40
Syok Hipovolemik et causa Rupture Varices Esofagus et causa Sirosis Hepatis Atikah Binti Ab. Rahim Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester IV Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 www.ukrida.ac.id I. PENDAHULUAN Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolic ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik), atau akibat respons imun (syok anafilaktik). II. ANAMNESIS Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu 1

Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

syok

Citation preview

Page 1: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Syok Hipovolemik et causa Rupture Varices Esofagus et causa Sirosis Hepatis

Atikah Binti Ab. Rahim

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester IV

Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

www.ukrida.ac.id

I. PENDAHULUAN

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan

metabolic ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang

adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang

serius seperti perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik),

infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak

terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik), atau akibat

respons imun (syok anafilaktik).

II. ANAMNESIS

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam

melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat cermat

dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A-

B–C (Airway–Breathing–Circulation) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil

yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat

dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.1

Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting

untuk menentukan penyebab yang mungkin untuk penanganan langsung. Syok hipovolemik

akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam

kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan

1

Page 2: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

status mental. Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,

sebaiknya dinilai pada pasien.1

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat

dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu-jamuan, obat untuk

penyakit jantung, obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru

dan adanya perdarahan ditempat lainnya.1

Dari anamnesis juga dikumpulkan keterangan tentang hematemesis dan melena,

Kronologi muntah dan hematemesis ditentukan.1

Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat

kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaaye atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan

riwayat hematemesis sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptikum atau varises

esophagus.1

III. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN KESADARAN DAN GCS

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari

lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab

semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,

berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,

mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi

jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

2

Page 3: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan

apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon

pupil terhadap cahaya).2

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan

dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran

darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.2

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem

aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan

peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). 2

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran

pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap

rangsangan yang diberikan.2

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,

bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1

– 6 tergantung responnya.2

3

Page 4: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Tabel 1. Skala GCS

Eye (respon membuka mata) (4) spontan

(3) dengan rangsang suara (suruh membuka mata).

(2) dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,

menekan kuku jari)

(1) tidak ada respon

Verbal (respon verbal)  (5) orientasi baik

(4) bingung, berbicara mengacau (bertanya berulang-

ulang )

(3) disorientasi tempat dan waktu, kata-kata saja

(berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,

namun tidak dalam satu kalimat)

(2) suara tanpa arti (mengerang)

(1) tidak ada respon

Motor (respon motorik) (6) mengikuti perintah

(5) melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan

stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh

menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku

diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi

di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat

diberi rangsang nyeri).

(1) tidak ada respon

Nilai :

      15 : Compos mentis

12-14 : Somnolen

  8-11 : Soporous

    3-7 : Coma

4

Page 5: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC, pasien-

pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal

ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan

kesadaran.3

Sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Diagnosis

tidak hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini

menyebabkan diagnosis lambat.

Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan

hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan

perfusi kulit diperhatikan. 3

Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi

jumlah perdarahan.

Tabel 2. Derajat Perdarahan dan Gejala

Derajat Perdarahan Gejala

Perdarahan derajat I

(kehilangan darah 0-

15%)

- Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardia minimal.

- Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan

nadi, dan frekuensi pernapasan.

- Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai

untuk kehilangan darah sekitar 10%.

Perdarahan Derajat II

(kehilangan darah 15-

30%)

- Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi >100/menit),

takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin,

perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.

- Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar

katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi

pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan

tekanan darah diastolik

Perdarahan Derajat III - Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi,

5

Page 6: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

(kehilangan darah 30-

40%)

penurunan tekanan darah sistolik, oliguria, dan

perubahan status mental yang signifikan, seperti

kebingungan dan agitasi.

- Sebagian besar pasien membutuhkan tranfusi darah,

tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya

berdasarkan respon awal terhadap pemberian cairan.

Perdarahan Derajat IV

(kehilangan darah

>40%)

- Gejala berupa takikardia, penurunan tekanan darah

sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik

tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang

keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran),

dan kulit dingin dan pucat.

- Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan

secara cepat.

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati kronis

( kterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen,

nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,penyakit rematik dan

lain-lain. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur (rectal toucher). Warna

feses ini mempunyai nilai prognostik.3

Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).

Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun

menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses

maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang; antara lain

adalah pemeriksaan laboratorium, rontgen dada, USG, angiografi (untuk mengukur tekanan vena

porta) dan elektrokardiografi. Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara

lain:

6

Page 7: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

1. Darah lengkap

Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat

dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat

hipersplenisme

2. Kenaikan kadar SGOT, SGPT

3. Albumin serum menurun (Normal : 3,2-4,6 g/dL)

4. Pemeriksaan kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3): hipokalemia

5. Pemanjangan masa protrombin

6. Glukosa serum: hipoglikemi

7. Bilirubin meningkat.

8. BUN meningkat

9. Kimia darah (termasuk tes fungsi hati, faal ginjal)3

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan Gold Standard.

Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak

perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam waktu 12-24 jam

setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata bila

endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95%

pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis–melena dapat ditentukan lokasi

perdarahan dan penyebab perdarahannya.3

Lokasi dan sumber perdarahan

1. Esofagus :Varises, erosi, ulkus, tumor

2. Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy, varises, gastropati kongestif

3. Duodenum : Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis

Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan

perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding).

7

Page 8: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan

besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus (Lm,Li,Lg) dan

warna ( biru, cherry red, hematocystic).

Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.

- Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri

- Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing

- Forrest IIa :Tukak dengan visible vessel

- Forrest IIb :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas

- Forrest IIc :Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas

- Forrest III :Tukak dengan dasar putih tanpa klot.

Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat dilakukan,

pemeriksaan dengan kontras barium (OMD) mungkin dapat membantu. Untuk pasien yang tidak

mungkin dilakukan endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi.3

Hasil pemeriksaan endoskopi untuk pasien-pasien perdarahan non varises mempunyai

nilai prognostik. Dengan menganalisis semua data yang ada dapat ditentukan strategi

penanganan yang lebih adekwat.3

Dari berbagai pemeriksaan diatas harus dilakukan pemilahan pasien apakah berada pada

kelompok risiko tinggi atau bukan.3

IV. WORKING DIAGNOSIS

WD yang didapatkan dari kasus adalah syok hipovolemik et causa rupture varices esophagus et

causa sirrhosis hepatis.

Syok hipovolemik et causa rupture varices esophagus

Syok hipovolemik merujuk kepada suatu kondisi di mana terjadi kehilangan cairan yang

mendadak hingga menyebabkan kegagalan beberapa organ karena kurang volume sirkulasi dan

8

Page 9: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

perfusi yang tidak mencukupi. Syok hipovolemik paling sering terjadi sebagai akibat dari

kehilangan darah yang mendadak (syok hemorragik). 4

Kehilangan darah eksternal akut akibat trauma atau perdarahan gastrointestinal adalah 2

penyebab syok hemorragik yang paling sering. Syok hemorragik juga dapat disebabkan oleh

kehilangan darah internal akut ke ruang abdomen dan thorax. 2 penyebab sering kehilangan

darah internal adalah kecideraan organ atau rupture dari aneurisma aorta abodminalis. Syok

hipovolemik juga dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (selain darah) yang signifikan.

Contohnya seperti gastroenteritis refraktori atau luka bakar. 4

Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda beberapa ketidakstabilan

hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan. Diagnosis akan sulit bila perdarahan

tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya terjadi

penurunan jumplah plasma dalam darah. Setelah perdarahan maka biasanya hemoglobin dan

hematokrit tidak langsung turun sampai terjadi gangguan kompensasi atau terjadi penggantian

cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan adanya perdarahan.

Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas ditandai dengan

hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan kecurigaan adanya hipovolemia.5

Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena penatalaksanaannya

berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah jantung dan mekanisme kompensasi

simpatis. Tetapi dengan menemukan adanya tanda syok kardiogenik seperti distensi vena

jugularis, ronki dan gallop S3 maka semua dapat dibedakan.5

Tabel 3. Gejala Klinis Syok Hipovolemik

Ringan

(<20% volume darah)

Sedang

(20-40% volume darah)

Berat

(>40% volume darah)

Ekstremitas dingin Sama, ditambah : Sama, ditambah :

Waktu pengisian kapiler

meningkat

Takikardia Hemodinamik tak stabil

Diaporesis Takipnea Takikardi bergejala

9

Page 10: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Vena kolaps Oliguria Hipotensi

Cemas Hipotensi ortostatik Perubahan kesedaran

Sumber : Buku Ajar IPD FKUI

Tabel 4. Klasifikasi berdasarkan Fundamental Critical Care Support

Ringan Sedang Berat

Perdarahan kurang <20%

volume darah

Perdarahan 20-50% darah Perdarahan >50% darah

Penurunan perfusi jaringan

dan organ non vital

Penurunan perfusi pada organ

hati, usus dan ginjal

Perfusi dalam otak dan

jantung tidak adekuat

Tidak ada penurunan

kesadaran

Kesadaran masih baik Penurunan kesadaran

Volume urin normal/ sedikit

berkurang

Oliguria Anuria

Asidosis metabolic Asidosis metabolic Mekanisme kompensasi

vasokonstriksi pada organ dan

jantung

Hipoksia jantung

Varices et causa sirrosis hepatis

Hipertensi portal menyebabkan dilatasi pembuluh darah vena kolateral di anastomose

portosistemik. Varices sering terjadi di bagian bawah esophagus, tetapi dapat juga dijumpai di

lambung sekitar daerah umbilicus dan di rectum. Varices terjadi pada pasien dengan sirosis

hepatis apabila tekanan portal adalah >10mmHg; jika >12mmHg perdarahan varices dapat terjadi

yang dikaitkan dengan mortalitas 30-50% per episode. 6

Varices dianggap penyebab perdarahan gastrointestinal apabila terdapat riwayat penyalahgunaan

alcohol atau sirosis. Cari gejala-gejala penyakit kronik hati, seperti ensefalopati, splenomegali,

asites, hiponatremia, koagulopati dan trombositopeni.6

10

Page 11: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Tabel 5. Pembagian derajat varises

Tingkat 1 Varises yang kolaps pada saat inflasi

esophagus dengan udara

Tingkat 2 Varises antara tingkat 1 dan 3

Tingkat 3 Varises yang boleh menutup lumen esophagus

(Rekomendasi tingkat CII)

Pembagian derajat sirosis Child-Pugh dan resiko perdarahan varices

Grade A = 5-6, Grade B = 7-9, Grade C >10. Resiko perdarahan varices adalah lebih tinggi

apabila nilai skor >8. Pembagian dreajat juga dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas dan

menentukan keperluan untuk transplantasi hati. 6

Tabel 6. Pembagian derajat sirosis Child-Pugh

1 poin 2 poin 3 poin

Bilirubin (mmol/L) <34 34-51 >51

Albumin (g/L) >35 28-35 <28

Prothrombin time

(detik > normal)

1-3 4-6 >6

Acites Tiada Ringan Sedang

Ensefalopati Tiada 1-2 3-4

Manifestasi klinis

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat perdarahan adalah sama

meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respons fisiologi yang normal

adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah

dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi,

11

Page 12: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress serta ekspansi besar guna pengisian

volume pembuluh darah dengan menggunakan cecair interstisial, intraselular dan mengurangkan

produksi urin.5

Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit

gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada hipovolemia

sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas, meski

tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan

jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan

muncul, tekanan darah menurun drastic dan tak stabil walaupun posisi berbaring, pasien

menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat

dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala

penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat

cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat di mana kematian

mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka

dengan resusitasi agresif dan cepat.5

Riwayat Penyakit

Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting

untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok

hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis.

Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan

kelemahan, letargi, atau perubahan status mental

Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya

dinilai pada semua pasien.

Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan

memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk

kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan

kendaraan bermotor)

Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri

Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat.

12

Page 13: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh

darah.

Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung.

Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau

nyeri panggul.

Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang

hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non

steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.

o Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.

o Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat

kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan

pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami

ulkus peptik atau varises esophagus.

Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi

mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik,

perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran

vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk

meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk

menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.4,5

V. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Keluhan utama pasien ketika dibawa ke dokter adalah muntah darah (hematemesis), jadi

difikirkan DD yang turut memberikan gejala hematemesis hingga pasien mengalami syok

hipovolemik. Antara penyakit yang mempunyai gejala hematemesis adalah seperti ;

1. Mallory Weiss syndrome

Mallory Weiss syndrome adalah luka pada membrane mucus di bagian bawah

esophagus atau bagian atas lambung. Perdarahan dapat berlaku pada luka tersebut.

Mallory Weiss biasanya disebabkan oleh muntah dan batuk yang berlanjutan. Selain

itu, dapat juga disebabkan oleh konvulsi epilepsy, atau kelainan lain yang

13

Page 14: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

meningkatkan tekanan di dalam abdomen. Apa sahaja kondisi yang menyebabkan

batuk atau muntah yang hebat dan berlanjutan dapat menyebabkan Mallory Weiss

syndrome. Gejala yang utama adalah melena dan hematemesis. Pada pemeriksaan

darah rutin, pasien dapat menunjukkan nilai hematokrit yang rendah. Diagnosa dapat

ditegakkan dengan melakukan EGD, yang biasanya dilakukan apabila terdapat

perdarahan aktif.7

2. Neoplasma / tumor gaster

Tumor gaster terdiri atas tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak adalah lebih

jarang daripada tumor ganas. Tumor ganas yang terbanyak adalah adenokarsinoma

dan tumor ini menempati urutan ketiga tumor saluran cerna di AS. Hematemesis yang

massif dapat berlaku sebagai komplikasi dari tumor ganas gaster sehingga dapat

menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis tumor ini dapat dilakukan

pemeriksaan gastroskopi dan biopsy.5

3. Ulkus di lambung / tukak gaster.

Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran >5mm

kedalaman submukosal pada mukosa lambung akibat terputusnya

kontinuitas/integritas mukosa lambung. Tukak gaster merupakan luka terbuka dengan

pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris. Pasien tukak

peptic memberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman /

discomfort disertai muntah. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, berbeda

dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan. Tukak pada usia lanjut

biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasi berupa

perdarahan dan perforasi. Diagnosa tukak peptic dibuat berdasarkan :

Pengamatan klinis, dyspepsia, kelainan fisik yang dijumpai, sugestif pasien

tukak

Hasil pemeriksaan penunjang ( radiologi dan endoskopi)

Hasil biopsy untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kuman Helicobacter

pylori.5

14

Page 15: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

VI. ETIOLOGI

Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam

pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang massif atau

kehilangan plasma darah.

1. Perdarahan

a. Hematom subkapsular hati

b. Aneurisma aorta pecah

c. Perdarahn gastrointestinal

d. Perlukaan berganda

2. Kehilangan plasma

a. Luka bakar luas

b. Pankreatitis

c. Deskuamasi kulit

d. Sindrom Dumping

3. Kehilangan cairan ekstraseluler

a. Muntah (vomitus)

b. Dehidrasi

c. Diare

d. Terapi diuretic yang sangat agresif

e. Diabetes insipidus

f. Insufisiensi adrenal5

VII. EPIDEMIOLOGI

Perdarahan varises esophagus ialah salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi portal akibat

sirosis dan terjadi sekitar 10-30% seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas.

Perdarahan varises sendiri terjadi pada 25-35% pasien sirosis. Perdarahan sering disertai dengan

angka morbiditas dan mortiloitas yang tinggi berbanding dengan perdarahan saluran cerna akibat

lain. Perdarahan pertama biasanya member angka mortalitas yang tinggi yang bias mencapai

30%. 70% penderita yang selamat akan mengalami perdarahan ulang. 70-80% pasien yang

mengalami perdarahan rata-rata mempunyai ketahanan hidup selama 1 tahun. Di Indonesia,

15

Page 16: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

sirosis hati masih merupakan penyebab perdarahan saluran cerna yang paling banyak. Kasusnya

kurang lebih 25-82% tergantung daerah di mana pemeriksaan dijalankan. Dari pemeriksaan

endoskopi, perdarahan varises esophagus ditemukan hamper merata diseluruh Indonesia yaitu

sekitar 15-63% 5

VIII. FAKTOR RESIKO

1. Pengambilan obat-obatan pengencer darah. Contohnya seperti Warfarin, Aspirin.

2. Peningkatan tekanan portal

3. Ukuran varices

4. Gambaran endoskopik dari dinding varices seperti haematocystic spot.

5. Skor Child-Pugh >8.6

IX. PATOFISIOLOGI

Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh

darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang

menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai

keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya

serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau

dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).

Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.

b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-

kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan

mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume

sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.

c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu

arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat,

artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer

16

Page 17: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat

mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah

yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan

tekanan darah akan turun. 8

17

Page 18: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major

fisiologi tubuh yaitu sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem

neuroendokrin.9

18

Page 19: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

i. Sistem hematologi

berespon kepada perdarahan hebat yang terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade

pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2

lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak

akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi

fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk

pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.

ii. Sistem kardiovaskular

Awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan

kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul

akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh

baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru.

System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan

ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.

iii. System urogenital (ginjal)

merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular.

Dari pelepasan rennin kemudian diproses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang

memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi

aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif

dan konservasi air.

iv. System neuroendokrin

merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari

hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada

konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada

tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.10

19

Page 20: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

PENATALAKSANAAN

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi

jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak

bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan

pengobatan kausal.

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi CAB. Defisit volume

peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok

septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena

dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat

vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau

perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau

perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Segera menghentikan

perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab

syok11

Pertolongan pertama syok hipovolemik

Posisi Tubuh

1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita

dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.

2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan

sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang

lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk

membebaskan jalan napas.

3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak

sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk

memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan

nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan

bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.

20

Page 21: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak

ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.

5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan

posisi telentang datar.

6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki

ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah

menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita

menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali. 11

Pertahankan Respirasi

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.

2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas

(Gudel/oropharingeal airway).

3. Berikan oksigen 6 liter/menit

4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu

bag) atau ETT. 11

Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit,

isi vena, produksi urin, dan (CVP).

Cari dan Atasi Penyebab

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena

perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat,

perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat,

misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar

uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar

yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh.

Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada

21

Page 22: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau

penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan.

Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis

purulenta difus.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah

mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan

bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang,

tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak)

dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-

perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf

simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume

intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan

dehidrasi interstitial. 12

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali

volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan

memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital

yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan

interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,

dsb) dan cairan garam seimbang. 12

Penanggulangan

Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau

kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara,

bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada

peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah

udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan

cairan.12

22

Page 23: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Pemilihan cairan resusitasi

Pemilihan cairan yang terbaik untuk resusitasi masih selalu merupakan kontroversi antara

kristolaid atau koloid. Namun demikian penggunaan cairan kristaloid sebagai langka pertama

dalam resusitasi telah menjadi pedoman umum.

Terdapat beberapa pilihan yaitu :

Cairan Elektrolit (isotonik) kristaloid, terdiri dari: Ringer Laktat, Na Cl 0,9%,- Ringer Asetat

Cairan koloid, seperti:

Alami : Plasma atau Albumin

Sintesia, bisa berupa Gelatin, Strach atau Dekran

Cairan Hipertonik + Detran (HSD NaCl 7,5% + 6% Dextran 70)12

Teknik

Pemberian cairan-cairan Kristaloid (Ringer Laktat, Ringer Asetat) mempercepat koreksi

hipovolemia. Dimenganjurkan pemberian RL 2000 ml secepat mungkin. Jika hemodinamik

masih belum baik ditambah 1000 ml lagi dalam waktu 10 menit. Dengan demikian masa

hipovolemia, vasokonstriksi, penurunan perfusi organ dan hipoksia jaringan dapat dipersingkat.

Ringer laktat tidak memperberat asidosis laktat. Volume yang diberikan memperbaiki sirkulasi

dan transpor oksigen kejaringan, sehingga metabolisme aerobik bertambah dan produksi asam

laktat berkurang. Sirkulasi yang membaik akan membawa timbunan asam laktat ke hati di mana

asam laktat melalu siklus krebb diubah menjadi HCO3 yang menetralisir asidosis metabolik.

Cairan koloid memiliki tekanan onkotik mirip plasm dan tinggal dalam pembuluh darah lebih

lama maka tekanan darah kembali normal lebih cepat. Ada dua macam cairan koloid yaitu

derivat plasma protein (Albumin, Plasma Protein Fraction) dan bahan sistemik yakni plasma

substitusi (dulu disebut Plasma Expander). Albumin adalah cairan yang paling fisiologis, tetapi

harganya sangat mahal. Banyak peneliti menyatakan bahwa larutan albumin isotonis tidak

memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan RL atau plasma substitusi. Penggunaan

23

Page 24: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

NaCl hipertonis dengan kadar 7,5% dalam volume kecil untuk mengganti perdarahan mulai

banyak diteliti.12

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:

Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.

Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan

darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi

cairan.

Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin.

Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan

adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila

volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa

diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5

µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12

cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak,

pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.12

X. PREVENTIF

Pencegahan memburuknya syok

Langkah mencegah daripada terjadinya syok adalah lebih mudah berbanding upaya yang

dilakukan untuk merawat seseorang yang mengalmi syok. Untuk mengelakkan syok menjadi

bertambah berat, maka langkah yang perlu segera di ambil adalah mendeteksi dan merawat

punca terjadinya syok. Pertolongan cemas pertama dapat membantu mengawal keadaan syok.

Pengobatan pasien dengan perdarahan varises gastroesofagus meliputi prevensi terhadap

perdarahan pertama (primary prophylaxis) yaitu upaya untuk memprevensi perdarahan aktif dan

prevensi perdarahan ulang (secondary prophylaxis).13

24

Page 25: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Profilaksis primer perdarahan varises esophagus

Ketika varises esophagus teridentifikasi pada pasien sirosis, risiko terjadinya perdarahan ialah

25-35%. Outcome setelah perdarahn pertama adalah buruk, maka tindakan mengidentifikasi

pasien dengan risiko tinggi dan mencegah dari terjadinya perdarahan adalah sangat

penting. Antara tindakan yang boleh dilakukan ialah skrining dengan endoskopi. Umumnya,

skrining ini dianjurkan untuk semua pasien dengan sirosis yang bertujuan untuk menegakkan

apakah ada varises esophageal yang berukuran besar. Seterusnya, jika varises esophagus

terdeteksi dan sudah di tingkat 3 atau 4, tindakan ligasi (pengikatan) dianjurkan biarpun belum

terjadi perdarahan. Rekomendasi Baveno III-2000, metode profilaksis primer yang paling baik

dan efektif ialah;

Penggunaan propanolol yang bertujuan untuk menurunkan gradient tekanan vena

hepatica menjadi kurang daripada 12 mm Hg. (rekomendasi AI)

Dosis dimulai dengan 2x40mg, dinaikkan hingga 2x80mg bila perlu. Pemakaian long

acting propanolol dalam dosis 80 atau 160 mg dapat digunakan untuk mengatasi

masalah kepatuhan pasien dalam meminum obat. (rekomendasi AI)

Jika penggunaan propanolol di kontraindikasikan atau terdpat intoleransi terhadap

propanolol, pengobatan ligasi varises endoskopi (LVE) menjadi pilihan.

(rekomendasi AI)

Dalam situasi dimana propanolol dan LVE tidak dapat digunakan, isosorbide

mononitrat dipakai sebagai pilihan utama dengan dosis 2x20 mg. (rekomendasi BI)13

Profilaksis sekunder

Profilaksis sekunder untuk perdarahan varises pada sirosis dapat dilakukan dengan cara berikut;

Ligasi varises endoskopik (LVE)

Setelah perdarahan aktif, pilihan pertama ialah varises harus diligasi (rekomendasi

AI) dengan 1 ligator setiap minggu sampai varises hilang (rekomendasi BI).

Pemakaian over tube sebaiknya dihindari karena boleh menambahkan komplikasi

25

Page 26: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

(rekomendasi BII). Setelah sembuh, pasien harus mengikuti endoskopi setiap 3 dan 6

bulan. Jika terdapat varises baru, tindakan eradikasi harus dilakukan kembali.

Skleroterapi endoskopik (STE)

STE dilakukan pada situasi yang tidak memungkinkan untuk digunakan

LVE( Rekomendasi BI). Bahan sklerosan yang digunakan tergantung persediaan yang

ada. Interval pengobatan yang dijalankan adalah sama dengan pengobatan LVE.

(rekomendasi AII)

Penghambat beta non-selektif dengan atau tanpa terapi endoskopik

Kombinasi STE dengan penghambat beta non-selektif , maupun beta bloker tunggal ,

dapat digunakan. Bila yang dipilih yang terakhir, maka sebaiknya dilakukan

pemeriksaan pengukuran HVPG, untuk memastikan bahwa pengobatan tersebut

berhasil menurunkan tekanan HVPG di bawah 12 mm Hg. (rekomendasi AII)

Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt (TIPSS)

TIPSS lebih efektif untuk menekan perdarahan ulang varises berbanding terapi

endoskopik yang lain. Namun, kaedah ini tidak dapat memperbaiki ketahanan hidup

pasien dan sering di ikuti ensefalopati hepatic. Tidak semua pusat kesehatan

mengerjakan tindakan ini dan hanya dilakukan di tempat yang tersedia alat untuk

melakukan tindakan ini. (Rekomenasi tingkat AI)13

Antara panduan dalam melakukan prevensi pada pasien sirosis adalah seperti;

i. Siapa yang harus dilakukan surveilans untuk perdarahan varises?

Semua pasien sirosis sebaiknya dikerjakan endoskopi pada saat diagnosis sirosis

dilakukan (Rekomendasi CI)

ii. Barapa kali pasien sirosis harus diendoskopi?

Jika varises tidak ditemukan semasa endoskopi pertama, pasien sirosis harus

dilakukan endoskopi berkala dengan jarak 3 tahun sekali (Rekomendasi AII)

26

Page 27: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

Bila ditemukan varises yang kecil semasa diagnosis ditegakkan, endoskopi

berkala setahun sekali perlu dilakukan. (Rekomendasi grade AII)

iii. Pasien sirosis mane yang perlu dilakukan profilaksis primer?

Bila dibuat diagnosis varises tingkat 3, pasien harus mendapat profilaksis primer,

tanpa melihat beratnya gangguan faal hati pasien. (Rekomendasi AI)

Jika varises pasien adalahpada tingkat 2, dengan gangguan faal hati, Child kelas B

atau C, merka perlu mendapat profilaksis primer (Rekomendasi BI)14

XI. PROGNOSIS

Deteksi dini dan juga terapi yang adekuat dapat meghasilkan prognosis yang baik. Namun, jika

syok berlanjut ke level yang lebih tinggi iaitu dengan kehilangan cairan tubuh yang melebihi

25% dari total cairan tubuh di nyatakan sebagai syok yang ireversibel dan dapat mengakibatkan

kematian.14

XII. PENUTUP

Syok adalah suatu keadaan kegawadaruratan yang harus ditanggulangi segera. Terdapat beberapa

tipe syok yang diketahui dengan pelbagai penyebab dan harus dibedakan satu dengan yang

lainnya. Dengan terapi yang benar dan cepat, keadaan pasien syok dapat diselamatkan dan pasien

bisa segera kembali pulih. Sebaliknya jika terapi dilengahkan, keadaan pasien malah menjadi

lebih cepat memburuk dan dapat berakibat kematian.

27

Page 28: Kasus 6 - Syok Hipovolemik (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta

2. Kesadaran dan GCS. 2009. Diunduh dari

http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/25/kesadaran-dan-gcs/ pada 14 Nopember 2011.

3. Djumhana H.A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu Penyakit

Dalam – RS Dr Hasan Sadikin / FK Unpad. Diunduh dari, http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas.pdf, pada 15

Nopember 2011.

4. Hypovolemic shock. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/760145-

overview

5. Aru WS et al. Buku Ajar IPD FKUI. 4th ed. Pusat Penerbitan FKUI. 2006; Hal. 180-1,

338-44, 349-51, 297-304

6. Murray L et al. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 8th ed. Oxford University Press.

Hal. 252-255.

7. Mallory Weiss Syndrome. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/931141-

overview

8. Maier RV. Approach to the patient with shock. In: Fauci AS, Harrison TR, eds.

Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York, NY: McGraw Hill;

2008:chap 264.

9. Tarrant AM, Ryan MF, Hamilton PA, Bejaminov O. A pictorial review of hypovolaemic

shock in adults. Br J Radiol. 2008;81:252-257

10. den Uil CA, Klijn E, Lagrand WK, Brugts JJ, Ince C, Spronk PE, Simoons ML. The

microcirculation in health and critical disease. Prog Cardiovasc Dis. 2008;51:161-170.

11. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:

Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical

Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.

12. Spaniol JR, Knight AR, Zebley JL, Anderson D, Pierce JD. Fluid resuscitation therapy

for hemorrhagic shock. J Trauma Nurs. 2007;14:152-156.

13. Derita Pasien Sirosis, Ethical Digest no.72 tahun 7 keluaran februari 2010; 28-35

14. Menangani Vena Hepatika Tersumbat Ethical Digest no 84, tahun 8,keluaran Februari

2011; 24-28

28