Upload
andira-aiiu
View
12
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada hamil muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis
antara kehamilan muda dan tua ialah kehamilan 20 minggu, mengingat
kemungkinan hidup janin di luar uterus. Perdarahan antepartum biasanya dibatasi
pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu. (1)
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya berasal dari kelainan
plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta
umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa bahaya. Pada setiap
perdarahan antepartum, pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu
bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan antepartum yang bersumber pada
kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk untuk
menentukannya, ialah plasenta previa dan solusio plasenta (atau abrupsio
plasenta). Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai
berikut : (1) plasenta previa; (2) solusio plasenta; dan (3) perdarahan antepartum
yang belum jelas sumbernya.(1)
B. Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umumpemerintah dilaporkan
nsidennya berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 %. Dinegara maju insidennya lebih
rendah yaitu kurang dari 1 %. (1)
Solusio plasenta terjadi sekitar 1% dari semua kehamilan di seluruh dunia.
Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang
memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. (1)
C. Anatomi dan Fisiologi Pembentukan Plasenta
Pada hari keempat setelah fertilisasi hasil konsepsi mencapai stadium blastula
disebut blastokista (blastocyst), suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah
trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell ini
berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang menjadi plasenta.
Nidasi (implantasi) diatur oleh suatu proses yang kompleks antara trofoblas dan
endometrium. Di satu sisi trofoblas mempunyai kemampuan invasif yang kuat,
disisi lain endometrium mengontrol invasi trofoblas dengan menyekresikan faktor
aktif lokal yaitu cytokines dan protease.(1)
Setelah implantasi, sel-sel trofoblas dapat berdiferensiasi menjadi 2 jenis
yakni:(1, 2)
1. Ekstravili – sel sitotrofoblas berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
invasif yang menginvasi (trofoblas interstitial) desidua maternal dan arteri
spiralis (trofoblas endovaskuler) miometrium.
2. Vili – sel sitotrofoblas berproliferasi dan bergabung membentuk sel
sinsisiotrofoblas multinukleus yang membentuk permukaan luar vili plasenta
janin.
Invasi trofoblas diatur oleh pengaturan kadar hCG. Sinsisiotrofoblas
menghasilkan hCG yang akan mengubah sitotrofoblas menyekresikan hormon
yang noninvasif. Trofoblas yang semakin dekat dengan endometrium
menghasilkan kadar hCG yang semakin rendah, dan membuat trofoblas
berdiferensiasi dalam sel jangkar yang menghasilkan protein perekat plasenta
yaitu trophouteronectin.(1)
Endometrium atau sel desidua dimana terjadi nidasi menjadi pucat dan besar
disebut reaksi desidua. Sebagian lapisan desidua mengalami fagositosis oleh sel
trofoblas. Reaksi desidua ini agaknya merupakan proses untuk menghambat
invasi, tetapi berfungsi sebagai pasokan makanan. Namun, ada juga sel-sel
desidua yang tidak dapat dihancurkan oleh trofoblas dan sel ini akhirnya
membentuk lapisan fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch. Ketika proses
melahirkan, plasenta terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch ini.(1)
Gambar 1. Anatomi uterus dan plasentasi
Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai dan
berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi. Plasentasi adalah proses
pembentukan struktur dan jenis plasenta. Dalam 2 minggu pertama perkembangan
hasil konsepsi, trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke arteri spiralis pada
lapisan basal endometrium. Pada usia kehamilan 8 minggu (6 minggu setelah
nidasi) telah terjadi invasi terhadap 40-60 arteri spiralis di daerah desidua basalis
yang menjadi tempat implantasi plasenta. Lalu terbentuklah sinus intertrofoblastik
yaitu ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh darah yang dihancurkan.
Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul ruangan-ruangan interviler di
mana vili korialis seolah-olah terapung-apung di antara ruangan tersebut. Vili
korialis ini akan bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta.(1)
Plasenta berbentuk bundar atau oval; ukuran diameter 15-20 cm, tebal 2-3 cm,
berat 500-600 gram. Biasanya plasenta atau uri akan berbentuk lengkap pada
kehamilan kira-kira 16 minggu, dimana ruang amnion telah mengisi seluruh
rongga rahim. Letak plasenta yang normal umumnya pada korpus uteri bagian
depan atau belakang agak kearah fundus uteri. Plasenta normal menanamkan diri
sampai ke batas atas lapisan otot rahim. Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu (3,4)
1) Bagian janin (fetal portion). Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan
vili. Vili dari uri yang matang terdiri atas :
Vili korialis
Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler
berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistole, darah
dipompa dengan tekanan 70-80 mmHg kedalam ruang interviler sampai
lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari kotiledon-kotiledon. Darah
tersebut membanjiri vili korialis dan kembali perlahan ke vena di desidua
dengan tekanan 8 mmHg.
Pada bagian permukaan janin uri diliputi oleh amnion yang licin, dibawah
lapisan amnion ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat. Tali
pusat akan berinsersi pada uri bagian permukaan janin.
2) Bagian maternal (maternal portion). Terdiri atas desidua kompakta yang
terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah). Desidua basalis
pada uri yang matang disebut lempeng korionik (basal) dimana sirkulasi utero-
plasental berjalan keruang-ruang intervili melalui tali pusat.
3) Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin.
Panjangnya rata-rata 50-55 cm, sebesar jari (diameter 1- 2.5 cm), strukturnya
terdiri atas 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis serta jelly wharton.
Gambar 2. Struktur plasenta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PLASENTA PREVIA
I.a . Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir. Plasenta previa terjadi ketika plasenta berimplantasi pada tempat yang
rendah yaitu dalam zona dilatasi yang menyebabkan penipisan segmen bawah
rahim. Dengan demikian, plasenta mendahului janin dan dapat memblok jalan
lahir Pada keadaan normal, plasenta terletak di bagian atas uterus.(1)
I.b. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses
radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah
sesar,kerokan, miomektomi dan sebagainya berperan dalam proses peradangan
dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai
faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai
insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon
mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi
sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan
ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.(1)
I.c. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi plasenta previa yang dikemukakan oleh
beberapa ahli, yaitu :(1,3)
Menutut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm, yaitu :
a. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh pembukaan ostium.
b. Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm, sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi menjadi :
- Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostium
bagian belakang
- Plasenta previa lateralis anterior : bila menutupi ostium bagian depan
- Plasenta previa marginalis : bila hanya sebagian kecil atau hanya
pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Menurut Browne :
a. Tingkat 1 = Lateral Placenta Previa
b. Tingkat 2 = Marginal Placenta Previa
c. Tingkat 3 = Complete Placenta Previa
d. Tingkat 4 = Central Placenta Previa
Secara umum, klasifikasi plasenta previa adalah sebagai berikut :
No. Klasifikasi Definisi
1. Plasenta
Previa
Totalis
Seluruh pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta
2. Plasenta
Previa
Parsialis
Sebagian pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta
3. Plasenta
Previa
Marginalis
Pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan
4. Plasenta
Letak
Rendah
Plasenta yang letaknya abnormal
pada segmen bawah uterus tetapi
belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir. Pinggir
plasenta berada kira-kira 3 atau 4
cm di atas pinggir pembukaan,
sehingga tidak teraba pada
pembukaan jalan lahir.
I.d. Gambaran Klinik
Perdarahan tanda alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Tanda ini biasanya tidak muncul hingga mendekati
akhir trimester kedua atau setelahnya. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita
tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga
tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hamper selalu lebih
banyak daripada perdarahan sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah
dilakukan pemeriksaan dalam.(1,3)
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan
tetapi tidak jarang pula mulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak saat itu
segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, segmen-segmen uterus akan lebih melebar lagi, dan
serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasenta yang melekat di sana tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding
uterus. Pada saat itu, mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah
segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang
berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang
terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan tersebut, (yaitu ketidakmampuan serat miometrium
segmen bawah rahim untuk berkontraksi dan menyempitkan pembuluh darah
yang robek) tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada
kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta,
makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa
totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yamg mungkin baru
berdarah setelah persalinan dimulai.(1,3)
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul
yang mungkin karena plasenta previa sentralis; menlintang ke samping karena
plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena plasenta previa
posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang.(1)
I.e. Diagnosis
Penegakan diagnosis plasenta previa jarang dapat dilakukan melalui
pemeriksaan klinis kecuali dengan memasukkan jari ke dalam serviks dan meraba
adanya plasenta. Pemeriksaan ini tidak diperbolehkan kecuali pasien telah berada
dalam ruangan operasi dan telah dilengkapi dengan persiapan seksio sesarea,
karena pemeriksaan tersebut dapat menyebabkan perdarahan hebat. Pemeriksaan
ini jarang dilakukan karena lokasi plasenta dapat ditentukan secara tepat melalui
sonografi.
a. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa
nyeri, tanpa alasan, dan berulang, terutama pada multigravida. Banyaknya
tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.(1)
b. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Luar
- Inspeksi :
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam (banyak, sedikit,
darah beku, dan sebagainya) dan ibu tampak pucat/anemis.(1)
Palpasi :
Bagian terbawah janin biasanya belum memasuki pintu atas panggul.
Apabila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di pintu
atas panggul atau mengolak ke samping, dan sukar didorong ke pintu
atas panggul. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang
atau letak sungsang. (1)
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti
erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polypus servisis uteri,
varises vulva, dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri
internum, adanya plasenta previa harus dicurigai. (1)
Pemeriksaan Melalui Kanalis Servikalis
Apabila kanalis servikalis terlah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk
dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan kalau-kalau
meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari
telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-sekalo berusaha
menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan
terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak. (1)
c. Radiologi
Sonografi
Metode yang paling sederhana, tepat, dan aman untuk melokalisasi
plasenta dapat dilakukan dengan sonografi transabdominal, yang dapat
menemukan lokasi plasenta dengan cukup akurat. Menurut Laing (1996),
akurasinya sekitar 96 hingga 98 persen. Letak tepi bawah plasenta akan lebih
mudah dilihat bila vesika urinaria terisi sedikit urin. Vesika urinaria yang
terlalu teregang (overdistensi) dan kontraksi uterus setempat (fokal) akan
menyebabkan gambaran plasenta previa palsu akibat bergesernya segmen
bawah uterus. Oleh karena itu, scan ultrasonic apabila positif harus diulang
setelah mengosongkan kandung kemih.(1,5)
Sejak diperkenalkannya USG, plasenta previa secara umum
diklasifikasikan menjadi mayor dan minor. Plasenta previa minor adalah jika
plasenta melewati batas menuju segmen bawah rahim, sedangkan plasenta
previa mayor adalah jika tepi utama plasenta melewati batas ke atau menutupi
ostium interna kanalis servikalis.(6)
Dalam evaluasi kemungkinan plasenta previa pada pasien dengan
perdarahan pervaginam, pemeriksaan biasanya dimulai dengan pendekatan
standar transabdominal. Setelah mengidentifikasi lokasi relatifnya, operator
kemudian dapat menentukan jarak plasenta pada SBR dengan OUI. Langkah
selanjutnya adalah mengevaluasi SBR. Jika terdapat plasenta previa, bagian
janin yang tampak akan selalu melayang dan operator dapat menyingkirkan
dengan mudah sehingga area endoserviks dapat diperiksa. Pemeriksaan
trasnvaginal dengan kandung kemih kosong merepresentasikan cara terbaik
untuk membuat diagnosis plasenta previa. Namun, scanning trasnvaginal
hanya direkomendasikan pada wanita dengan plasenta posterior rendah yang
dicurigai saat scanning abdominal.(5)
USG Trasnvaginal (TVS) dianggap sebagai pemeriksaan baku emas dalam
mendiagnosis plasenta previa. Angka akurasinya hingga 99%. Akan tetapi,
tidak semua fasilitas kesehatan meniliki alat ini sehingga tetap digunakan TAS
untuk membantu penegakan diagnosis plasenta previa. (7)
Selain klasifikasi, informasi lain yang berguna saat melaporkan plasenta
previa adalah harus diperhatikan apakah plasenta tersebut di anterior atau di
posterior karena dokter ahli kandungan harus menemukan dan bahkan
menerobos melalui plasenta saat seksio sesarea jika posisinya di anterior.
Posisi plasenta previa anterior juga mempengaruhi teknik irisan pada rahim
saat operasi, dipertimbangkan untuk melakukan irisan klasik vertical
(corporeal). Permasalahan yang sering terjadi adalah menentukan plasenta
letak rendah atau bukan, terutama apabila letaknya posterior. Bila hal ini
terjadi lakukan pengisian kandung kemih secukupnya , tidurkan pasien dengan
posisi kepala lebih rendah (agar tubuh janin bergerak ke arah fundus sehingga
tidak menghalangi penilaian plasenta).(5,6)
Gambar 3. Plasenta previa parsial anterior pada usia gestasi 36 minggu. Tampak plasenta (P)
meluas ke anterior dan ke bawah kea rah serviks (Cx), cairan amnion (AF), dan kandung
kemih (B)
Gambar 4. Plasenta previa totalis pada usia gestasi 18 minggu. Plasenta (PLAC) secara lengkap
menutupi ostium serviks.
I.f. Penatalaksanaan
Jika terdapat perdarahan pada ibu hamil, baik perdarahan dengan jumlah yang
tidak terlalu banyak hinggan perdarahan yang cukup signifikan, maka lakukanlah
hal-hal berikut ini : (1,7)
a. Segera panggil bantuan
b. Selalu ingat prinsip ABC (Airway, Breating, Circulation)
c. Ajak pasien bicara untk memperoleh info dan menenangkan pasien
d. Pantau tanda-tanda vital (takanan darah, frekuensi nadi dan napas, suhu)
e. Tinggikan kaki pasien untuk meningkatkan aliran balik ke jantung
f. Miringkan tubuh pasien untuk meminimalisir kemungkinan muntah dan
memastikan jalan napas tetap terbuka
g. Jagalah pasien agar tetap hangat tetapi jangan sampai terlalu tinggi karena
akan meningkatkan sirkulasi perifer dan menurunkan aliran darah ke organ
vital
h. Lakukan anamesis dan pemeriksaan fisis yang komprehensif
i. Pertahankan stabilitas hemodinamik
j. Evaluasi tonus uterus
k. Lakukan pemeriksaan sonografi mendahului pemeriksaan spekulum (jika
memungkinkan).
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi
pertama sekali jarang, atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian
asal sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Biasanya masih terdapat
cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi
perdarahan selanjutnya yang hampir selalu akan lebih banyak daripada
sebelumnya. Jangan sekali-sekali melakukan pemeriksaan dalam kecuali dalam
keadaan siap operasi. Adapun terdapat perbedaan penanganan tambahan dalam
menangani ibu hamil dengan perdarahan dalam kondisi stabil maupun yang tidak
stabil. Pada ibu hamil dengan kondisi yang stabil :(1,7)
a. Lakukan pengawasan lanjutan pada pasien selama 12-24 jam selanjutnya
b. Pantau tanda-tanda vital ibu dengan baik karena semua pasien dengan
perdarahan antepartum berisiko untuk mengalami perdarahan ulang.
c. Jika pasien mengalami trauma abdomen dan usia gestasi di atas 20 minggu,
maka pasien harus diobservasi selama minimal 4 jam postrauma. Jika terdapat
tanda-tanda seperti perdarahan berulang, nyeri pada uterus, atau terdapat
kontraksi lebih dari 1 kali selama 10 menit, maka durasi pemantauan harus
diperpanjang karena angka kejadian abrupsio plasenta cukup banyak pada
kasus-kasus seperti ini.
Terdapat 2 tindakan segera pada ibu hamil dengan perdarahan aktif dan
hemodinamik yang tidak stabil, yaitu penggantian cairan dan terminasi persalinan.
Saat akan direncanakan terminasi kehamilan, maka hal-hal berikut ini harus
diperhatikan(7) :
a. Berikan oksigen ke pada seluruh pasien yang menderita hipotensi karena
kebutuhan oksigen meningkat 20% pada ibu hamil dan janin sangat sensitive
terhadap keadaan hypoxia.
b. Pantau saturasi oksigen maternal jika memungkinkan
c. Sebagai awal, berikan resusitasi cairan dan/atau transfuse darah menggunakan
2 jalur besar intravena (IV catheter berukuran > 16 gauge). Berikan cairan
nomal salin atau ringer laktat secara cepat sebanyak 1 L selama 10-20 menit
pada awalnya. Berikan sedikitnya 2 L cairan pada 1 jam pertama. Hal ini
berguna untuk mengganti darah yang hilang. Cairan diberikan sebanyak 2-3
kali dari jumlah cairan yang hilang.
d. Pantau tanda-tanda vital dan pengeluaran urin
e. Pantau kondisi janin secara teratur
Secara ringkas, algoritma penanganan perdarahan antepartum terdapat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 5. Algoritma penanganan perdarahan antepartum
Setalah melakukan penanganan awal dalam menjaga stabilitas hemodinamik
ibu, maka langkah selanjutnya adalah penanganan terhadap janinnya, yaitu :
Penanganan Pasif
Pada tahun 1945 Johnson dan Macafee mengumumkan cara baru
penanganan pasif beberapa kasus plasenta previa yang janinya masih
premature dan perdarahannya tidak berbahaya, sehingga tidak memerlukan
tindakan pengakhiran kehamilan segera. Apabila dengan penilaian yang
tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan
berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan/atau janinnya (yang masih
hidup); dan kehamilannya belum belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat
janin belum mencapai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat
dibenarkan untuk menunda persalinan hingga janin dapat hidup di luar
kandungan lebih baik lagi. Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus tertentu
sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi
akibat prematuritas, asal jangan dilakukan pemeriksaan dalam. Sebaliknya,
kalau perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan
membahayakan ibu/dan janinnya; atau kehamilannya telah cukup 36 minggu,
atau taksiran berat janin telah sampai 2500 gram; atau persalinan telah
dimulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh dengan
penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi
dalam keadaan siap operasi. (1)
Berhasilnya Macafee menurunkan angka kematian perinatal pada plasenta
previa ini berkat kepatuhannya menjalankan penanganan pasif tersebut.
Tampaknya penanganan pasif ini sederhana, akan tetapi dalam kenyataannya,
kalau dilakukan secara konsekuen, menuntut fasilitas rumah sakit dan
perhatian dokter yang luar biasa. Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak
perdarahan pertama hingga pemeriksaan tidak menunjukkan adanya plasenta
previa, atau sampai bersalin. Transfusi darah dan operasi harus dapat
dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi
mengingat kemungkinan pedarahan berikutnya. (1)
Memilih Cara Persalinan (Persalinan Aktif)
Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari
derajat plasenta previa, paritas, dan banyaknya perdarahan. Beberapa hal lain
yang harus diperhatikan pula ialah apakah terhadap penderita pernah
dilakukan pemeriksaan dalam, atau penderita sudah mengalami infeksi seperti
seringkali terjadi pada kasus-kasus kebidanan yang terbengkalai.(1)
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea,
tanpa menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada
primigravida sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak,
apalagi berulang, merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea karena
perdarahan itu biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi
derajatnya daripada apa yang ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau
vaskularisasi yang hebat pada serviks dan segmen bawah uterus (1)
Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis,
atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat
ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi, apabila
ternyata pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul
kemudian, maka seksio sesarea harus dilakukan. Dalam memilih cara
persalinan pervaginam hendaknya dihindarkan cara persalinan yang lama dan
sulit karena akan sangat membahayakan ibu dan janinnya. (1)
Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena perdarahan atau
infeksi intrauterine, baik seksio sesarea maupun persalinan per vaginam sama-
sama tidak mengamankan ibu maupun janinnya. Akan tetapi, dengan bantuan
transfuse darah dan antibiotika secukupnya, seksio sesarea masih lebih aman
daripada persalinan pervaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan
kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. (1)
Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu cara pervaginam dan persalinan
perabdominal (seksio sesarea). Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian
terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama
persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea
bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan; dengan demikian
memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi mengehentikan
perdarahannya dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen
bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan per vaginam. (1)
Persalinan pervaginam dilakukan pada plasenta previa marginalis atau
lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. Adapun
syarat dilakukannya persalinan pervaginam adalah jika pembukaan serviks
sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecahkan (amniotomi) jika his lemah,
diberikan oksitosin drips, namun bila perdarahan masih terus berlangsung,
dilakukan SC. Tindakan versi Braxton-Hicks dan pemasangan cunam Willett
dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade
bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya dilakukan pada keadaan
darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk
melakukan operasi. (1)
Di rumah sakit yang lengkap, seksio sesarea merupakan caraa persalinan
yang terpilih. Gawat janin atau kematian janin tidak boleh merupakan
halangan untuk melakukan seksio sesarea demi keselamatan ibu. Akan tetapi,
gawat ibu mungkin terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat
diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan. Apabila fasilitasnya tidak
memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu, jangan ragu-ragu
untuk melakukan seksio sesarea jika itu satu-satunya tindakan yang terbaik,
seperti pada plasenta previa totalis dengan perdarahan banyak. (1)
I.g. Komplikasi
- Perdarahan dan syok
- Infeksi
- Laserasi serviks
- Plasenta akreta
- Prematuritas atau lahir mati
- Proplaps tali pusat
- Prolaps plasenta
VII. Diferensial Diagnosis(7)
No Abrupsio Plasenta Plasenta Previa
1. Dapat dihubungkan dengan
penyakit hipertensi, overdistensi
uterus, trauma abdomen
Dapat dihubungkan dengan riwayat
operasi uterus sebelumnya, termasuk
operasi Caesar
2. Bagian terendah dapat bertautan
maupun tidak
Kepala atau bagian terendah letak
tinggi atau bagian terendah tidak
stabil
3. Terdapat nyeri perut dan/atau nyeri Tidak nyeri (kecuali saat persalinan)
punggung
4. Uterus lunak Uterus tidak lunak
5. Tonus uterus meningkat Uterus lembut
6. Terdapat kontraksi uterus Tidak terdapat kontraksi uteru
7. Biasanya presentasi janin normal Malpresentasi dan/atau bagian
terendah letak tinggi
8. Denyut jantung bayi (DJJ) biasanya
abnormal atau tidak terdapat DJJ
DJJ biasanya normal
9. Keadaan syok dan anemia tidak
sesuai dengan jumlah darah yang
hilang
Keadaan syok dan anemia sesuai
dengan jumlah darah yang hilang
10. Dapat disertai koagulopati Jarang terdapat koagulopati
11. Dapat dideteksi dengan USG
transabdominal, tetapi hasil yang
negative tidak mengesampingkan
kemungkinan abrupsi
USG transvaginal adalah alat tes
diagnostik definitive untuk
menegakkan diagnosis plasenta
previa
VIII. Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasive dengan USG. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia
tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan
insiden plasenta previa. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi
kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesarea.(1)
II. SOLUSIO PLASENTA
II.a. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir. (8)
II.b. Etiologi
Beberapa keadaan patologik yang lebih sering bersama dengan atau
menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko (tabel 1). Usia ibu
dan paritas yang tinggi berisiko lebih tinggi. Perbedaan suku kelihatan
berpengaruh pada risiko. (9)
Tabel 1. Faktor risiko solusio plasenta (9)
Faktor risiko Risiko relative
Pernah solusio plasenta 10 – 25
Ketuban pecah pretern/korioamnionitis 2,4 – 3,0
Sindroma pre-eklamsia 2,1 – 4,0
Hipertensia kronik 1,8 – 3,0
Merokok/nikotin 1,4 – 1,9
Merokok + hipertensi kronik atau pre-
eklamsia
5 – 8
Pecandu kokain 13 %
Mioma di belakang plasenta 8 dari 14
Gangguan sistem pembekuan darah
berupa single-gene
mutation/trombofilia
Meningkat s/d 7x
Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang
II.c. Klasifikasi
Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara
plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban
dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina
(revealed hemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya, walaupun jarang, perdarahan
tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed hemmorhage) jika: (9)
Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban
Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen
bawah rahim.
Gambar 6. Solusio Plasenta. Terlepasnya permukaan maternal plasenta sebelum
waktunya setelah umur kehamilan 20 minggu.
A. Revealed Hemorrhage. B. Concealed Hemmorrhage
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran
klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solutio
plasenta ringan, solusio, plasenta sedang, dan solusio plasenta berat. Pembagian
secara klinik ini baru definitif bila ditinjau retrospektif karena solusio plasenta
sifatnya berlangsung progresif yang berarti solusio plasenta yang ringan bisa
berkembang menjadi lebih berat dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita
bisa menjadi buruk apabila perdarahannya cukup banyak pada kategori concealed
haemorrhage. (9)
1. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari
250 ml. Darah yang keluar terlihat seperti pada haid yang jumlahnya
bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-
gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna
darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
2. Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai
separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml
tetapi belum mencapai 1.000 ml.Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas
seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin
menjadi cepat, hipotensi dan takikardia.
3. Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang
keluar telah mencapai 1.000 ml atau lebih. Arah keluar darah bisa terjadi
ke luar ke jalan lahir dan ke dalam bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-
tanda klinis jelas, keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan
hampir semua janin telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal
ginjal yang ditandai dengan adanya oliguri.
II.d. Patofisiologi
Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses
yang bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis
plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi
perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada
trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di desidua.(9)
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)
yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam
vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil
akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapis
tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada fase awal
sekali dari proses ini terdiri atas pembentukan hematom yang bisa menyebabkan
pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan hematom yang bisa
menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian
plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala
kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta. Dalam beberapa
kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria
spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian
nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma
yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas sampai
ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan
miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (reavealed
hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi mengandung
tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus.
Walaupun jarang, terdapat perdarahan yang terperangkap di dalam uterus
(concealed hemorrhage). Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah
besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas. Sebagian
darah akan menyusup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan
ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat,
maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru dan terasa sangat
tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus couvelaire(8,9)
Akibat kerusakan jaringan miometrium dan terbentuknya hematoma
retroplasenter, mengakibatkan pelepasan tromboplastin ke dalam peredaran darah.
Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan protrombin menjadi trombin.
Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk
membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat.
Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat
menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated
intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan
faktor-faktor pembekuan lain. Akibat lain dari pembekuan darah intravaskular
ialah terbentuknya plasmin dari plasminogen yang dilepaskan pada setiap
kerusakan jaringan. Karena kemampuan fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin
yang terbentuk dihancurkannya. Penghancuran butir-butir fibrin yang terbentuk
intravaskular oleh plasmin mengakibatkan hancurnya bekuan-bekuan darah dalam
pembuluh darah kecil yang berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro.
Namun, di lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan
lebih banyak fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. Dengan jalan
ini pada solusio palenta berat dimana telah terjadi perdarahan melebihi 1.000 ml
dapat dimengerti kalau akhirnya akan terjadi kekurangan fibrinogen dalam darah
sehingga persediaan fibrinogen lambat laun mencapai titik kritis ( ≤ 150 mg/100
ml darah) dan terjadi hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah terjadi gangguan
pembekuan darah (consumtive coagulopathy) yang secara laboratoris terlihat pada
memanjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah
terbentuk mencair kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau
membeku sama sekali apabila kadar fibrinogen turun dibawah 100 mg%. Pada
keadaan yang berat ini telah terjadi kematian janin dan pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai kadar hancuran faktor-faktor pembekuan darah dan
hancuran fibrinogen meningkat dalam serum mencapai kadar yang berbahaya
yaitu di atas 100 μg per ml. Kadar fibrinogen normal 450 mg % turun menjadi
100 mg % atau lebih rendah. Untuk menaikkan kembali kadar fibrinogen ke
tingkat di atas nilai kritis dapat diberikan transfusi darah segar sebanyak 2.000 ml
sampai 4.000 ml karena setiap 1.000 ml darah segar diperkirakan mengandung 2
gram fibrinogen. (8,9,10)
Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemia yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah pada uterus maupun alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan
terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria
akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh
kembali. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila
sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian
janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali
atau mengakibatkan gawat janin.(9,10)
II.e. Gambaran klinis
Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat
ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Gejala dan tanda
klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang
bewarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus tegang
terus-menerus mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak
menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda persalinan
prematur saja. Oleh sebab itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang tinggi sangat
diperlukan. (9,10)
Solusio plasenta ringan
Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang
berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Ini
dapat diketahui secara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa
nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga
belum keluar melalui vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan
membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar bewarna
merah segar pada plasenta previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu
maupun janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan
kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada tempat terbentuk hematom dan
perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih dapat dikenal. Kadar
fibrinogen darah dalam batas-batas normal yaitu 350 mg%. Walaupun belum
memerlukan intervensi segera, keadaan yang ringan ini perlu dimonitor terus
sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah berat. Pemeriksaan ultrasonografi
berguna untuk menyingkirkan plasenta previa dan mungkin bisa mendeteksi
luasnya solusio terutama pada solusio sedang atau berat. (9)
Solusio plasenta sedang
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut
yang terus menerus, dan denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat
janin, perdarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit
dingin, dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150
samapai 250 mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan
fungsi ginjal sudah mulai ada.Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi
bagian-bagian anak sukar. Rasa nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak
bersifat hilang timbul seperti pada his yang normal. Perdarahan pervaginam jelas
dan bewarna kehitaman, penderita pucat karena mulai ada syok sehingga keringat
dingin. Keadaan janin biasanya sudah gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah
timbul his dan persalinan telah mulai. Pada pemantauan keadaan janin dengan
kardiotokografi bisa jadi telah ada deselarasi lambat. Perlu dilakukan tes
gangguan pembekuan darah. Bila terminasi persalinan terlambat atau fasilitas
perawatan intensif neonatus tidak memadai, kematian perinatal dapat dipastikan
terjadi.(9)
Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defans
musculaire) disertai perdarahan yang berwarna hitam. Oleh karena itu palpasi
bagian-bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi
daripada yang seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam
rahim pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi
fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi
rahim kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat. Pada
auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan
fungsi dari plasenta. Keadaan umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya
keadaan umum ibu jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa
keluar dari vagina. Hipofibrinogenemia dan oliguria boleh jadi telah ada sebagai
akibat komplikasi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated
intravascular coagulation), dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah
rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada trombositopenia. (9)
II.f. Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta bisa ditegakkan berdasarkan adanya gejala dan
tanda klinis berupa perdarahan (≥ 20 minggu), nyeri pada uterus, dan adanya
kontraksi tetanik pada uterus. Namun adakalanya pasien datang dengan gejala
mirip persalinan prematur, ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak
dengan perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis definitif hanya bisa
ditegakkan secara retrospektif yaitu setelah partus dengan melihat adanya
hematoma retroplasenta. (9)
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang berguna untuk membedakan
dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG
tidak memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran retroplasenta
yang normal mirip dengan gamparan perdarahan retroplasenta pada solusio
plasenta Kompleksitas gambaran normal retroplasenta, kompleksitas vaskular
rahim, desidua dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta dan
memberikan hasil pemeriksaan positif palsu. Disamping itu, solusio plasenta sulit
dibedakan dengan plasenta itu sendiri. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru
sering bisa membantu karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah
membeku akan berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam
kemudian menjadi hipogenik dalam waktu 1 sampai 2 minggu.(11)
Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta di mana
tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif,sedangkan pada kompleksitas lain, baik
kompleksitas retroplasenta yang hiperekoik maupun yang hipoekok seperti mioma
dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif.Pada kontraksi uterus
terdapat sirkulasi aktif didalamnya, pada mioma sirkulasi aktif terdapat lebih
banyak pada bagian perifer daripada bagian tengahnya.(11)
II.g. Penanganan solusio plasenta
Semua pasien yang tersangka menderita solutio plasenta harus dirawat
inap di rumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan
pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darah serta
gambaran pembekuan darah dengan memeriksa Bleeding Time (BT), Clotting
Time (CT), Partial Thromboplastin Time (PTT), activated Partial Thromboplastin
Time (aPTT), kadar fibrinogen dan D-dimer. Pemeriksaan dengan ultrasonografi
berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta previa dan memastikan
janin masih hidup. (9)
Persalinan mungkin pervaginam atau mungkin juga harus perabdominam
bergantung pada banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan
atau belum, dan tanda-tanda gawat janin. Penanganan terhadap solusio plasenta
bisa bervariasi sesuai keadaan kasus masing-masing tergantung berat ringannya
penyakit, usia kehamilan, serta keadaan ibu dan janinnya. Bila mana janin masih
hidup dan cukup bulan, dan bilamana persalinan pervaginam belum ada tanda-
tandanya dipilih persalinan melalui operasi Sectio Caesarean Cito. Bila
perdarahan yang cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan pemberian
transfusi darah dan kristaloid untuk menyelamatkan ibu sambil mengharapkan
semoga janin juga bisa terselamatkan. (9)
Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka
penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus pada kasus
yang ringan atau janin telah mati.(9)
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah
luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin
hidup, dilakukan operasi Sectio Caesar. Operasi Sectio Caesar dilakukan bila
serviks masih panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian
oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera
dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian
infuse oksitosin 5 IU dalam 500cc Dextrosa 5% untuk mempercepat persalinan.(9)
II.h. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang
terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia,
syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah
(koagulopati), gagal ginjal akut, dan uterus Couvelaire di samping komplikasi
insufisiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang
tinggi. Sindroma Sheenhan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari
kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan
iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta.(9)
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25 % perempuan yang pernah
menderita solusio plasenta sebelumnya. (9)
Kegagalan fungsi ginjal akut bisa terjadi apabila keadaan syok
hipovolemik yang berlama-lama, terlambat atau tidak memperoleh penanganan
yang sempurna. Penyebab kegagalan fungsi ginjal pada solusio polasenta belum
jelas, tetapi beberapa faktor dikemukakan sebagai penyebab utama terjadinya
kegagalan fungsi ginjal akut. Curah jantung yang menurun dan penyempitan
pembuluh darah ginjal akibat tekanan intrauterina yang meninggi keduanya
menyebabkan perfusi ginjal menjadi sangat menurun dan menyebabkan anoksia.
Koagulasi intravaskular dalam ginjal memberi kontribusi tambahan kepada
pengurangan perfusi ginjal selanjutnya. Penyakit hipertensi akut atau kronik yang
sering bersama atau bahkan sebagai penyebab solusio plasenta berperan
memperburuk fungsi ginjal pada waktu yang sama. (8,9)
Couvelaire dalam permulaan tahun 1990 menamakan komplikasi ini
apoplexie uteroplacentaire. Pada keadaan ini perdarahan retroplasenta
menyebabkan darah menerobos melaului sela-sela serabut miometrium dan
bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan pengikat
ligamentum latum, ke bawah perisalping dan ke dalam ovarium bahkan bisa
mengalir sampai ke rongga peritonei. Keadaan miometrium yang telah mengalami
infiltrasi darah ini dilaporkan jarang menganggu kontraksinya sampai menjadi
atonia yang bisa menyebabkan perdarahan berat pascapersalinan. Keadaan uterus
yang demikian kemudian disebut uterus Couvelaire.(3)
Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah ke plasenta
mengalami penurunan yang berarti. Sirkulasi darah ke plasenta menurun
manakala ibu mengalami perdarahan banyak dan akut seperti pada syok.
Peredaran darah ke plasenta juga menurun apabila telah terbentuk hematom
retroplasenta yang luas. Pada keadaan yang begini darah dari arteriola spiralis
tidak lagi bisa mengalir ke dalam ruang intervillus. Kedua keadaan tersebut
menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin yang berada dalam kapiler vili
berkurang yang pada akhirnya menyebkan hipoksia janin. Sirkulasi darah ke
plasenta juga menurun disertai penurunan tekanan perfusi pada penderita
hipertensi kronik atau pre-eklamsia. Semua perubahan tersebut sangat
menurunkan permeabilitas plasenta yang punya kontribusi besar dalam proses
terjadinya sindroma insufisiensi fungsi plasenta yang mengakibatkan gawat
janin dan kematian janin tanpa terduga. Gawat janin oleh hipoksia disebabkan
oleh insufisiensi fungsi plasenta yang umumnya sudah terjadi pada solusio
plasenta sedang dan pada solusio plasenta berat umumnya telah terjadi kematian
janin. (8)
Fetal to Maternal Hemorrhage
Pada solusio plasenta perdarahan yang terjadi umumnya berasal dari
peredaran darah ibu. Namun pada sekitar 20% solusio plasenta terutama bila
solusio plasenta terjadi akibat trauma tumpul pada abdomen menyebabkan
kerusakan sampai sejumlah kapiler vili ikut rusak dan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi janin masuk ke dalam ruang intervillus dari plasenta untuk
seterusnya masuk ke dalam sirkulasi maternal. Syok pada solusio plasenta
diperkirakan terjadi akibat pelepasan tromboplastin dari desidua dan plasenta
masuk ke dalam sirkulasi maternal dan mendorong pembentukan koagulasi
intravaskular beserta gambaran klinik lain dari sindroma emboli cairan ketuban
termasuk hipotensi.(9)
II.i. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil
dan lebih buruk lagi bagi janin. Solusio plasenta ringan masih mempunyai
prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih
buruk terutama terhadap janinnya karena morbiditas ibu yang lebih berat. Solusio
plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk terhadap ibu lebih-lebih
terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan
mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada solusio plasenta
sedang dan berat prognosisnya juga tergantung pada kecepatan dan ketepatan
bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera
dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. (9)
III. VASA PREVIA
III.a. Definisi
Vasa previa adalah suatu kondisi di mana tali pusat masuk ke dalam
membran melalui pembuluh darah, yang tidak terlindungi, sampai masuk ke
dalam plasenta.(17). Pembuluh darah ini berada antara bagian teratas janin dan
bagian terbawah cervix.(12)
III.b. Faktor Resiko
Faktor risiko untuk vasa previa mencakup semua kondisi yang berhubungan
dengan pembuluh darah yang berada dekat dengan cervix, seperti plasenta letak
rendah, plasenta previa, kehamilan kembar, dan tentu saja plasenta multi-lobus.(12)
III.c. Etiologi
Penyebab utama vasa previa adalah insersi velamentous, di mana tali pusat
masuk langsung ke membran, sedangkan pembuluh darahnya menuju ke plasenta
tanpa pelindung (25-62%) dan pembuluh darah melintasi interlobus plasenta
seperti di plasenta succenturiate atau plasenta bilobus (33 -75%) (12)
III.d. Gejala Klinik
Gejala yang paling sering sampai pasien masuk ke rumah sakit yaitu
pasien mengalami perdarahan antepartum. Pendarahan vagina yang harus
dianggap sebagai gejala peringatan untuk vasa previa. Anomali janin yang
mungkin terkait dengan peningkatan risiko mencakup anomali saluran ginjal,
spina bifida, arteri umbilikalis tunggal, prematuritas, dan IUGR. (5,12)Sedangkan
pada fetus, didapatnya denyut jantung janin biasanya bradikardi. (12,13)
III.e. Diagnosis
Menegakkan diagnosis vasa previa pada antepartum sangat penting karena
sangat erat hubungannya dengan tingkat kematian janin. Dari anamnesis
didapatkan ibu mengeluh adanya perdarahan dari vagina saat antepartum,
perdarahan dapat bersifat spontan maupun ruptur membran artifisal. Perdarahan
dapat terjadi sebelum adanya ruptur membran. (14)
Dari pemeriksaan dalam, dapat didapatkan terabanya pembuluh darah
fetus di membran pada bagian terdepan janin. Pada pemeriksaan denyut jantung
janin, dapat didapatkan adanya bradikardi.(13)
Pada pemeriksaan sonografi transvaginal, pembuluh darah tali pusat dapat
dilihat masuk ke dalam membran-bukan langsung ke plasenta-dengan pembuluh
darah berjalan di atas os servikalis internal .Pemeriksaan Color Doppler rutin pada
lokasi insersi tali pusat plasenta, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa atau
plasenta letak rendah. 7 Tes Kleihauer Betke, Ogita, dan tes Apt dan elektroforesis
hemoglobin dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan hemoglobin janin
ketika pasien datang dengan perdarahan pervaginam; Namun, sering tidak
memungkinkan untuk dilakukan tes ini dalam situasi gawat darurat.(1)
III.f. Tatalaksana
Setelah vasa previa teridentifikasi, sesegera mungkin untuk merencanakan
seksio caesario. Bed rest nampaknya tidak memperbaiki keadaan pasien.
Robinson dan Grobman (2011) melakukan analisis keputusan dan
merekomendasikan seksio caesar elektif pada 34-35 minggu untuk
menyeimbangkan risiko morbiditas perinatal vs kelahiran prematur. Pada saat
persalinan, bayi tersebut secepatnya dilahirkan setelah insisi histerotomi, jika
pembuluh darah mengalami laserasi saat masuk ke uterus. (12)
III.g. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi yaitu rupturnya pembuluh darah
yang membawa darah untuk fetus. Keadaan ini dapat terjadi pada saat mendekati
atau pada saat persalinan. APGAR score untuk bayi yang terdeteksi vasa previa
biasanya 8 atau 9 dibandingkan dengan bayi yang tidak terdeteksi skornya 1 atau
2.(12)
III.h. Prognosis
Dalam beberapa kasus, perdarahan yang banyak akan mengakibatkan
kematian janin dan penyelamatan janin yang sudah tidak mungkin dilakukan..
Sedangkan pada perdarahan yang lebih sedikit menunjukkan tingkat kematian
janin yang lebih rendah. (13)
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada usia
kehamilan setelah 20 minggu. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum
adalah plasenta previa, solusio plasenta, dan vasa previa. Pentingnya diagnosis
secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi
angka mortalitas. Penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat
dan menunjang diagnosis secara cepat. Penatalaksanaan perdarahan antepartum
yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.
Perbandingan antara plasenta previa dan solusio plasenta adalah :
Gejala Plasenta previa Solusio plasenta
Warna darah Merah segar Merah hitam
Nyeri Tidak nyeri Sangat nyeri
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Ilmu Kebidanan. Cetakan Ketiga. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 493-503.
2. Saghir S, Kouach J, Aagdr A. A case report of vasa previa incidentally
discovered. Pan African Medical Journal. 2015; 21:34
doi:10.11604/pamj.2015.21.34.6697.
3. Lijoi A, Brady J. Vasa Previa Diagnosis and Management. J Am Board
Fam Pract 2003;16:543– 8.
4. Mochtar R. Perdarahan Antepartum. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS. Obstetrical Hemorrhage. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 24 United States of America: Mc GRAW-HILL; 2014
6. Endjun JJ. Pemeriksaan Plasenta. Ultrasonografi Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
7. Gondo HK, Suwardewa TGA. Plasenta dan Tali Pusat. Ultrasonografi : Buku Ajar Obstetri Ginekologi. Denpasar: EGC; 2014. p. 145-6.
8. Anonim. Antepartum Hemorrhage. The ALARM International Program. 2011;Fourth:1-12
9. Chalid, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persailinan. [pengar. buku] Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010, hal. hal. 492-513.
10. Silbernagl, Stefan. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010.
11. Tikkanen, Minna. Studies on incidence,risk factors and potential predictive biomarkers. Helsinki : Helsinki University Print, 2008
12. Othman M, Khojah S, Fathi T, Alkholy T, Aljayar L, Alhazmi J. Vasa
praevia; case report. Webmed Central OBSTETRICS AND
GYNAECOLOGY 2014;5(5):WMC004643
13. Cunningham FG, Leveno KJ, et al. Vasa Previa. William’s Obstetric. 24th
ed. McGraw-Hill Education. US: 2014.p123
14. Lijoi A, Brady J. Vasa Previa Diagnosis and Management. J Am Board
Fam Pract 2003;16:543– 8.