kadar estradiol pada hari ketiga dalam memprediksi cadangan folikel masih
diperdebatkan.28
22
III. A. 5. Kadar Progesteron
Penurunan cadangan folikel juga telah dihubungkan dengan fase folikuler
yang pendek, lonjakan LH yang lebih awal dan peningkatan progesteron secara dini.
Pada awalnya dipikirkan bahwa pengukuran progesteron merupakan alat yang
berguna untuk skrining ovarium. Walaupun demikian, pengukuran estradiol dan
progesteron harian yang dilakukan pada sukarelawan dengan siklus yang berovulasi
tidak menunjukkan perbedaan dalam estradiol maupun progesteron sebagai fungsi
usia. Para peneliti telah mengubah perhatiannya dari analisa progesteron “statis”
menjadi penelitian pola progesteron di dalam konteks uji dinamis. Dalam seting
tersebut beberapa peneliti mendapatkan kadar progesteron yang tinggi (1,1 ng/mL)
pada hari ke 10 CCCT dihubungkan dengan fase folikuler yang pendek, berkurangnya
cadangan folikel dan berkurangnya potensi untuk menjadi hamil.37
III. A. 6. Hormon Anti Muelleri (Anti Muellerian Hormone – AMH)
Hormon anti Mulleri merupakan anggota dari keluarga transforming growth
factor yang terlibat dalam proses regresi duktus Muelleri pada masa perkembangan
fetus laki-laki. Pada perempun hormon anti Muelleri diproduksi oleh sel-sel
granulosa. Hormon ini dilibatkan dalam transisi dari folikel primordial yang
beristirahat ke folikel yang berkembang dan pada pengambilan folikel-folikel yang
sensitif terhadap FSH pada stadium antral awal. Kadar hormon anti Muelleri akan
menurun dengan bertambahnya usia. Oleh karena hormon ini hanya diproduksi oleh
oleh folikel-folikel yang berkembang, kadar serum ini digunakan sebagai pertanda
dari . Semakin tinggi kadar serum AMH pada fase folikuler awal akan dihubungkan
dengan semakin tingginya jumlah oosit yang dapat diambil dalam IVF.28
Pada sebuah penelitian prospektif dengan 119 pasien yang menjalani IVF,
kadar serum AMH mempunyai korelasi yang sangat tinggi dengan jumlah folikel
antral dan oosit yang dapat diambil. Jumlah folikel antral menunjukkan potensi yang
paling tinggi untuk memprediksi respons ovarium yang buruk di antara pertanda
ovarian reserve lainnya. Kadar serum hormon anti Mulleri hampir dapat disamakan
dengan jumlah folikel antral namun lebih baik daripada kadar FSH basal dan inhibin
B. Selama siklus menstruasi kadar AMH menunjukkan fluktuasi yang rendah.
Pengukuran kadar AMH dalam sirkulasi merupakan pertanda penuaan ovarium yang
menjanjikan, namun saat ini belum berguna dalam menganalisa ovarian reserve. 28,37
23
III. B. Penilain ovarian reserve secara aktif
III. B.1. Clomiphene citrate challenge test (CCCT)
Clomiphene citrate challenge test (CCCT) pada awalnya digunakan oleh
Navot, dkk pada tahun 1987 sebagai alat untuk menganalisa cadangan folikel pada
pasien-pasien yang berusia 35 tahun atau lebih. Beberapa penelitian selanjutnya
menambahkan bahwa CCCT merupakan prediktor ovarian reserve yang lebih
terpercaya bila dibandingkan dengan FSH basal saja dalam memprediksi respons
terhadap stimulasi ovarium dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang
memerlukan donor oosit. Metode ini sangat berharga dalam membuka tabir pasien-
pasien yang memberikan respons yang buruk terhadap stimulasi ovarium yang tidak
dapat dideteksi oleh FSH basal saja. Lebih jauh lagi, hasil tes yang abnormal
dihubungkan dengan menurunnya angka kehamilan. 5,6,35
CCCT merupakan evaluasi endokrin yang bersifat provokatif mengenai
ovarian reserve pada pasien-pasien dengan infertilitas yang tidak dapat diterangkan
dan memiliki fungsi ovarium yang normal. Hasil CCCT yang abnormal memiliki
korelasi dengan keluaran IVF yang buruk. Sejalan dengan meningkatnya usia
reproduksi terdapat peningkatan dalam insidens CCCT yang abnormal. Pasien-pasien
dengan usia reproduksi yang lanjut dengan hasil CCCT yang normal memiliki angka
kehamilan yang lebih kecil dari IVF bila dibandingkan dengan pasien-pasien yang
lebih muda. Penemuan ini mengusulkan bahwa nilai prediksi relatif dari hasil yang
abnormal pada CCCT bergantung pada usia pasien.30
Pada tes ini pasien diberikan klomifen sitrat dengan dosis 100 mg setiap
harinya pada silkus hari ke lima hingga ke 9. Kadar FSH diukur sebelum dan sesudah
periode pemakaian klomifen sitrat, yaitu pada hari ke 3 dan 10. Kadar estradiol
diperiksa pada hari ketiga. Pada kasus dimana ovarium memberikan respons secara
tepat, peningkatan FSH yang bergantung pada klomifen sitrat akan ditekan oleh
pengeluaran estradiol dan inhibin B dari folikel-folikel yng berkembang. Dengan
berkembangnya folikel, pasien pasien dengan fungsi ovarium yang normal akan
memproduksi kadar inhibin dan estradiol yang cukup untuk untuk menekan produksi
FSH sebelum siklus hari ke 10. Walaupun kadar FSH hari ketiga telah digunakan
sebagai ukuran dari respons terapi infertilitas, CCCT dianggap sebagai indikator yang
lebih sensitif untuk ovarian reserve. Tidak adanya supresi FSH menunjukkan adanya
penurunan cadangan folikel. 21,22,32
24
Tes klomifen sitrat yang normal didefinisikan sebagai kadar FSH hari ketiga
dan kesepuluh yang kurang dari 9,6 mIU/mL. Nilai antara 10 dan 15 mIU/ml
dianggap menengah dengan kemungkinan adanya kehamilan namun dengan angka
yang lebih rendah dan memerlukan protokol stimulasi yang lebih agresif pasien
dengan nilai FSH hari ketiga atau hari ke 10 yang lebih dari 17 mIU/ml jarang
menjadi hamil dan memiliki tingkat abortus yang lebih tinggi.5
Dalam penelitiannya dengan 353 pasien yang menjalani IVF, Yanushpolsky
mendapatkan bahwa kadar FSH hari ke 10 yang lebih dari 10 mIU/ml, tanpa
menghiraukan nilai hari ketiga, memberikan prediksi ovarian reserve buruk. Hal ini
ditunjukkan dengan berkurangnya angka keberhasilan IVF pada pasien dengan usia
kurang dari 40 tahun. Berkurangnya angka keberhasilan ini tidak berarti bahwa
kehamilan tidak dapat dicapai oleh pasien yang berusia kurang dari 40 tahun dengan
hasil CCCT yang abnormal. Penelitian ini tidak dapat mengidentifikasi nilai batas
FSH dimana kehamilan tidak mungkin terjadi dan menunjukkan adanya kehamilan
pada pasien dengan hasil CCT yang abnormal. Mereka menganjurkan bahwa CCCT
sebaiknya dilakukan perempuan yang berusia kurang dari 40 tahun yang akan
menjalani IVF. 30
CCCT memiliki ketepatan hingga 94% dalam mendeteksi pasien dengan
ovarian reserve yang berkurang yang mungkin tidak terdeteksi dengan kadar basal
FSH. Walaupun demikian CCCT yang normal tidak selalu memprediksi keberhasilan
terapi IVF. Walaupun CCCT menghasilkan nilai yang normal masih terdapat
kemungkinan adanya penurunan fertilitas sehubungan dengan usia. Kekurangan lain
dari metode ini adalah adanya kemungkinan variasi antar siklus pada nilai FSH hari
ke 10. 5
Dalam penelitiannya Hendrik dkk menunjukkan bahwa penggunaan CCCT
memiliki kemampuan yang baik untuk memprediksi respons yang buruk pada IVF.
Metode ini juga memiliki nilai tambahan di atas FSH basal saja, bila digunakan
sebagai tes yang berulang. Walaupun demikian, bila ketepatan prediksi dan akurasi
klinis dari CCCT dibandingkan dengan model FSH dan hitung folikel antral basal,
tampaknya CCCT (baik dilakukan satu kali maupun berulang) tidak jauh lebih baik
bila dibandingkan dengan model basal saja. Hal ini tidak membenarkan penambahan
beban pada pasien dan dokter dengan melakukan sebuah tes CCCT. Oleh karena itu
penggunaan CCCT tidak dianjurkan sebagai prediktor dari keluaran IVF (baik dalam
hal respons maupun kehamilan). Walaupun peningkatan kadar FSH hari ketiga dan ke
25
10 telah dihubungkan dengan kegagalan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun,
belum ada penelitian yang meneliti hubungan ini pada pasien yang lebih muda.6,34
III.B.2. Tes stimulasi GnRH agonis ( GnRH agonist stimulation test - GAST)
Penggunaan GnRH agonis dosis tinggi dengan dosis tunggal maupun berulang
dapat mengakibatkan pengeluaran LH dan FSH dari pituitari secara masif dan
bersifat sementara. Sebagai respons dari hal tersebut ovarium akan meningkatkan
produksi estradiol dalam waktu 24 jam. Pola kuantitatif dari peningkatan estradiol ini
dianggap sebagai ukuran dari cadangan folikel oleh karena dapat menggambarkan
jumlah folikel yang dapat direkrut pada stadium awal dari fase folikuler.21
Penelitian-penelitian saat ini menunjukkan bahwa GAST memberikan
informasi tambahan selain yang diberikan oleh usia dan FSH basal dalam
memprediksi respons ovarium pada terapi IVF. Oleh karena respons estradiol sangat
berhubungan dengan jumlah folikel antral di dalam ovarium dan jumlah folikel
berkorelasi baik dengan usia maka GAST terbukti dapat mengidentifikasi stadium
yang lebih awal dari perempuan dengan usia yang mulai lanjut dan menawarkan
kemungkinan-kemungkinan untuk strategi terapi pada pasangan-pasangan infertil. 21
GnRH agonis (seperti Lupron) pada awalnya meningkatkan E2 dan kemudian
akan sangat menekan FSH dan LH. Keadaan ini kadang-kadang disebut sebagai
“flare-effect”. Lebih dari satu dekade yang lalu , dikatakan bahwa ovarian reserve
yang rendah dapat dideteksi dengan mengevaluasi perbedaan-perbedaan dalam kadar
LH, FSH dan estradiol setelah penggunaan GnRH pada IVF. Pendekatan ini
kemudian diformulasikan sebagai alat diagnostik yang dikenal sebagai GnRH-a
stimulation test atau GAST.23
Kadar serum estradiol diukur setelah pemberian GnRH agonis pada siklus hari
kedua hingga ketiga, yang akan menyebabkan peningkatan sementara dalam sekresi
pituitari FSH dan LH. Respons estradiol cepat terhadap GnRHa mungkin dapat
dihubungkan dengan ovarian reserve yang lebih baik. 31
Tujuan GAST adalah untuk mengevaluasi perubahan perubahan dalam
estradiol pada hari kedua dan ketiga setelah penggunaan leuprolid asetat (Lupron).
Pasien dengan peningkatan estradiol yang lebih besar memiliki angka kehamilan yang
lebih tinggi. Pola estradiol yang dapat timbul pada GAST ini adalah:
1. Peningkatan estradiol dengan segera yang kemudian menurun pada hari ke 4
2. Peningkatan estradiol secara lambat dengan penurunan sebelum hari ke enam
26
3. Peningkatan estradiol yang persisten
4. Tidak ada respon estradiol setelah pemberian GnRH agonis
Angka kehamilan klinis untuk kelompok tersebut adalah sangat berbeda, yaitu 46%,
38%, 16% dan 6% pada masing-masing kelompok 1 hingga 4.23
Metode ini memiliki nilai prognostik yang terbatas dalam membedakan
pasien-pasien dengan ovarian reserve yang normal dan berkurang. Penelitian-
penelitian terakhir menunjukkan bahwa GAST memiliki sensitivitas dan ketepatan
yang paling kecil bila dibandingkan dengan tes ovarian reserve lainnya. Oleh karena
preparat yang mahal dan meliputi injeksi dan pemeriksaan darah yang berulang kali,
GAST tidak digunakan secara luas dalam praktek klinik.5,23
III. B. 3. The exogenous FSH ovarian reserve test (EFORT)
Pada awalnya metode ini dikembangkan untuk meningkatkan nilai prediksi
dari FSH hari ketiga pada stimulasi ovarium yang dilakukan pada pada program IVF.
Pada tes ini, setelah pengukuran kadar basal FSH dan estradiol, dilakukan injeksi FSH
300 IU pada hari ketiga. Penilaian respons estradiol dilakukan dalam 24 jam
kemudian. Kadar E2 30 pg/ml memberikan prediksi respon yang baik pada siklus
IVF selanjutnya.5,28
Kwee, dkk membandingkan nilai prediktif dari FSH basal, CCCT dan
EFORT pada keluaran dari dari stimulasi ovarium dalam terapi IVF dan
menyimpulkan bahwa EFORT merupakan tes endokrin yang terbaik untuk
memprediksi ovarian reserve. 38
Beberapa tes basal seperti FSH hari ketiga, estradiol, hitung folikel dan
pengukuran volume ovarium tidak dapat memperkirakan perkembangan folikel pada
pasien pasien yang memiliki resiko rendah untuk berkurangnya ovarian reserve.
Beberapa metode tersebut mungkin berguna untuk memprediksi keluaran dari
stimulasi ovarium dan karakteristik perkembangan pada pasien-pasien dengan resiko
tinggi (usia lebih dari 35 tahun, kegagalan konsepsi dan perkembangan folikel yang
sedikit pada induksi ovulasi sebelumnya).20
Tes-tes yang ada memiliki nilai yang tinggi pada pasien-pasien dengan
ovarian reserve yang berkurang, namun pada pasien-pasien infertil yang masih muda
validitas dari tes-tes tersebut masih diperdebatkan. Pada kelompok pasien ini cara
terbaik untuk mengukur ovarian reserve adalah hitung folikel antral yang memiliki
27
hubungan yang tinggi dengan dengan jumlah oosit yang masih ada di dalam ovarium. 20
Secara ideal, pertanda serum yang efektif dan penilaian USG untuk menilai
ovarian reserve dapat memberikan penatalaksanaan yang sesuai bagi pasien-pasien
yang memiliki respons ovarium yang buruk. Dengan demikian usaha untuk
melakukan siklus IVF yang berulang dan sia sia dapat dihindarkan pada kandidat
yang buruk. Selain itu, penatalaksanaan yang agresif dari kandidat IVF yang memiliki
cadangan folikel yang berkurang dapat dilakukan secara lebih awal. Kemungkinan
kehamilan yang realistis harus didiskusikan dengan pasien. Pertanda yang mendeteksi
berkurangnya ovarian reserve tidak selalu harus berhubungan dengan kemungkinan
untuk mendapatkan kehamilan. Usia saja merupakan prediktor ovarian reserve yang
umum pada populasi yang luas. Kombinasi dari beberapa metode yang sudah
dijelaskan sebelumnya sebaiknya digunakan untuk penapisan pasien-pasien dengan
subfertilitas sebelum memasuki terapi IVF. Pada saat ini kombinasi dari FSH basal,
estradiol, kadar inhibin B dan hitung folikel antral dengan menggunakan USG dapat
memberikan nilai prognostik yang terbaik untuk keluaran IVF di masa yang akan
datang.5
Salah satu cara penapisan pasien yang dapat digunakan adalah dengan
menggabungkan nilai FSH basal, LH, estradiol dan hitung folikel antral dengan
menggunakan USG. CCCT digunakan secara selektif pada pasien dengan kadar FSH
basal yang menunjukkan nilai “normal” kurang dari 10 mIU/ml namun dicurigai
memiliki ovarium yang berkurang. Oleh karena pusat-pusat IVF mempunyai berbagai
macam keahlian, alat USG dan pertanda serum ovarian reserve memiliki variasi
dalam siklus yang berbeda, setiap pusat IVF harus menentukan metode dan rentang
nilai yang prediktif untuk respons ovarium yang buruk bagi pasien-pasiennya. Skema
di bawah ini merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang
akan memberikan respons ovarium yang buruk yang digunakan pada salah satu pusat
IVF di India.5
28
Gambar 7. Ikhtisar Penilaian Ovarian Reserve5
29
BAB IV. PROFIL KADAR FSH BASAL
Kadar FSH hari ketiga telah digunakan secara rutin untuk menilai ovarian
reserve pada program IVF. Beberapa peneliti berpendapat bahwa metode ini dapat
memenuhi kriteria parameter ideal untuk memprediksi ovarian reserve oleh karena
pengukurannya yang dapat dilakukan dengan mudah, tidak bersifat invasif, murah dan
memiliki nilai prediksi yang baik. Namun demikian, walaupun FSH diukur secara
rutin pada banyak pusat IVF, perdebatan masih didapatkan pada perannya dalam
memprediksi ovarian reserve. 39
Pada saat ini telah terdapat beberapa tes ovarian reserve lainnya dengan
akurasi prediksi yang mungkin lebih baik untuk keluaran IVF, seperti CCCT, GAST,
inhibin B basal dan ultrasonografi kuantitatif. Namun demikian, jumlah penelitian
dari beberapa metode tersebut masih terbatas bila dibandingkan dengan jumlah
penelitian yang melaporkan performa prediksi dari FSH basal. 39
Nilai prediksi positif dari kadar FSH basal adalah tinggi pada wanita di atas
usia 40 tahun oleh karena tingginya prevalensi infertilitas. Pada wanita yang lebih
muda dengan angka kehamilan yang lebih tinggi, nilai prediksi positif akan lebih
rendah dengan tes yang abnormal dan hampir seluruh wanita dengan kadar FSH yang
meningkat akan salah diidentifikasi untuk tidak memiliki kesempatan untuk menjadi
hamil dengan IVF.31
Dalam penelitiannya mengenai kadar serum inhibin B, FSH dan usia sebagai
prediktor keluaran ART, Creus dkk melaporkan bahwa FSH basal dan usia
merupakan predikor keberhasilan yang lebih unggul bila dibandingkan dengan inhibin
B. Konsentrasi FSH basal merupakan predikor angka pembatalan yang lebih baik bila
dibandingkan dengan usia, akan tetapi usia merupakan predikor kehamilan yang lebih
kuat.6
FSH basal dan CCCT merupakan dua jenis metode yang paling sering
digunakan dalam skrining ovarian reserve pada populasi infertil. Dibandingkan
dengan FSH basal, CCCT memerlukan biaya lebih dari dua kali lipat dan
dihubungkan dengan ketidaknyamanan yang lebih besar serta efek samping yang
potensial untuk pasien. Disamping pengeluaran yang diperlukan untuk 10 tablet (50
mg) klomifen sitrat, CCCT memerlukan pemeriksaan darah pada dua waktu yang
berbeda. Lebih jauh lagi, CCCT dihubungkan dengan beberapa efek samping yang
mengganggu, seperti flushing vasomotorik (10,4%), distensi abdomen/pelvis (5,5%),
30
mual/muntah (2,2%), ketidaknyamanan payudara 2,1%), gangguan visual (1,5%),
sakit kepala (1,3%) dan perdarahan abnormal uterus (1,3%).3
Selama ini terdapat hipotesis bahwa CCCT lebih baik bila dibandingkan
dengan kadar basal FSH untuk memprediksi keluaran terapi infertilitas karena
pemeriksaan kadar FSH dilakukan sebanyak dua kali. Klomifen sitrat memberikan tes
provokatif yang dapat mendeteksi pasien yang mungkin tidak terdeteksi oleh skrining
basal FSH saja. Walaupun demikian, hipotesis ini masih belum terbukti dan masih
belum jelas bahwa tes yang satu lebih baik daripada tes lainya dalam memprediksi
keluaran terapi pada populasi infertil. 3
Dalam satu penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Jain, dkk telah
dibuktikan bahwa basal FSH dan CCCT memiliki nilai yang sama dalam
memprediksi kemampuan untuk mencapai kehamilan pada wanita yang menjalani
terapi infertilitas. Sensitifitas dan spesifisitas dari FSH basal adalah 6,6% dan 25,9%.
Sedangkan sensitifitas dan spesifisitas untuk CCCT adalah 25,9% dan 98,1%. Dengan
salah satu dari tes tersebut, hasil yang abnormal akan mengkonfirmasi bahwa
kehamilan tidak akan terjadi dengan terapi (oleh karena nilai prediksi positif yang
tinggi), namun hasil yang normal tidak berguna (oleh karena nilai prediksi negatif
yang rendah). Sensitifitas dari FSH basal dan CCCT adalah rendah namun dapat
ditingkatkan tanpa mengorbankan spesifisitasnya. Penambahan kadar E2 basal akan
meningkatkan sensitifitasnya. sebagai contoh, FSH basal yang “normal” dapat
menjadi negatif palsu oleh karena E2 yang meningkat dapat menekan kadar FSH.
Sensitifitas dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan mengulang tes yang “normal” pada
siklus selanjutnya oleh karena FSH basal dan E2 sering berfluktuasi dari normal
menjadi tidak normal pada siklus menstruasi selanjutnya.3
Pada penelitian dengan meta analisis tersebut disimpulkan bahwa basal FSH
dan CCCT adalah sama dalam memprediksi kemampuan dalam mencapai kehamilan
klinis pada pasien yang menjalani terapi infertilitas. Dengan kadar FSH maupun CCT,
hasil yang normal tidak berguna, namun hasil yang abnormal akan mengkonfirmasi
bahwa kehamilan tidak akan terjadi dengan terapi. FSH basal lebih diutamakan
daripada CCCT oleh karena lebih sederhana, lebih murah dan bebas dari potensi efek
samping dari klomifen sitrat. 3
Sebuah penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Bansci, dkk menunjukkan
bahwa peran FSH basal dalam memprediksi respons ovarium yang buruk adalah
31
sedang, sedangkan dalam memprediksi tidak adanya kehamilan adalah buruk. FSH
sebaiknya tidak dianggap sebagai tes yang rutin dalam memprediksi keluaran IVF. 39
Dengan adanya data-data yang bertentangan sehubungan dengan kadar basal
FSH, diperlukan adanya standar penggunaan metode ini dan penentuan populasi yang
sesuai. Metode ini tidak sesuai untuk populasi yang lebih muda oleh karena
rendahnya frekuensi dari berkurangnya ovarian reserve pada kelompok ini. Performa
statistik dari dari tes ini mirip dengan tes lainnya yang rutin digunakan dalam bidang
obstetri seperti triple screening test untuk sindroma Down. Metode ini menggunakan
profil estriol, HCG dan AFP dalam sirkulasi maternal untuk meghitung kemungkinan
adanya kelainan setelah penyesuaian terhadap usia. Hasil dari skrining triple tersebut
dilaporkan sebagai rasio dan didasarkan pada pengamatan bahwa kelainan ini terjadi
dengan frekuensi yang lebih tinggi pada populasi dengan usia yang lebih lanjut. 40
Dapatkah kita mengunakan triple screening test sebagai model dari aplikasi
klinis kadar FSH basal? Probabilitas respons ovarium yang buruk dapat dilaporkan
sebagai rasio kemungkinan yang didasarkan pada kadar FSH basal, yang kemudian
disesuaikan dengan usia. Performa dari FSH basal mungkin dapat ditingkatkan
dengan menambahkan kadar inhibin ataupun hormon-hormon lainnya untuk membuat
profil ovarian reserve yang berkurang. 40
Pada saat ini terdapat data-data yang bertentangan berkenaan dengan kadar
FSH basal. Untuk itu diperlukan cara-cara yang lebih akurat untuk memprediksi
cadangan folikel. Penelitian-penelitian yang lebih intensif mengenai manfaat metode-
metode yang baru seperti CCCT, GAST, hormon anti Muelleri, inhibin B akan
mengevaluasi penggunaan klinisnya. Sementara itu, kita dapat memanfatkan
penggunaan FSH basal dengan sebuah cara yang baru dan lebih baik. Hal ini meliputi
penggunaan metode lainnya secara bersama-sama untuk meningkatkan nilai
prognostiknya dan penyesuaian usia. 40
32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Penurunan fertilitas sehubungan dengan usia disebabkan oleh berkurangnya
cadangan folikel (ovarian reserve) yaitu menipisnya jumlah folikel primordial
dan menurunnya kualitas oosit.
2. IVF merupakan suatu terobosan bagi terapi infertilitas yang membutuhkan
waktu dan biaya yang besar serta memberikan stress bagi pasien. Penilaian
ovarian reserve diperlukan untuk memprediksi pasien pasien yang akan
memberikan respons ovarium yang rendah dan memberikan konseling yang
tepat bagi pasien yang memiliki potensi untuk IVF.
3. Metode penilaian ovarian reserve ini ada yang bersifat pasif seperti kadar FSH
basal, inhibin B, penggunaan USG,dll. Sedangkan metode yang bersifat aktif
adalah CCCT, GAST dan EFFORT.
4. Kadar FSH hari ketiga telah digunakan secara rutin untuk menilai ovarian
reserve pada pasien-pasien yang akan menjalani terapi IVF. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa metode ini memenuhi kriteria parameter ideal untuk
memprediksi ovarian reserve.
5. Sebuah penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa FSH basal dan CCCT
memiliki nilai yang sama dalam memprediksi kemampuan untuk mencapai
kehamilan pada wanita yang menjalani terapi infertilitas. FSH basal juga lebih
unggul daripada inhibin B.
6. Walaupun banyak data yang menunjukkan manfaat dari FSH hari ketiga
namun juga masih banyak didapatkan kontroversi di dalamnya. Untuk itu
diperlukan penelitian-penelitian yang lebih intensif mengenai manfaat metode-
metode yang baru seperti CCCT, GAST, hormon anti Muelleri, inhibin B.
Sementara itu, kita dapat memanfatkan penggunaan FSH basal dengan cara
yang baru dan lebih baik. Hal ini meliputi penggunaan metode lainnya secara
bersama-sama untuk meningkatkan nilai prognostiknya dan penyesuaian usia.
33
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Affandi B. Age and Fertility. Dalam makalah yang disampaikan pada seminar
Meet the Expert in ART pada tanggal 15 Januari 2005 di aula FKUI Jakarta.
2. Van Rooij LA, et al. Women older than 40 years of age and those with
elevated follicle stimulating hormone levels differ in poor respons rate and
embryo quality in in vitro fertilization. Fertil Steril 2003;79(3): 482-8.
3. Jain T, Soules MR, Collins JA. Comparison of basal follicle stimulating
hormone versus the clomiphene citrate challenge test for ovarian reserve
screening. Fertil Steril 2004;82(1): 180-5.
4. Creus M, et al. Day 3 serum inhibin B and FSH and age as predictors of
assisted reproduction treatment outcome. Hum Reprod 2000(11);15:2341-6.
5. Schmidt DW, Benadiva CA. Defining the poor ovarian response before
controlled ovarian hyperstimulation. In: Allahbadia G, Basuray R, editors. The
art and science of assisted reproductive techniques (ART), Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi-India, 2003:34-46.
6. Hendriks DJ, et al. Repeated clomiphene citrate challenge testing in the
prediction of outcome in IVF: a comparison with basal markers for ovarian
reserve. Hum Reprod 2005; 20(1):163-9.
7. Tremellen KP, Kolo M, Gilmore A, Lekamge DN. Anti-muellerian hormone
as a marker of ovarian reserve. Australian and New Zealand Journal of
Obstetrics and Gynaecology 2005;45:20-4.
8. Die geschlechtsspezifische Entwicklung und ihre Stoerungen. In: Buehling KJ,
Friedmann. Intensivekurs : Gynaekologie und Geburtshilfe , Urban & Fischer
Verlag, Muenchen, 2004: 1-74.
9. Macklon NS, Fauser BCJM. Follicle stimulating hormone and advanced
follicle development in human. Archives of Medical Research 2001;32:595-
600.
10. Faddy, dkk. Dikutip dari : De Bour EJ, et al. A low number of retrieved
oocytes at in vitro fertilization treatment is predictive of early menopouse.
Fertil and Steril 2002; 77(5): 978-85.
11. Te Velde ER, Pearson PL. The Variability of Female Reproductive Aging.
Hum Reprod Update 2002; 8(2): 141-54.
34
12. Zelesnik dan Hiller. Dikutip dari : Sullivan MW, Stewart-Akers A, Krasnow
JS, Berga S, Zeleznik AJ. Ovarian response in women to recombinant follicle
stimulating hormone and luteinizing hormone: A role for LH in the final stage
of follicular maturation. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism
1999;81(1):228-32.
13. Sullivan MW, Stewart-Akers A, Krasnow JS, Berga S, Zeleznik AJ. Ovarian
response in women to recombinant follicle stimulating hormone and
luteinizing hormone: A role for LH in the final stage of follicular maturation.
Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 1999;81(1):228-32.
14. Santoro N, et al. Impaired folliculogenesis and ovulation in older reproductive
aged women. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism
2003;88:5502-9.
15. Toner JP. Ovarian reserve, female age, and the chance for successful
pregnancy.
16. Weibliches Hormonsystem. In: Stauber M, Weyerstahl T. Gynaekologie und
Geburtshilfe, Thieme, Muenchen, 2001:78-93.
17. Wallace WH, Kelsey TW. Ovarian reserve and reproductive age may be
determined from measurement of ovarian volume by transvaginal sonography.
Hum Reprod 2004;19(7):1612-7.
18. Hicks ABT, Fox MD, Sanchez-Ramos L, Kaunitz AM, Freeman MF. Clinical
characteristics of patients with abnormal clomiphene citrate challenge test. Am
J Obtet Gynecol 2003;189(2):348-352.
19. Pal L, Santoro N. Age-related decline in fertility. Endocrinol Metab Clin N
Am. 2003 ; 32:669-88.
20. Ergur AR, Tutuncu L, Dundar O, Yergok YZ. Basal ovarian reserve tests do
not estimate follicular development in stimulated cycles of young infertile
patients. International Congress Series 2004;1271:26-9.
21. Broekmans FJ, Scheffer GJ, Bancsi LFJMM, Dorland M, Blankenstein MA,
Velde ER. Ovarian reserve tests in infertility practice and normal fertile
women. Maturitas 1998; 30:205-14.
22. De Medeiros SF, Assi PE, de Medeiros. Gonadotropin dynamics during
reproductive life. International Journal of Gynecology and Obstetrics
2004;87:24-8.
23. Perloe M. Determining ovarian reserve. OBGYN.net publication.
35
24. Yih MC, Spandorfer SD, Rosenwaks Z. Egg production predicts a doubling in
vitro fertilization pregnancy rates even within defined age and ovarian reserve
catagories. Fertil and Steril 2005;83(1):24-9.
25. Sharara FI, Scott RT, Seifer DB. The detection of diminished ovarian reserve
in infertile women: AJOG Review. Am J Obstet Gynecol 1998;179(3):804-
812.
26. Scott RT. Diminished ovarian reserve and access to care. Fertil and Steril
2004;81(6):1489-92.
27. Roberts JF, Spandofer S, fasouliotis SJ, Kashyap S, Rosenwaks Z. Taking a
basal follicle-stimulating hormone history is essential before initiating in vitro
fertilization. Fertil Steril 2005;Vol 83(1):37-41.
28. Bukulmez O, Arici A. Assessment of ovarian reserve. Fertility 2004:231-7.
29. Van Rooij, et al. The limited value of follicle-stimulating hormone as a test for
ovarian reserve. Fertil Steril 2004;81(6):1496-7.
30. Yanushpolsky EH, Hurwitz S, Tikh E, Racowsky C. Predictive usefulness of
cycle day 10 follicle-stimulating hormone level in a clomiphene citrate
challenge test for in vitro fertilization outcome in women younger than 40
years of age. Fertil Steril 2003;80(1):111-115.
31. El Thoukhy. Dikutip dari: Abdalla H, Thum MY. An elevated basal FSH
reflects a quantitative rather than qualitative decline of the ovarian reserve.
Hum Reprod 2004;19(4):893-8.
32. Abdalla H, Thum MY. An elevated basal FSH reflects a quantitative rather
than qualitative decline of the ovarian reserve. Hum Reprod 2004;19(4):893-8.
33. Chow GE, Criniti AR, Soules MR. Antral follicle count and serum follicle-
stimulating hormone levels to assess functional ovarian age. American College
of Obstetricians and Gynecologist 2004;104(4):801-4.
34. Lass A, Brinsden P. The role of ovarian volume in reproductive medicine.
Hum Reprod Update1999;5(3):256-66.
35. Csemiczky G, Harlin J, Fried G. Predictive power of clomiphene citrate
challenge test for failure of in vitro fertilization treatment. Acta Obstet
Gynecol Scand 2002;81:954-61.
36. Tomas C, Nuojua-Huttunen S, Martikainen H. Pretreatment transvaginal
ultrasound examination predicts ovarian responsiveness to gonadotrophins in
in-vitro fertilization. Hum Reprod1997;12(2):220-3.
36
37. Seifer DB, et al. Women with declining ovarian reserve may demonstrate a
decrease in day 3 serum inhibin B before a rise in day 3 follicle-stimulating
hormone. Fertil Steril1999;72(1):63-5.
38. Kwee J, McDonell J, Schats R, Lambalk CB, Schoemaker. Intercycle
variability of ovarian reserve tests: results of a prospective randomized study.
Hum Reprod 2004;19(3):590-5.
39. Bancsi LFJMM, Broekmans FJM, Mol BWJ, Habbemma JDF, te Velde ER.
Performance of basal follicle-stimulating hormone in the prediction of poor
ovarian response and failure to become pregnant after in vitro fertilization: a
meta-analysis. Fertil Steril 2003;79:1091-100
40. Wolff EF, Taylor HS. Value of the day 3 follicle-stimulating hormone
measurement. Fertil Steril2004;81(6):1486-8.
37
Recommended