makalah pleno 20

Embed Size (px)

Citation preview

PendahuluanPembesaran prostat benign atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benign ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi(voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi),dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.PembahasanAnatomi Kelenjar Prostat

Pada pria normal, prostat berukuran kira-kira sebesar kenari, letaknya menegelilingi uretra pars prostatika dan di antara leher kandung kemih serta diafragma urogenitalis. Apeks prostat terletak di atas sfingter uretra eksterna kandung kemih. Di anterior berbatasan dengan simfisis pubis namun dipidahkan oleh lemak ekstraperitoneal pada rongga retropubis (kavum Retzius). Di posterior, prostat dipisahkan dari rektum oleh fasia Denonvillers.1

Prostat terdiri dari lobus anterior, posterior, media, dan lateral. Pada pemeriksaan rektal bisa teraba sulkus medial posterior di antara kedua lobus lateral. Lobus-prostat mengandung kelenjar yang mensekresi basa yang ditambahkan pada cairan semen pada saat ejakulasi. Kelenjar prostat membuka ke sinus prostatikus. Duktus ejakulatorius, yang mengalirkan cairan dari vesikula seminalis dari vas, memasuki bagian atas prostat dan kemudian ke uretra pars prostatika di verumontanum. Darah berasal dari arteri vesikalis inferior. Pleksus vena prostatika terletak di antara kapsula prostat dan selubung fibrosa luar. Pleksus ini menerima darah dari venda dorsalis penis dan mengalirkannya ke vena iliaka interna.1

Pada sistem perkemihan, vesika urinaria dan uretra juga mempunyai peranan yang penting dalam berkemih. Anatomi uretra pria dibagi atas uretra pars prostatika, uetra pars membranosa, dan uretra pars penis.1Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.2Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan 30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:2 Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.

Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan pendidikan.

Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan, lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.

Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Hal-hal yang dapat ditanyakan: Adakah ada retensi urin sebelumnya ?

Apakah sebelumnya pernah melakukan operasi? Terutama pengikisan prostat transuretra atau transurethra resection of prostate (TURP) atau prostatektomi terbuka?

Adakah riwayat pemasangan kateter sebelumnya?

Adakah riwayat ISK?

Adakah riwayat batu ginjal?

Adakah riwayat penyakit neurologi?

Apakah pasien saat ini menjalani pengobatan ISK, hiperplasia/ keganasan prostat? Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami. Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai: sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut

frekuensi serangan atau kualitas penyakit

sifat serangan atau kuantitas penyakit

lamanya penyakit tersebut diderita

perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya

lokasi sakitnya

akibat yang timbul gejala-gejala yang berhubunganAnamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping itu ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat penyakit saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-obatan. Untuk menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuesioner, dimana yang umumnya dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Pada kasus BPH, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :2,3 Bagaimana perasaan setelah buang air kecil? Lampias atau tidak lampias (vesika urinaria tidak kosong setelah miksi) Seberapa sering dalam sehari buang air kecil? Sering / tidaknya miksi

Bagaimana pancaran air kemih waktu berkemih? Terdapat arus kemih yang berhenti saat miksi / tidak? Bagaimana arus buang air kecil lancar, setetes-setetes? (lemah saat miksi / tidak) Dapatkah menahan buang air kecil? Tidak dapat menahan miksi / dapat Apakah terjadi kesulitan saat memulai buang air kecil / tidak? Apakah sering buang air kecil pada waktu malam hari atau terbangun pada malam (nokturia)? Pemeriksaan fisik 1. Pasien tampak sakit ringan/sedang/berat/kelebihan cairan/kesakitan

2. Tanda infeksi sitemik (demam, takikardia,nyeri tekan pinggang)

3. Memeriksa apakah kandung kemih membesar (dengan palpasi dan perkusi)

4. Memeriksa pembesaran prostat dengan rectal toucer/DRERectal Toucher merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :3-5 Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

Adakah asimetris

Adakah nodul pada prostate (merupakan tanda dari adanya keganasan)

Apakah batas atas dapat diraba

Sulcus medianus prostate

Adakah krepitasi

Pembesaran kelenjar prostat lobus lateral pada pemeriksaan colok dubur, simetris dan keseluruhannya elastis. Lobus median berbatasan dengan vesica urinaria dan tidak teraba membesar pada pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan ini, prostat harus dipalpasi dengan teliti terhadap kemungkinan adanya nodul atau pengerasan yang mengindikasikan pada adanya suatu karsinoma.4,5Secara umum, pemeriksaan colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Pada penderita retensi urin akut, benjolan yang teraba di atas rongga pelvis akan terasa sangat nyeri pada waktu palpasi.6-11Pada pemeriksaan fisik, apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus. 6-11

Meskipun pemeriksaan ini wajib dilakukan, ukuran besarnya prostat tidak mempunyai korelasi dengan beratnya gejala, derajat obstruksi, hasil pengobatan dan tidak merupakan pertimbangan untuk melakukan pengobatan secara aktif apabila dibutuhkan. Besarnya ukuran prostat hanya berguna untuk menentukan prosedur bedah yang sesuai untuk penderita. Misalnya pada prostat yang kecil dapat ditindaklanjuti dengan single Bladder Neck Incision (BDI), sementara pada prostat yang sangat besar mungkin membutuhkan prostatectomy terbuka dibandingkan dengan melakukan Transurethral Resection of the Prostat (TURP). 6-11Pemeriksaan penunjang Urinalisis Bertujuan untuk menyingkirkan adanya infeksi atau hematuria dan pengukuran kadar serum ureum kreatinin untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan BPH. Kadar PSA serum biasanya dapat dilakukan, namun sebagian besar ahli memasukkan pemeriksaan PSA ke dalam pemeriksaan awal, dibandingkan dengan pemeriksaan RT saja.6-11 PSA Disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specifik tetapi bukan kanker specifik. Serum PSA dapat dipakai untuk mengetahui perjalanan penyakit dari BPH. Apabila kadar PSA tinggi berarti :(a) Pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) Keluhan akibat BPH atau laju pancaran urin lebih buruk, (c) Lebih mudah terjadinya retensi urine akut.6-9 Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA, makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada peradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:6-9 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun:0-3,5 ng/ml

60-69 tahun:0-4,5 ng/ml

70-79 tahun: 0-6,5 ng/mlMeskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terkena karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat.7Pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya.5-7 Ultrasonografi Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau tranrektal (transrectal ultrasonography = TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik.10 Sistografi Pemeriksaan sistografi dilakukan apabila dalam anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistocopy dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.10 Sistometrogram dan urodinamik Pemeriksaan ini diperlukan pada pasien yang diduga mengalami kelainan neurologis atau pada pasien dengan riwayat kegagalan operasi prostat.4 Pemeriksaan urodinamika merupakan pemeriksaan optional pada evaluasi pasien BPH bergejala. Meskipun merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika saat ini merupakan pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO), dan mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakan pembedahan. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan nilai prediksi positif sebesar 95%. Indikasi pemeriksaan urodinamika pada BPH adalah: 9-11 Berusia < 50 tahun atau lebih dari 80 tahun dengan volume residual urine>300 mL, Qmax>10 ml/detik, setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis, Setelah gagal dengan terapi invasif, atau

Kecurigaan adanya buli-buli neurogenik

Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) Adalah sisa urine yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. 78% pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL.10Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melakukan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia. Peningkatan volume residual urine tidak selalu menunjukkan beratnya gangguan pancaran urine atau beratnya obstruksi. Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup banyak dan volume residual urine lebih 350 ml seringkali telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.8-10Beberapa negara terutama di Eropa merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari pemeriksaan awal pada BPH dan untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena variasi intraindividual yang cukup tinggi, pemeriksaan PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan melalui USG transabdominal.8-10 Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran.8-10Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi. Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan pancaran urine, sebab pancaran urine yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau kelemahan otot detrusor. Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu tidak ada BOO. Namun demikian sebagai patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat korelasi antara nilai Qmax dengan derajat BOO sebagai berikut: 8-10 Qmax < 10 ml/detik 90% BOO

Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO

Qmax >15 ml/detik 30% BOOHarga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax 150 mL dan diperiksa berulangkali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif Qmax untuk menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et al (1996) dan Jepsen et al (1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urine 4 kali.10Bila pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien mempunyai pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan urodinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani pembedahan. Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan oleh obstruksi prostat (BPO) melainkan disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan desobstruksi tidak akan bermanfaat. 8-10 Biopsi Kelenjar ProstatBiopsi kelenjar prostat merupakan eksisi jarum pada specimen jaringan prostat untuk pemeriksaan histologik. Indikasinya antara lain hipertrofi prostat yang berpotensial ganas dan nodul prostat. Pendekatan perineal, transrektal, atau transurethral dapat digunakan. Pendekatan transrektal digunakan untuk lesi prostat tinggi. Tujuan dari biopsy ialah : untuk memastikan kanker prostat, untuk menentukan penyebab hyperplasia prostat.8,9Temuan normal: Normalnya, kelenjar prostat terdiri atas kapsul fibrosa yang tipis yang mengelilingi stroma, yang terbuat dari jaringan ikat dan elastic serta serat-serat otot polos. Kelenjar epitel yang ditemukan dalam jaringan ini serta serat otot mengalir ke duktus ekskresi utama.8,9Temuan abnormal:

Pemeriksaan histologik memastikan kanker. Uji selanjutnya, yaitu bone scan, biopsy sumsum tulang, uji antigen spesifik prostat, serta penentuan fosfatase asam serum dan fosfatase asam prostat, dapat mencari luasnya kanker. Kadar fosfatase asam biasanya meningkat pada karsinoma prostat metastatic, kadarnya csenderung rendah pada karsinoma yang terbatas pada kapsul prostat. Pemeriksaan histologik juga dapat digunakan untuk mendeteksi hyperplasia prostat jinak, prostatitis, tuberculosis, limfoma, dan, kanker rectum atau kandung kemih.8,9Diagnosis kerja

Berdasarkan keluhan pasien yaitu adanya nokturia, merasa tidak lampias setelah BAK dan pancaran urin yang melemah maka diagnosis kerja pada kasus ini adalah benign prostatic hyperplasia (BPH).

Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertrofi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia. 6,7Daerah yang sering terkena adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial. Berat prostat bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan pembesaran prostat yang beratnya melebihi 200 gram. Secara mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung pada unsur yang berproliferasi. Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papila-papila ke dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. 6,7Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Di dalam lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler dan kadang-kadang corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan infiltrasi sel limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka tampak jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan, disebut hiperplasia fibromatosa.6,7Diagnosis Banding

Kelainan obstruktif lain pada saluran kemih bagian bawah, seperti striktur uretra, kontraktur leher kandung kemih, batu buli, atau kanker prostat yang harus dipikirkan pada pasien yang diduga menderita BPH. Riwayat pemasangan alat pada uretra, uretritis, atau trauma harus ditanyakan untuk menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur dari leher kandung kemih. Hematuria dan nyeri sering berhubungan dengan batu buli. Kanker prostat dapat dideteksi dengan adanya kelainan pada pemeriksaan RT atau dari peningkatan kadar PSA.8-10Infeksi saluran kemih, yang dapat menyerupai keluhan iritatif dari BPH, dapat ditentukan dengan pemeriksaan urinalisis dan kultur; namun ISK juga dapat merupakan komplikasi dari BPH. Walaupun keluhan BAK iritatif juga berhubungan dengan karsinoma vesika urinaria, terutama karsinoma in situ, pemeriksaan urinalisis biasanya menunjukkan adanya hematuria. 10Pada pasien dengan neurogenik bladder dapat ditemukan keluhan dan tanda dari BPH, namun riwayat kelainan neurologik, stroke, diabetes mellitus, atau trauma punggung juga didapatkan pada pasien. Sebagai tambahan, pemeriksaan RT didapatkan perubahan tonus sfingter rektal atau refleks bulbokavernosus. Keluhan konstipasi mungkin disebabkan oleh kelainan neurologis.12 Karsinoma prostat

Di Negara barat kanker prostat merupakan kanker ke-2 yang menyebabkan kematian dan paling banyak terdiagnosis. Pada golongan negro amerika, insidensi kanker ini bahkan 2x dengan angka kematian 3x dibanding populasi lain. Oleh karena itu pada usia lanjut pemeriksaan rutin yang dianjurkan setiap tahun sekali setelah usia 50 tahun. Pada mereka yang beresiko tinggi (misalnya ada riwayat kanker prostat di keluarga) pemeriksaan tersebut bahkan dianjurkan dimulai setelah usia 40 tahun.6Gejala-gejala karsinoma prostat biasanya tidak spesifik, sehingga keganasan ini seringkali ditemukan secara tak sengaja waktu dilakukan colok dubur. Gejala lain yang mengarah ke diagnosis karsinoma ini mungkin adalah terdapatnya retensio urin yang terjadi dengan cepat dan nyeri skeletal akibat metastasis yang terjadi. Hematuria diawal miksi, sering berkemih, disuria, discharge urethral bercampur darah atau nokturia merupakan gejala yang tak spesifik. Bilamana teraba nodul mencurigakan pada colok dubur disertai dengan peningkatan kadar PSA, pemeriksaan selanjutnya berupa biopsy (dengan panduan USG rektal) merupakan indikasi.6Tabel 1. Stadium Tumor Primer Postat

TerlokalisasiT0 tidak dicurigai T1 hanya didiagnosis secaa histolohia (klinis,radiologis(-)T2 teraba-terbatas pada prostat

Penyebaran lokalT3 penyebaran ke vesikula seminalis

T4 penyebaran ke dinding pelvis

T1-4 penyakit metastasis

Strikture urethra

Striktur uretra adalah berkurangnya diameter dan atau elastisitas uretra akibat digantinya jaringan uretra dengan jaringan ikat yang kemudian mengerut sehingga lumen uretra mengecil. 10Striktur uretra diakibatkan dari faktor kongenital atau yang didapat.

Striktur uretra dapat disebabkan oleh:131. Pascatrauma:akibat pemasangan kateter, atau trauma eksternal. Striktur paling banyak terdapat pada sambungan penoskrotal atau uretrabagian penis proksimal. Trauma pada selangkangan akan menekan uretra melawan simpisis pubis dengan kemungkinan terkadi ruptur, sehingga penting dilakukan uretrografi sebelum pemasangan kateter. Kateter suprapubik merupakan pilihan yang lebih disukai pada keadaan ini.

2. Peradangan: biasanya terjadi pada uretra anterior, sering disebabkan infeksi gonorrhoea, tuberkulosis, atau uretritis nonspesifik.

3. Neoplasia: terjadi akibat infiltrasi keganasan, namun jarang.

Gejala utama striktur uretra adalah berkurangnya aliran urin yang keluar dan kesulitan berkemih. Gejala dan tanda lain berkaitan dengan ISK dan retensi urin. Dapat diperlihatkan melalui penyuntikan kontras secara retrograd ke dalam meatus (uretrogram anterior) atau melalui pemasukan kontras ke dalam kandung kemih, kemudian dilakukan pengambilan film saat pasien berkemih (uretrogram desenden). striktur uretra dapat diperbaiki dengan uretroplasi atau melebarkan lumen yang menyempit dengan memasukkan splinting kateter.14 Kontraktur Leher Kandung Kemih

Disebabkan akibat komplikasi dari TURP atau prostatektomi radikal maupun radiasi. Pada prostatektomi radikal, operasi melibatkan penyambungan dari leher kandung kemih ke uretra membran setelah prostat dibuang. Jika hubungan persambungan yang dibuat tadi menjadi sempit dan terbentuk jaringan parut, maka dinamakan kontraktur leher kandung kemih.Gejala yang mungkin ditimbulkan antara lain inkontinensia urin. Pada obstruksi leher kandung kemih, terdapat inkontinensia overflow.penyumbatan pada kontraktur leher kandung kemih dapat menyebabkan kerusakan kandung kemih itu sendiri dan kerusakan ginjal.15

Pemeriksaan kontraktur leher kandung kemih dapat dilakukan cystourethrogram untuk melihat keadaan leher kandung kemih dan uretra pada saat berkemih, apakah uretra terisi oleh urin atau tidak. Penatalaksanaan dilakukan dengan urethotomy internal (TIUBN).15 Neurogenik bladder

Neurogenic bladder merupakan kelainan yang disebabkan dari lesi pada sistem saraf dan memicu terjadinya inkontinensia urin. Neurogenic bladder dapat disebabkan dari adanya luka pada korda spinal, tumor spinal, multipel skeloris, kelainan kongenital, infeksi dan komplikasi dari diabetes mellitus. Ada dua tipe dari neurogenic bladder yaitu spastic type dan flaccid type. Pada spastic type diakibatkan dari adanya lesi pada motor neuron atas (UMN) pada otot rangka yang menyebabkan hilangnya sensasi kesadaran dalam berkemih dan korteks motor yang terlibat dalam perencanaan, pengendalian, dan pelaksanaan dalam berkemih menjadi terganggu. Pada tipe spastic type/UMN disebabkan adanya lesi inkomplet yang terletak lebih tinggi dari medula spinalis dan menyebabkan hilangnya inhibisi supraspinal akan menyebabkan otot pada dinding kandung kemih menjadi mudah terangsang (instabilitas detrusor).Sedangkan flaccid type diakibatkan adanya gangguan pada motor neuron bawah (LMN) pada serabut parasimpatis S2,3, dan 4 yang disebabkan oleh trauma, contohnya pada pasien dengan diabetes mellitus. Kandung kemih pada kelainan ini menjadi dapat teraba dan terdapat nyeri tekan, tergantung ada tidaknya kerusakan pada serabut aferen.16,17Tipe Neurogenic bladder Terdiri atas:16,171. Kandung kemih neurogenik yang tidak dapat dihambat merupakan kondisi yang tampak sebagai keinginan miksi mendesak yang tidak dapat dikontrol secara sadar. Stroke dan multiple sklerosis merupakan contohnya. Pengobatan dilakukan dengan obat-obat parasimpatolitik.

2. Kandung kemih neurogenik refleks: Lesi yang terjadi pasti di antara T7 dan C7. Dengan rehabilitasi kandung kemih dapat melakukan pengosongan dengan adekuat.

3. Kandung kemih neurogenik denervasi sentral merupakan kelainan yang timbul akibat lesi yang melibatkan segmen sakral dari kauda ekuina. Meningomielokel atau spina bifida okulta merupakan lesi tersering. Gejalanya berupa inkontinensia berlebihan, sisa urin yang banyak, dan infeksi. Terapi operatif ditujukan pada pengosongan kandung kemih. Ketika rehabilitasi kandung kemih tidak berhasil, kateter bersih yang diberikan secara intermitten dapat dilakukan. Obat-obat kolinergik dapat mempertinggi tonus detrusor, sedangkan obat-obat simpatolitik dapat menurunkan resistensi uretral.

4. Kandung kemih paralitik sensorik timbul akibat hilangnya persarafan sensorik pada kandung kemih seperti pada tabes dorsalis atau degenerasi korda. Pasien tidak dapat merasakan sensasi pengisian kandung kemih, sehingga menyebabkan inkontinensia yang berlebihan. 5. Kandung kemih paralitik motorik: kelainan ini dilihat pada penyakit poliomielitis atau polineuritis infeksiosa. Hilangnya aktivitas motorik menyebabkan kapasitas kandung kemih bertambah. Keadaan ini dapat pulih tergantung dari proses penyakitnya. Drainase kandung kemih diperlukan dengan segera pada keadaan pascatrauma. Dapat dilakukan dengan kateter indwelling atau kateter intermitten. Kateter indwelling yang terlalu lama dipasang hampir selalu berhubungan dengan perkembangbiakan bakteri. Komplikasi spesifik dengan drainase dengan kateter termasuk sistitis akut dan pielonefritis, epididimitis akut, abses uretra dan fistula, dan batu ginjal atau kandung kemih. Pemakainan kateter secara intermitten harus digunakan segera mungkin. (natania)Epidemiologi BPH merupakan tumor jinak paling sering pada laki-laki, dan insidensinya berhubungan dengan bertambahnya usia. Faktor risiko BPH masih belum jelas. Beberapa penelitian menunjukkan adanya predisposisi genetik, dan beberapa kasus dipengaruhi oleh ras. Prevalensi BPH secara histologi pada otopsi didapatkan peningkatan dari sekitar 20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi 50% pada pria usia 51-60 tahun, dan >90% pada pria usia lebih dari 80 tahun. 6-10Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasia. 6-10Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. 6-10Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia prostat, mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin lama makin besar. Mereka juga menetapkan insiden hiperplasia prostat makin meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari dekade ke-3 kehidupan dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun. 6,7Etiologi Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan, efek perubahan juga terjadi secara perlahan.9-12

Etiologi dari BPH belum dimengerti sepenuhnya, tetapi kemungkinan multifaktor dan hormonal. Prostat tersusun oleh bagian stroma dan epitel, dan masing-masing maupun keduanya, dapat menjadi nodul hiperplastik dan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan BPH. 9.10Beberapa penelitian menemukan adanya bukti bahwa BPH diatur oleh sistem endokrin. Penelitian lanjutan menunjukkan adanya korelasi positif antara kadar testosteron dan estrogen bebas dengan volume dari BPH. Hubungan antara pertambahan usia dengan BPH mungkin akibat dari peningkatan kadar estrogen yang merangsang reseptor androgen, yang selanjutnya meningkatkan sensitivitas kelenjar prostat terhadap testosteron bebas. Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya hipertrofi prostat ini, yaitu: 9,10 Teori dehidrotestosteron (DHT)

Bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron dalam sel prostat menjadi faktor risiko terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang dapat menyebabkan inkripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase.

Teori HormonEstrogen berperan pada inisiasi dan maintenance pada prostat manusia.

Faktor interaksi stroma dan epitel Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth Factor. Basic Fibroblast Growth Factor (-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. -FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.PatofisiologiProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.10Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kantung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda in diberi skor untuk menentukan berat keluahan klinis.10Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produk urin terus terjadi, pada suatu saat vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan sfingter dan obstruksi, akan menjadi inkontinensi paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemorroid. 10Karena selalu terdapat sisa urin, dapat berbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluahan iritasi dan menimbulkan hematria. Batu tersebut dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pielonefritis.10Gambaran klinis Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing. 8-10Tanda dan gejala hiperplasia prostat antara lain sering buang air kecil, nocturia, pancaran urin lemah, urin yang keluar menetes-netes pada bagian akhir masa buang air kecil. Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan, obstruksi dan iritasi. 8-10Keluhan obstruktif meliputi : hesitansi, penurunan kekuatan pancaran, dan kaliber aliran urin, sensasi inkomplit dari pengosongan kandung kemih, intermiten, kencing mengedan dan kencing menetes. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. 8-10Keluhan iritatif meliputi urgensi, frekuensi dan nokturia. Anamnesis yang lengkap mengenai keluhan traktus urinaria juga bertujuan untuk menyingkirkan etiologi selain prostat, seperti infeksi saluran kemih, neurogenik bladder, striktur uretra, atau kanker prostat.8-10Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi. Gejala iritasi timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada akhir miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam kandung kemih pada akhir miksi. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.10WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan beratnya gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptoms Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi satu bulan terakhir lihat tabel 2.6,7Tabel 2. Skor IPSS

Penilaian :

Skor 0-7: bergejala ringan

Skor 8-19: bergejala sedang

Skor 20-35: bergejala beratPenatalaksanaanRekomendasi terapi spesifik dapat diberikan pada kelompok pasien tertentu. Pada pasien dengan keluhan ringan (skor IPSS < 7), disarankan untuk pengamatan lebih lanjut. Indikasi operasi absolut meliputi retensi urin refrakter, infeksi saluran kemih berulang, gross hematuria berulang, batu buli, dan insufisiensi ginjal akibat BPH, atau adanya divertikula kandung kemih yang cukup besar. 18-19 Watchful waitingArtinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya, keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS < 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. 18Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misal :

1. Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat),3. Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, 4. Kurangi makanan pedas dan asin, dan 5. Jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.15 Terapi Medikamentosa

Penghambat alfa-adrenergik

Pada prostat dan basis vesika urinaria mengandung alfa-1-adrenoreseptor, dan prostat menunjukkan respon kontraksi pada pemberian agonis alfa adrenergik. Fungsi kontraksi dari prostat dan leher kandung kemih dimediasi oleh reseptor subtipe alfa-1a. Penghambat alfa-adrenergik menunjukkan adanya perbaikan keluhan objektif maupun subjektif pada pasien BPH. 10,18,19 5-(-reduktase inhibitorFinasteride merupakan penghambat 5-(-reduktase yang mencegah perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel dari prostat, yang menyebabkan berkurangnya ukuran kelenjar prostat dan perbaikan gejala. Terapi selama 6 bulan diperlukan untuk mendapatkan efek maksimal obat terhadap ukuran prostat (berkurang 20%) dan perbaikan keluhan. Namun, perbaikan keluhan hanya terlihat pada pasien dengan ukuran prostat > 40 cm3.6,7Efek samping obat antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi, dan impotensi. Kadar serum PSA berkurang menjadi sekitar 50% pada pasien yang diterapi dengan finasteride (bervariasi pada masing-masing individu). 6,7Dutasteride berbeda dari finasteride karena menghambat isoenzim dari 5-(-reduktase. Mirip dengan finasteride, dutasteride mengurangi kadar serum PSA dan ukuran prostat. Efek samping utamanya antara lain disfungsi ereksi, penurunan libido, ginekomastia, dan kelainan ejakulasi. 6,7Tabel 3. Penatalaksanaan Farmakologik Dilaksanakan pada Penderita dengan Skor AUA Sedang12Golongan inhibitor reduktase 5-Golongan penghambat reseptor

1. Finasterid (1x1)2. Epristerid (dalam penelitian) (1x1)Waktu awitan kerja 3-6 bulan.Mekanisme kerja:1. Pengurangan volume prostat2. Pembalikan (reversal) BPH3. Penghilangan obstruksi.Efek samping:1. impotensi (3-5%)2. Penurunan libido (3-4%)3. Penurunan volume ejakulat4. Ginekomastia (jarang)1. Indoramin,Prasozin,Alfusozin SR (2x1)

2. Doksasozin, Terasozin,Tamsulosin (1x1)

Waktu awitan kerja: 2-4 minggu

Mekanisme kerja:

1. Relaksasi otot polos prostat dan leher kandung kemih.

2. Menghilangkan obstruksi

Efek samping:

1. Lesu/mengantuk (drowsiness) dan sakit kepala (10-15%)

2. Dizziness, hipotensi postural (2-5%)

3. Kadang:ejakulasi terhambat atau retrogard,kongesti hidung, takikardia reflex

Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.8 Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek antiinflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.7 Terapi Pembedahan

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya sebagai berikut :19 Retensi urine karena BPO

Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat

Hematuria makroskopik

Batu buli-buli karena obstruksi prostat

Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan

Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi

Transurethral resection of the prostate (TURP)

95% prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (