Upload
li-liez
View
191
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KMB
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.Berkat karunianya,
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN
HERNIA.
Makalah ini kami susun sesuai dengan kurikulum dan pembahasan perkuliahan sehingga
bisa digunakan sebagai bahan materi untuk membantu kemudahan dalam menerima proses
pembelajaran di dalam kelas.
Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan – kesalahan yang terkandung di
dalamnya baik dari segi isinya maupun kata-katanya bahkan dalam hal penulisan, maka dari itu
kami mohon kritik dan sarannya dari bapak dosen demi perbaikan makalah-makalah kami di
edisi berikutnya.
Terakhir, ucapan terima kaasih kami sampaikan kepaada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen
atas bimbingan dan dukungannya selama ini, kami pun mengucapkan terima kasih kepaada para
penulis yang tulisannya kami kutip sebagai bahan makalah kami. Kami harap makalah ini dapat
membantu kita semua dalam proses pembelajaran.
Semarang,………………
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................................iKATA PENGANTAR...................................................................................................iiDAFTAR ISI..................................................................................................................iiiBAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 11.2.Tujuan 21.3.Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 32.1.Pengertian 32.2.Klasifikasi 42.3.Etiologi 52.4.Patofisiologi 62.5.Manifestasi Klinis 72.6.Komplikasi.....................................................................................................................92.7.Pencegahan.................................................................................................................... 102.8.Pemeriksaan Penunjang 102.9.Pathway keperawatan.................................................................................................. 142.10. Fokus Keperawatan 15
BAB III PENUTUP 233.1 Kesimpulan 233.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hernia adalah suatu kelemahan pada dinding otot perut di segmen usus atau struktur perut
menonjol. Hernia dapat juga penetreate melalui cacat lainnya di dinding perut, melalui
diafragma, atau melalui struktur lainnya dalam rongga perut. (Donna,2000)
Manifestasi klinik yang sering terjadi pada pasien dengan hernia yaitu obstruksi usus,
seperti muntah-muntah, sakit perut crampy, distensi, nyeri abdomen, panas, adanya tonjolan pada
area inguinal atau abdomen femoral, nausea, dan tachi cardi, disuria disertai hematuria dan sesak
nafas. Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus hernia diantaranya potensial injuri,
knowledge defisid, gengguan rasa nyaman, retaensi urine, dan potensial infeksi.
Bila hernia tidak diatasi secara cepat dan tepat maka akan terjadi komplikasi seperti
incareta, strangulate, perforasi, infeksi postop, scrotal edema, dehinse post operasi, dan
evisceration. Berdasarkan masalah tersebut diatas dan komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien hernia bila tidak dilakukan secara adekuat, maka perlu asuhan keperawatan secara
komprehensif yang mencakup kebutuhan biopsikososial spiritual yang terkait dengan masalah
tersebut.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah dengan judul “Askep
Hernia”.
1.2 Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus sebagai berikut
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai penerapan
asuhan keperawatan pada pasien hernia.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ilmiah ini adalah agar dapat menggambarkan tentang:
1. Konsep dasar hernia,
2. Pengkajian pada pasien dengan hernia
3. Perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan hernia
4. Rencana asuhan keperawatan dan implementasi pada pasien dengan hernia.
1.3 Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran maupun dalam penerapan
asuhan keperawatan di masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut
lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum.
( Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah,
khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan Pamoentjak, 2000, hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan
dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal
517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra
adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan yang
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum
bagian kanan dan telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.
2.2 KLASIFIKASI
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1. Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan oleh
penderita atau ahli bedah.
2. Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya
komplikasi.
3. Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari luar
atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4. Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu yang
dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1. Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia.
2. Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi
umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis yaitu 1
inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar operasi
hernia terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a. Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b. Herniorapi
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan bahan
asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior menggunakan bahan asesoris
maka disebut dengan Hernioplasti.
2.3 ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat
(akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria,
berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus
yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan
pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar
tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis
lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas
dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan
penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak sebelum usia
dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah
mengalami stadium lanjut yaitu;
1. Mengisi kantong scrotum
2. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan terjadinya
komplikasi, sedangkan bila telah terjadi strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat
mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus.
(Sachdeva, 1996, hal 235 – 236 ; Mansjoer, 2000, hal 315)
2.4 PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada
bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut
tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak
menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal,
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi
misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan
bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan
mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada
SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga
mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta
mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan muntah, sehingga
beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah dan
kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan
pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis
cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga
sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,
manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh
bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai
darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 – 82).
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan
tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan,
mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi
dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada
kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta
mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam keadaan ada
benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong apakah benjolan dapat di reposisi
dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba
berupa annulus inguinalis yang melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum, jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum
pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal
jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia
inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Kusala, 2007, http://www.kalbe.co.id/files)
Pada umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Beberapa
masalah yang sering terjadi pada fase post operasi antara lain; kesadaran menurun, sumbatan
saluran nafas, hipoventilasi, hipotensi , aritmi cardiak, shock, nyeri, distensi kandung kencing,
cemas, aspirasi isi lambung.
Tindakan operatif dilakukan dengan melakukan insisi pada tubuh sehingga tubuh
memerlukan waktu untuk penyembuhan luka. Luka bedah karena dilakukan dengan disertai
teknik asepsis pada umumnya penyembuhannya lancar dan cepat.
Ada empat fase penyembuhan luka; fase I penyembuhan luka, lekosit mencerna bakteri
dan jaringan rusak. Fibrin tertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah
tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Luka kekuatannya rendah tapi luka yang
dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Pasien akan terlihat dan merasa sakit pada fase ini
yang berlangsung selama 3 (tiga) hari.
Fase II berlangsung 3 – 14 hari setelah pembedahan. Lekosit mulai menghilang, semua
lapisan epitel mulai beregenerasi selengkapnya dalam 1 (satu) minggu. Jaringan baru memiliki
sangat banyak jaringan vaskuler, jaringan ikat berwarna kemerah-merahan karena banyak
pembuluh darah dan mudah terjadi perdarahan, pasien akan terlihat lebih baik. Tumpukan
kolagen serabut protein putih akan menunjang luka dengan baik dalam 6 – 7 hari. Jadi jahitan
diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Hal ini akan menekan pembuluh darah baru dan
arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas. Pada fase
ini yang kira-kira berlangsung dari minggu ke dua sampai minggu ke enam post operasi, pasien
harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Fase terakhir, fase ke IV berlangsung beberapa bulan post operasi. Pasien akan mengeluh
gatal diseputar luka. Kolagen terus menimbun pada waktu ini, luka menciut dan menjadi tegang.
Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur.
(Long,1996, hal 70 – 86)
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
abses local, fistel atau peritonitis.
Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia geser.
Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka dapat timbul
nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.
Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka,
bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis
karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling penting,
terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien, letak hernia,
teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya.
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 718-719)
2.7 PENCEGAHAN
Kelemahan otot bawaan tidak dapat dicegah, namun, latihan penguatan otot yang mungkin
dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan teknik
mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan diagnosis herniasi sangat
membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian
medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada cekikan.
Hernia inguinalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut. Tetapi jika
tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus bisa terperangkap di dalam
kanalis inguinalis (inkarserasi) dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika tidak ditangani,
bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan
pembedahan untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada
dinding perut agar hernia tidak berulang. Obat-obatan biasanya diberikan untuk mengatasi nyeri
setelah penderita menjalani pembedahan. Kadang setelah menjalani pembedahan penderita
dianjurkan untuk memakai korset untuk menyokong otot yang lemah selama masa pemulihan.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi daerah inguinal dan femoral
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah
inguinal. Biasanya, impuls hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Suruhlah pasien memutar
kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah inguinal dan
femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan
hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls
ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi
nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
b. Palpasi hernia inguinal
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan pemeriksa didalam
skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada kulit skrotum yang
cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku
menghadap keluar dan bantalan jari kedalam.
Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan
yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral masuk
kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan ke atas ke arah
cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin
eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada
hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantalan jari pemeriksa. Jika ada
hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi
dengan tekanan yang lembut dan terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan hernia
dilakukan dengan kulit skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan,
tindakan ini tidak menimbulkan nyeri. Uraian tentang ciri-ciri hernia akan dibahas berikutnya.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasa lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek
mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada
bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan dignosis hernia
inguinal indirek.
- Foto ronsen spinal
- Elektromiografi
- Venogram epidural
- Fungsi lumbal
- Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas)
- Scan CT
- MRI
- Mielogram
2. Pemeriksaan darah
a. Lekosit ; peningkatan jumlah lekosit mengindikasikan adanya infeksi.
b. Hemoglobin ; Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah.
c. Hematokrit ; peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi
d. Waktu koagulasi ; Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis intraoperasi/pascaoperasi.
2. Urinalisis
BUN, Creatinin, munculnya SDM atau bakteri mengindikasikan infeksi.
3. GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
4. EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung.
2.9 PATHWAY
2.10 FOKUS KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Status Respiratori
Kebebasan saluran nafas, kedalaman bernafas, kecepatan, sifatnya. Bunyi nafas : ada dan
sifatnya.
b. Status Sirkulatori
Nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit, pengisian kapiler.
c. Status Neurologis
Tingkat kesadaran, penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala shock dan harus segera
dilaporkan kepada ahli bedah dan disertai gejala lain yang jelas.
d. Balutan
Keadaan balutan, terdapat drain, terdapat selang yang harus disambung dengan system drainase.
e. Kenyamanan
Terdapat nyeri, mual, muntah, sikap tidur yang nyaman dan memperlancar ventilasi.
f. Keamanan
Terdapat pengaman pada tempat tidur, alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester,
larutan. Munculnya proses infeksi ; demam.
(Long, 1996, hal 60)
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial
sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri
dan splinting otot.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf, prosedur bedah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan
hematoma.
3) Intervensi
NO DX KEP KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1. Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
berhubungan
dengan
peningkatan
sekresi
trakeobronkial
sekunder
terhadap efek
anestesi; batuk
tidak efektif
sekunder
terhadap
depresi SSP
atau nyeri dan
splinting otot.
Kriteria Hasil :
Jalan napas pasien
bersih, ditandai
dengan bunyi napas
normal pada
auskultasi.
b. RR : 12 – 20 X /
menit dengan
kedalaman dan pola
normal.
1) Pertahank
an jalan
nafas
pasien
dengan
meletakka
n pasien
pada
posisi
yang
sesuai.
2) Observasi
frekwensi
,
kedalama
n
pernafasa
n dan
pemakaia
n otot
bantu
pernafasa
n.
3) Observasi
pengemba
lian
fungsi
otot,
terutama
1) Mencegah
obstruksi jalan
nafas. Elevasi
kepala dan
posisi miring
akan mencegah
terjadinya
aspirasi dari
muntah, posisi
yang benar akan
mendorong
ventilasi pada
lobus paru
bagian bawah
dan menurunkan
tekanan pada
diafragma.
2) Dliakukan untuk
memastikan
efektivitas
pernafasan
sehingga upaya
memperbaikinya
dapat segera
dilakukan.
3) dilakukan untuk
meningkatkan
pengambilan
oksigen yang
otot-otot
pernafasa
n .
4) Lakukan
penghisap
an lendir
jika
diperluka
n
5) Kolaboras
i
pemberia
n
tambahan
oksigen
sesuai
kebutuha
n.
6) Kaji
adanya
keluhan
nyeri,
catat
lokasi
lamanya
serangan,
faktor
pencetus
atau yang
memperb
erat
akan diikat oleh
Hb.
4) Obstruksi jalan
nafas dapat
terjadi karena
adanya darah
atau mukus
dalam
tenggorokan
atau trakea.
5) Setelah
pemberian obat
– obat relaksasi
otot selama
masa
intraoperatif,
pengembalian
fungsi otot
pertama kali
terjadi pada
diafragma, otot
interkostal, yang
akan diikuti
dengan relaksasi
kelompok otot–
otot utama
seperti leher,
bahu, dan otot–
otot abdominal,
selanjutnya
diikuti oleh otot
2. Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
sehubungan
dengan
Kriteria hasil:
1) Melaporkan nyeri
hilang dan terkontrol.
2) mengungkapkan
metode yang memberi
7) Pertahank
an tirah
baring
selama
fase akut
letakkan
pasien
pada
posisi
semi
fowler
dengan
tulang
spinal,
pinggang
dan lutut
dalam
keadaan
fleksi atau
posisi
terlentang
dengan
atau tanpa
meninggi
kan
kepala
10-30
derajat.
8) Batasi
aktivitas
selama
– otot
berukuran
sedang seperti
lidah, faring,
otot – otot
ekstensi dan
fleksi dan
diakhiri oleh
mata, mulut
wajah dan jari –
jari tangan.
1.Membantu
menentukan
pilihan
intervensi dan
memberikan
dasar untuk
perbandingan
dan evaluasi
terhadap terapy.
2.Tirah baring
dalam posisi
yang nyaman
memungkinkan
pasien untuk
menurunkan
spasme otot
menurunkan
penekanan pada
bagian tubuh
kompresi
syaraf, prosedur
bedah.
penghilangan.
3) mendemonstrasikan
penggunaan
intervensi terapeutik.
4) Instruksikan pada
pasien untuk
melakukan teknik
relaksasi atau
visualisasi
5) Kolaborasi dalam
pemberian therapy
fase akut
sesuai
dengan
kebutuha
n
4)Instruksikan
pada pasien
untuk
melakukan
teknik relaksasi
atau visualisasi
5)Kolaborasi
dalam
pemberian
therapy
1)Lakukan
penilaian
terhadap fungsi
3. Menurunkan
gaya gravitasi
dan gerak yang
dapat
menghilangkan
spasme otot dan
menurunkan
edema dan
tekanan.
4. Memfokuskan
perhatian klien
membantu
menurunkan
tegangan otot
dan
meningkatkan
proses
penyembuhan.
5.Intervensi cepat
dan
mempercepat
proses
3. Perubahan
perfusi jaringan
berhubungan
Kriteria hasil:
Melaporkan atau
mendemonstrasikan
situasi normal.
neurologist
secara periodik
2)Pertahankan
pasien dalam
posisi
terlentang
sempurna
selama
beberapa jam
3) Pantau tanda-
tanda vital,
catat
kehangatan,
pengisian
kapiler
4)Kolaborasi
dalam
pemberian
cairan atau
darah sesuai
indikasi
penyembuhan.
1.Penurunan atau
perubahan
mungkin
mencerminkan
resolusi edema,
inflamasi
sekunder.
2. Penekanan
pada daerah
operasi dapat
menurunkan
resiko
hematoma.
3. Perubahan
kecepatan nadi
mencerminkan
hipovolemi
akibat
kehilangan
darah,
pembatasan
pemasukan oral,
mual, muntah.
4. Terapi cairan
pengganti
tergantung pada
derajat
dengan
penurunan
aliran darah
pembentukan
hematoma.
hipovolemi.
(Doengoes, 2000; Swearingen,2001)
ASUUHAN KEPERWATAN PADA Tn. M dengan Hernia Inguinalis Lateral (HIL) di
Ruang Ruangan Operasi (OK) RS BDLUD
Tanggal pengkajian : 10 November 2011
Tanggal Operasi : 10 November 2011
Tempat Praktek : Ruangan OK RS BDLUD
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SD
Status : Kawin
Alamat : jl mawar no 10, Solo
Tanggal MRS : 20 November 2011
2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. T
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SMP
Status : kawin
Alamat : Jl mawar No 24, Solo
Hubungan dengan pasien: anak
3. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha sebelah kanan.
b. Riwayat penyakit sekarang
1) Benjolan di lipat paha kanan, dialami penderita sejak kurang lebih 2 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Benjolan dirasakan penderita keluar masuk. Benjolan keluar dan membesar
bila penderita mengangkat beban berat atau berjalan jauh dan benjolan akan masuk kembali
bila penderita beristirahat (tiduran). Penderita tidak merasakan nyeri, mual muntah, serta
demam.
2) Frekuensi kencing ± 3 kali sehari, kencing tidak terputus-putus, tidak dirasakan nyeri saat
BAK.
3) BAB dirasakan biasa normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama (+), sakit jantung (-), darah tinggi (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga. Menikah dan mempunyai 5 orang anak.
Penderita bekerja sebagai buruh bangunan sehingga sering mengangkat beban yang berat.
4. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmhg.
Nadi : 84 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu rectal : 36,2 oC.
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor kiri =
kanan, refleks cahaya +/+ normal.
Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar.
Thoraks : Inspeksi : Pergerakan nafas simetris kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)
Inguinalis : Inspeksi : Benjolan (-), warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi : Tes invaginasi : impuls pada ujung jari
Tes Ziemenn : teraba pulsasi di anulus inferior
Tulang belakang : Tak ada kelainan
Extremitas : Superior et Inferior : Tak ada kelainan
Neurologi : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-
Rectal Toucher : Tonus sfingther ani cekat, ampula kosong, mukosa licin, prostat kesan normal.
Sarung tangan : Darah (-), lender (-), feses (-)
Genitalia : Tak ada kelainan
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 14,1 gr%
Leukosit : 4800/mm3
Trombosit : 188.000/mm3
Radiologi
X-rays : Foto Thorax : kronik bronkiolitis
EKG : LAHB
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1. DS :
- Klien mengatakan lemas
untuk bergerak
- Klien mengatakan nyeri di
bagian bekas operasi
DO :
Klien tampak lemah
Terdapat luka insisi
Terdapat jahitan di perut
Tindakan
Adanya insisi
bedah
Nyeri
Gangguan
nyaman/Nyeri
Nyeri
2. DS :
- Klien mengeluh kesulitan
berkemih
DO :
BAK klien tidak adekuat
Haluaran urine < 1000 ml/24
jam
Tindakan opersi
Nyeri
Perubahan suhu
tubuh
Gangguan
Berkemih
Retensi Urine
3. DS :
Klien / keluarga mengatakan
tidak mengetahui komplikasi,
cara perawatan serta tanda dan
gejala dari hernia
DO :
Klien dan keluarga tampak
Tingkat
pendidikan
rendah
keterbatasan
pengatahuan
Kurang
pengetahuan
bingung saat ditanya
komplikasi, cara perawatan
serta tanda dan gejala dan dari
hernia
Klien dan keluarga tampak
tidak bisa menunjukkan cara
penanggulangan pasien hernia
Kurang
pengetahuan
mengenai
penyakit hernia
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi
pembedahan.
2. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan
penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.
3. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan
tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka.
D. INTERVENSI
NO Dx Keperawatan NOC NIC RASIONAL
1. 1. Nyeri (khususnya
dengan mengedan)
yang berhubungan
dengan kondisi
hernia atau
intervensi
pembedahan.
Hasil yang
diperkirakan :
dalam 1 jam
intervensi,
-persepsi
subjektif klien
tentang
a. Kaji dan catat nyeri
b. Beritahu pasien
untuk menghindari
mengejan, meregang,
batuk dan
mengangkat benda
yang berat.
a.Untuk
mengetahui
tingkat nyeri
b. Mengejan ,
batuk dan
meregang
dapat
2.
3.
Retensi urine
(resiko terhadap hal
yang sama) yang
berhubungan
dengan nyeri,
trauma dan
penggunaan
anestetik selama
pembedahan
abdomen.
ketidaknyamanan
menurun seperti
ditunjukkan skala
nyeri.
- Indikator
objektif seperti
meringis tidak
ada/menurun.
Hasil yang
diharapkan :
dalam 8-10 jam
pembedahan,
pasien berkemih
tanpa kesulitan.
Haluaran urine ³
100 ml selama
setiap berkemih
dan adekuat
(kira-kira 1000-
1500 ml) selama
periode 24 jam.
c. Ajarkan bagaimana
bila menggunakan
dekker (bila
diprogramkan).
d. Ajarkan pasien
pemasangan
penyokong
skrotum/kompres es
yang sering
diprogramkan untuk
membatasi edema dan
mengendalikan nyeri.
e. Berikan analgesik
sesuai program.
a. Kaji dan catat
distensi suprapubik
atau keluhan pasien
tidak dapat berkemih.
b. Pantau haluaran
urine. Catat dan
laporkan berkemih
yang sering < 100 ml
dalam suatu waktu.
c. Permudah berkemih
dengan
mengimplementasika
n : pada posisi normal
untuk berkemih
rangsang pasien
dengan mendengar air
memperbesar
resiko hernia
c. Dekker adalah
terapi yang
baik untuk
hernia
d. Kompres
dingin dapat
mengendalikan
/ mengurangi
nyeri
e.Analgesik
dapat
mengurangi
nyeri
a. Untuk
mengetahui
perkembangan
kondisi klien
b. Urine adalah
tolak ukur dari
fungsi ginjal
c. Merangsang
berkemih
adalah cara
untuk
memulihkan
1. Kurang
pengetahuan :
potensial
komplikasi GI yang
berkenaan dengan
adanya hernia dan
tindakan yang dapat
mencegah
kekambuhan
mereka.
Hasil yang
diperkirakan :
setelah instruksi,
pasien
mengungkapkan
pengetahuan
tentang tanda dan
gejala komplikasi
GI dan
menjalankan
tindakan yang
diprogramkan
oleh pencegahan.
mengalir/tempatkan
pada baskom hangat.
a. Ajarkan pasien untuk
waspada dan
melaporkan nyeri
berat, menetap, mual
dan muntah, demam
dan distensi abdomen,
yang dapat
memperberat awitan
inkarserasi/strangulasi
usus.
b. Dorong pasien untuk
mengikuti regumen
medis : penggunaan
dekker atau
penyokong lainnya
dan menghindari
mengejan meregang,
konstipasi dan
mengangkat benda
yang berat.
c. Anjurkan pasien
untuk mengkonsumsi
diit tinggi residu atau
menggunakan
suplement diet serat
untuk mencegah
konstipasi, anjurkan
fungsi ginjal
a. Nyeri
merupakan
komplikasi
utama dari
pembedahan
b. Penggunaan
dekker adlah
terpai terbaik
untuk hernia
masukan cairan
sedikitnya 2-3 l/hari
untuk meningkatkan
konsistensi feses
lunak.
d. Beritahu pasien
mekanika tubuh yang
tepat untuk bergerak
dan mengangkat.
c. Makanan
berserat dpaat
meminimalisir
mengedan
d. Latihan gerak
dapat
membantu
untuk
mengindarkan
dari luka
dekubitus
E. IMPLEMENTASI
Tgl/jam Dx keperawatan Tindakan Paraf
10
Novembe
r 2011
09.00
WITA
12
2. Nyeri (khususnya dengan
mengedan) yang
berhubungan dengan
kondisi hernia atau
intervensi pembedahan.
a. Mengkaji dan
mencatat nyeri
b. Memberitahu
pasien untuk
menghindari
mengejan,
meregang, batuk
dan mengangkat
benda yang berat.
c. Mengajarkan
bagaimana bila
menggunakan
dekker (bila
diprogramkan).
TT
Novembe
r 2011
09.00
WIB
13
Novembe
r 2011
09.00
WIB Retensi urine (resiko
terhadap hal yang sama)
yang berhubungan dengan
nyeri, trauma dan
penggunaan anestetik
selama pembedahan
abdomen.
d. Mengajarkan
pasien
pemasangan
penyokong
skrotum/kompres
es yang sering
diprogramkan
untuk membatasi
edema dan
mengendalikan
nyeri.
e. Memberikan
analgesik sesuai
program.
a. Mengkaji dan
mencatat distensi
suprapubik atau
keluhan pasien
tidak dapat
berkemih.
b. Memantau
haluaran urine.
Mencatat dan
melaporkan
berkemih yang
sering < 100 ml
dalam suatu
waktu.
c. Mempermudah
berkemih dengan
14
Novembe
r 2011
09.00
WIB
15
Novembe
r 2011
09.00
WIB
2. Kurang pengetahuan :
potensial komplikasi GI
yang berkenaan dengan
adanya hernia dan tindakan
yang dapat mencegah
kekambuhan mereka.
mengimplementas
ikan : pada posisi
normal untuk
berkemih
rangsang pasien
dengan
mendengar air
mengalir/tempatka
n pada baskom
hangat.
a. Mengajarkan
pasien untuk
waspada dan
melaporkan nyeri
berat, menetap,
mual dan muntah,
demam dan
distensi abdomen,
yang dapat
memperberat
awitan
inkarserasi/strang
ulasi usus.
b. Mendorong
pasien untuk
mengikuti
regumen medis :
penggunaan
dekker atau
penyokong
lainnya dan
menghindari
mengejan
meregang,
konstipasi dan
mengangkat benda
yang berat.
c. Menganjurkan
pasien untuk
mengkonsumsi
diit tinggi residu
atau menggunakan
suplement diet
serat untuk
mencegah
konstipasi,
anjurkan masukan
cairan sedikitnya
2-3 l/hari untuk
meningkatkan
konsistensi feses
lunak.
d. Memberitahu
pasien mekanika
tubuh yang tepat
untuk bergerak
dan mengangkat.
F. EVALUASI
Catatan perkembangan
Tanggal /Jam Dx
Keperawatan
Perkembangan SOAP
10 November
2011
09.00 WIB
12 November
2011
9.00 WIB
13 November
2011
1. S : Keluar benjolan dilipat paha kanan
O :
KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,4oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
mesh
S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,2oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
mesh
Konsul anestesi untuk dilakukan
9.00 WIB operasi
S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Dilakukan herniotomi dengan
pemasangan mesh
Laporan operasi.
Penderita tidur terlentang
diatas meja operasi
Dilakukan general anestesi
Dilakukan asepsis dan
antisepsis lapangan operasi
dengan povidon iodine
Dilakukan insisi sejajar
ligamentum inguinal,
diperdalam sampai tampak
apponeurosis
Identifikasi nervus inguinalis
dan genitofemoral, disisihkan
Apponeurosis MOE dibuka
Identifikasi kantong hernia,
dibuka keluar cairan serous ±
20 cc, isi omentum
Omentum dikembalikan
kerongga abdomen
14 November
2011
9.00 WIB
15 November
2011
Kantong hernia diligasi
kemudian dipotong secara
intoto
Identifikasi funiculus
spermatikus
Pasang mesh dengan jahitan
pada tuberculum pubicum,
ligamentum inguinal dan
conkoin tendon
Kontrol perdarahan
Luks operasi dijahit lapis demi
lapis
Operasi selesai
Instruksi post operasi.
IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28
gtt/menit
Interome 2 dd 1 gr → i.v
Metronidazole 3 dd 1 → drips
Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
Ketorolac 3% drips dalam D5
100 cc/8 jam
Puasa bila Bu (+) dan penderita
sadar betul boleh minum
sedikit demi sedikit
S : Nyeri luka bekas operasi (+)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,
9.00 WIB
16 November
2011
9.00 WIB
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,6oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defence muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh
hari I - II
P : IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28 gtt/menit
Interome 2 dd 1 gr → i.v
Metronidazole 3 dd 1 → drips
Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
Ketorolac 3% drips dalam D5 100 cc/8
jam
Diet makanan lunak
Mobilisasi ( miring kanan/kiri )
S : Nyeri pada luka bekas operasi
mulai berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik.
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari III – IV
P : Aff infus, lanjut terapi oral
18 November
2011
9.00 WIB
19 November
2011
9.00 WIB
Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi
S : Nyeri pada luka bekas operasi
berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari V – VI
P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi
S : Nyeri pada luka bekas operasi
berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
20 November
2011
9.00 WIB
22 November
2011
9.00 WIB
24 November
2011
9.00 WIB
25 November
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari VII – VIII
P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi
S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari IX
P : Cespam 2 dd 100 mg
Metronidazole 3 dd 500 mg
Intervensi dihentikan
2011
9.00 WIB
2.
Kontrol poli jika obat habis
S: klien mengatakan sulit BAK
O: klien terlihat lemah
A: Post herniotomi dengan
pemasangan mesh
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervesi 1,2,3
S: klien menngatakan BAK sudah lancar
O: input dan output sudah seimbang
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi, pertahankan keadaan klien.
S: klien mengatakan badannya dapat bergerak bebas kembali
O: -klien tampak bersemangat -klien tidak bedres total
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi, pertahankan keadaan klien
S: klien sudah mulai tidak bertanya lagi tentang penyakitnya dan sudah
mengerti tentang penyakitnya
O: klien tampak tenang
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi, pertahankan keadaan klien.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding otot perut.
Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan, sebuah peritoneal kantung,
dan yang mendasarinya visera, seperti loop usus atau organ-organ internal lainnya.
2. Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan dengan
melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka muncul.
Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai hernia inguinalis atau
femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding abdomen, 3% adalah hernia
umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan diafragmatik hernia.
3.2 Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan adalah diharapkan agar pembaca melatih penguatan
otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan
menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan
diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi,
individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang
berkontribusi pada cekikan.
DAFTAR PUSTAKA
Lemone and Burke,M.K. 2000 .Medical Surgical Nursing:Critical Thinking in Client
Care. Second Edition.New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
Ignatavicius, Donna, et.All.2000.Medical Surgical Nursing.Philadelphia: W.B Saunders
Company.
Lewis,Heitkemper,Dirksen.2000.Medical Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Oswari E.1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia. .
http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/12/hernia/
http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1000546