5
PENETAPAN KADAR ABU (AOAC 2005) Liza Amalia Nf a , Novianti a , Listi Nur Janah a , Ririn Apriani a , Alberigo Pranan Jaya a , Lendy Hakim a (Putri Gita Puspita a ) a Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 16680 Bogor, Indonesia ABSTRAK __________________________________________________________________ ____________ Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Praktikum ini bertujuan melakukan analisis proksimat, yaitu penetapan kadar abu dalam berbagai sampel pangan. Praktikum ini menggunakan metode pengabuan kering dan gravimetri untuk menetapkan kandungan abu biskuit di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat. Data dinalisis menggunakan perhitungan sederhana rumus metode gravimetri. Hasil yang diperoleh adalah dari rata-rata sampel sebesar 3.0056 gram biskuit didapatkan persen kadar abu rata- rata sebesar 1.0696%. Hasil ini lebih besar dari literatur yang diacu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kontaminasi akibat kelalaian praktikan saat pengambilan cawan dari tanur dan desikator yang tidak menggunakan tang penjepit sehingga kadar abu yang didapat tidak begitu akurat. Kata Kunci: Analisis, abu, gravimetri, biskuit ________________________________________________________________________________ _____________ 1. PENDAHULUAN Biskuit merupakan produk yang berasal dari tepung terigu halus dan dalam formulanya mengandung gula dan lemak yang tinggi, tapi mengandung sedikit air (Faridi 1994). Menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit kaya akan energi, terutama berasal dari karbohidrat dan lemak. semakin berkembangnya teknologi khususnya teknologi fortifikasi, biskuit tidak lagi sebagai sumber energi, akan tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain, salah satunya mineral (Avianisa 2011). Kandungan mineral dalam biskuit dapat dianalisis, salah satunya adalah dengan cara mengabukan biskuit yang hasilnya berupa abu. Komponen dari abu adalah bahan anorganik sisa pembakaran yang dapat dijadikan patokan jumlah mineral dalam bahan pangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar abu suatu bahan pangan merupakan kadar mineral bahan pangan tersebut. Kandungan abu

Laporan AZG Makro Fix

Embed Size (px)

Citation preview

PENETAPAN KADAR ABU (AOAC 2005)Liza Amalia Nfa, Noviantia, Listi Nur Janaha, Ririn Apriania, Alberigo Pranan Jayaa, Lendy Hakima (Putri Gita Puspitaa)aDepartemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 16680 Bogor, IndonesiaABSTRAK ______________________________________________________________________________Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Praktikum ini bertujuan melakukan analisis proksimat, yaitu penetapan kadar abu dalam berbagai sampel pangan. Praktikum ini menggunakan metode pengabuan kering dan gravimetri untuk menetapkan kandungan abu biskuit di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat. Data dinalisis menggunakan perhitungan sederhana rumus metode gravimetri. Hasil yang diperoleh adalah dari rata-rata sampel sebesar 3.0056 gram biskuit didapatkan persen kadar abu rata-rata sebesar 1.0696%. Hasil ini lebih besar dari literatur yang diacu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kontaminasi akibat kelalaian praktikan saat pengambilan cawan dari tanur dan desikator yang tidak menggunakan tang penjepit sehingga kadar abu yang didapat tidak begitu akurat. Kata Kunci: Analisis, abu, gravimetri, biskuit_____________________________________________________________________________________________1. PENDAHULUANBiskuit merupakan produk yang berasal dari tepung terigu halus dan dalam formulanya mengandung gula dan lemak yang tinggi, tapi mengandung sedikit air (Faridi 1994). Menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit kaya akan energi, terutama berasal dari karbohidrat dan lemak. semakin berkembangnya teknologi khususnya teknologi fortifikasi, biskuit tidak lagi sebagai sumber energi, akan tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain, salah satunya mineral (Avianisa 2011).

Kandungan mineral dalam biskuit dapat dianalisis, salah satunya adalah dengan cara mengabukan biskuit yang hasilnya berupa abu. Komponen dari abu adalah bahan anorganik sisa pembakaran yang dapat dijadikan patokan jumlah mineral dalam bahan pangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar abu suatu bahan pangan merupakan kadar mineral bahan pangan tersebut. Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan sejumlah tertentu makanan dalam tanur pada suhu 500-600oC (Hernawati 2010).

Mineral merupakan zat gizi mikro yang penting untuk tubuh. Karena mineral merupakan zat gizi mikro, kebutuhan mineral tubuh tidak banyak, namun jika terjadi defisiensi akan mengakibatkan gangguan bagi tubuh. Hal ini merupakan alasan pentingnya mahasiswa gizi untuk melakukan analisis kandungan mineral bahan makanan. Cara mengetahui kandungan mineral adalah dengan menghitung kadar abu bahan makanan tersebut seperti yang dilakukan dalam praktikum ini. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan analisis proksimat, yaitu penetapan kadar abu dalam berbagai sampel.2. METODE 2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 26 Februari 2014. Praktikum ini dilaksanakan pada pukul 13.00-1600 WIB di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Pada percobaan analisis penetapan kadar abu, alat yang digunakan adalah cawan porselen, tanur, neraca analitik, penangas, desikator, dan tang penjepit. Bahan yang digunakan adalah biskuit.2.3 Prosedur Percobaan

Prosedur praktikum penentuan kadar abu dengan menggunakan metode pengabuan kering dan metode gravimetrik. Metode pengabuan kering adalah metode pengabuan dengan menggunakan tanur (5000C 6000C) selama 3 jam. Pada metode pengabuan kering, air dan bahan volatile lain diuapkan kemudian zat-zat organik dibakar hingga menghasilkan CO2, H2O, dan N2. Sedangkan gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Berikut diagram alir metode pengabuan kering dan gravimetri dari percobaan ini.2 buah cawan porselen (untuk duplo) dikeringkan dan dipanaskan di atas penangas selama 5 menit. Kemudian dipanaskan kembali di dalam tanur 5500C selama 15 menit

Cawan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit

Cawan ditimbang dengan neraca analitik hingga mendapatkan berat konstan

Bahan sampel dimasukkan ke dalam masing-masing cawan sebanyak 3 gram

Bahan di dalam cawan dipanaskan diatas penangas hingga asap menghilang

Setelah asap mengilang, bahan dipanaskan kembali di dalam tanur dengan suhu 5500C selama 1-1.5 jam hingga bahan menjadi abu yang berwarna putihSetelah bahan menjadi abu, didinginkan di dalam desikator selama 15 menit

Bahan di dalam cawan ditimbang kembali hingga didapatkan berat cawan+abu yang konstanGambar 1 Percobaan penetapan kadar abu metode pengabuan kering3. HASIL

Sampel yang digunakan pada penetapan kadar abu metode pengabuan kering dan gravimetrik ini adalah biskuit. Berikut adalah hasil perhitungan kadar abu pada biskuit. Tabel 1 Hasil perhitungan kadar abu dalam sampelSampelBeratKadar abu

(c-a)

cawan (a)sampel (b)Cawan +sampel setelah diabukan (c)

Biskuit22.89693.001422. 92811.0395

Biskuit19.39983.009719.43291.0998

Perhitungan % abu

= 22.9281 22.8969 x 100% 3.0014= 1.0395%

Keterangan:

A = Berat cawan + sampel yang telah diabukanB = Berat cawan kosong 4. PEMBAHASAN

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003). Penetapan kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering dan gravimetrik.

Metode pengabuan kering adalah metode pengabuan dengan menggunakan tanur (5000C 6000C) selama 3 jam, sehingga air dan bahan volatile lain menguap dan zat-zat organik yang dibakar menghasilkan CO2, H2O, dan N2, sedangkan gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan (Khopkar 2003).

Tahapan dalam proses penetapan kadar abu adalah Pengabuan dan Pengarangan. Menurut Khopkar (2003) pengarangan merupakan salah satu tahapan dalam analisis kadar abu. Pengarangan dilakukan sebelum bahan uji diabukan. Pengarangan dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselen di atas api. Hal ini dilakukan untuk menguapkan zat organik dalam bahan pangan.

Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Terdapat tiga jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis kadar abu seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur. Pengabuan sering memerlukan waktu yang lama untuk mempercepat proses pengabuan dapat dilakukan beberapa cara yaitu menambah bahan dengan kwarsa murni sebelum pengabuan untuk memperluas permukaan dan menambah porositas, menambahkan gliserol-alkohol sehingga akan terbentuk kerak yang porosus dan proses oksidasi semakin cepat, dan menambahkan hidrogen peroksida untuk mempercepat oksidasi (Khopkar 2003).

Metode gravimetrik ini memiliki kekurangan dan kelebihan dalam penggunannya yaitu menetapkan kadar abu. Menurut Basset (1991), kelebihan yang penting dari analisis gravimetrik adalah bahwa bahan penyususnan zat telah diisolasi, dan jika perlu dapat diselidiki terhadap ada tidaknya zat pengotor, dan di adakan koreksi. Kekurangan dari gravimetrik adalah umumnya lebih memakan banyak waktu. Selain dari itu, kelebihan dari metode ini adalah hanya membutuhkan reagen yang sedikit dan aman.

Percobaan penetapan kadar abu ini menggunkan metode gravimetri dan pengabuan kering karena berbagai kelebihan yang dimilikinya walau memakan waktu yang cukup lama.

Bedasarkan tabel 1 di atas kadar abu biskuit hasil praktikum yaitu 1.0395% dan 1.0998% dengan persentase kadar abu rata-rata sebesar 1.0696%, sedangkan persentase kadar abu pada nutrition fact adalah sebesar 0.2286%. Hasil tersebut berbeda karena sebetulnya tidak tercantum kadar abu pada nutrition fact sampel, sehingga pendekatan yang digunakan adalah kadar mineral yang tercantum dalam nutrition fact sampel tersebut, yaitu kadar Natrium. Selain itu, perbedaan jumlah kadar abu pada hasil praktikum dan nutrition fact terjadi karena kesalahan praktikan saat pelaksanaan praktikum penetapan kadar abu ini. Kesalahan yang terjadi diantaranya kelalaian praktikan yang tidak menggunakan tang penjepit besi melainkan menggunakan tangan langsung saat akan menimbang. Hal tersebut dapat mengubah kadar abu akibat kontaminasi sehingga mengakibatkan hasil yang tidak tepat.5. KESIMPULANPenetapan kadar abu pada biskuit dilakukan dengan menggunakan metode analisis gravimetrik dan pengabuan kering. Data analisis kandungan abu pada biskuit tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Nutrition Fact. Ketidaktepatan tersebut terjadi kemungkinan karena kontaminasi pada sampel atau pada cawan porselen saat melakukan percobaan.

6. DAFTAR PUSTAKAAvianisa. 2011. Pengembangan informasi nilai gizi pangan produk biskuit, cookies, wafer, dan wafer stick untuk tujuan klaim produk di PT. Arnotts Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Basset J, at al. 1991. Vogels Textbook Ofquantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis. London: Longman Group UK Limited. Faridi F. 1994. The Science of Cookie and Crackers Production. New York (US): Chapman and Hall.

Hernawati. 2010. Teknik analisis nutrisi pakan, kecernaan pakan, dan evaluasi energi pada ternak [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.SNI 01-2973-1992. 1992. Biskuit. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional.

Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.