Upload
prathita-amanda
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amnion
2.1.1 Selaput dan Cairan Amnion
Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur dan kuat.
Bagian dalam selaput merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm.
Jaringan ini berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, II,
dan IV. Bagian luar selaput adalah jaringan mesenkim berasal dari mesoderm.
Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan
dan metabolik, juga menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Sel
mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan
kuat, serta menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 yang berfungsi melawan
bakteri. Pada infeksi terjadi kelemahan pada ketahanan selaput sehingga pecah.
2.1.2 Pembentukan Cairan
Selaput amnion meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi
dari pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada
kehamilan aterm rata-rata adalah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan
massa jenis 1,008. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin.
2.1.3 Makna Klinik
Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini
kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20 minggu. Cairan
amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 Liter) yang mungkin
berakaitan dengan diabetes atau trisomi 18. Sebaliknya, cairan yang kurang
disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21
atau 13 atau hipoksia janin. Olighohidramnion dapat dicurigai bila terdapat
kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran
kurang dari 5 cm.
2.2 Ketuban Pecah Dini
2.2.1 Definisi
Adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban
pecah dini terjadi sebelum kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur.
2.2.2 Epidemiologi
KPD terjadi sekitar 12% dari semua kehamilan, KPD berhubungan
dengan sekitar 30% dari persalinan prematur.
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Gambar 1. Ketuban Pecah
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstra selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran
janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput
ketuban dengan produksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein
hormon merangsang aktivitas “matrix degrading enzym”.
Faktor Risiko
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang
disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur,
merokok, dan perdarahan selama kehamilan.
Beberapa faktor risiko dari KPD :
Inkompetensi serviks (leher rahim)
Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
Riwayat KPD sebelumya
Kehamilan kembar
Trauma
Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
Infeksi
2.2.4 Patogenesis
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terjadi keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Faktor risiko :
a. Berkurangnya asam askorbuk sebagai komponen kolagen
b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinasi (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraselular dan membrran janin. Aktivitas ini meningkat
menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis terdapat peningkatan MMP,
cenderung terjadi KPD.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Pecahnya pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh faktor-faktor eksterna,
misal infeksi yang menjalar dari vagina. Sering juga terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta.
2.2.5 Manifestasi Klinik
Pasien melaporkan keluarnya cairan banyak tiba-tiba yang diikuti rembesan
sesudahnya. Ditanyakan apakah merasa kontraksi, perdarahan pervaginam,
adanya riwayat berhubungan seksual akhir-akhir ini, atau ada demam. Hal ini
dikonfirmasi dengan pemeriksaan menggunakan spekulum steril. Baku emas
untuk mendiagnosis kemampuan klinis melihat adanya tanda klinis dengan
pemeriksaan menggunakan spekulum steril yaitu :
a. adanya kumpulan cairan di fornix posterior atau terlihat adanya
semburan atau rembesan cairan ketuban atau dari ostium serviks
b. pH yang alkalis dari lendir servikovaginal
2.2.6 Diagnosis
Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien
dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat
menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Dari anamnesis 90% sudah dapat
mendiagnosa KPD secara benar. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah
dini bisa dilakukan dengan cara :
Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa
(lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi
bau. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian
terbawah janin atau meminta paisen batuk atau mengedan. Penentuan
cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah
menjadi biru.
Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat
cairan ketuban pada forniks posterior
Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG. USG volume cairan
amnion berkurang/oligohidramnion
Terdapat infeksi genital (sistemik). Tentukan ada tidaknya infeksi, bila
Suhu > 380 C serta air ketuban keruh dan berbau, leukosit > 15.000, janin
takikardi mungkin infeksi intrauterin
Temukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik
Tentukan adanya kontraksi yang teratur
Gejala chorioamnionitis
Maternal
Demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,
leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA)
meningkat, kultur darah/urin.
Fetal
Takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Cairan amnion
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin,
glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Kertas Lakmus ( Nitrazine )
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat
dilakukan dengan kertas Lakmus / nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa).
pH normal dari vagina adalah 4- 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3.
Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
o Jadi biru (basa) : air ketuban
o Jadi merah (asam) : air kencing
Gambar 2. Nitrazine Test
Mikroskopik (Tes Pakis)
Dilakukan tes pada cairan vagina, antaranya kultur mikrobiologi, Vaginal Fluid
Ferning dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
Tes Busa atau Shake Test
Shake test atau test busa diperkenalkan oleh clements dan kawan-kawan pada
tahun 1972, untuk mempersingkat waktu dan mempunyai akurasi yang lebih tepat
dalam mengukur kadar lesitin – sphingomyelin. Tes ini tergantung kepada kemampuan
surfaktan dalam cairan amnion , ketika dicampur dengan ethanol , untuk mendapatkan
busa yang stabil pada batas air dan cairan.
Amniocentesis
Melalui pemeriksaan ini, akan diperoleh cairan amnion yang tidak
terkontaminasi, kemudian dilakukan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan ini
merupakan indicator terbaik untuk chorioamnionitis.
Pemeriksaan Penunjang Radiologi
Ultrasonografi (USG)
USG dapat digunakan untuk mengevaluasi KPD. Secara teori, indeks cairan
amnion berkurang secara bermakna atau habis pada pasien dengan kecurigaan
riwayat KPD dapat digunakan sebagai bukti adanya ketuban pecah.
2.2.7 Penatalaksanaan
a. Pastikan diagnosis
b. Tentukan umur kehamilan
c. Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
d. Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih dari vagina yang kadang
disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Diagnosis KPD prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar
dari kavum uteri. PH vagina hamil sekitar 4,5, bila ada cairan ketuban pHnya
sekitar 7,1-7,3. Antiseptik yang alkali akan menaikkan pH vagina.
Dengan pemeriksaan USG adanya KPD dapat dikonfirmasi dengan adanya
oligohidramnion.
Penderita dengan kemungkinan KPD harus masuk RS untuk diperiksa lebih
lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk
rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat
janin, persalinan diterminasi. Bila KPD pada prematur, diperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif, secara umum penatalaksanaan pasien KPD
yang tidak dalam perrsalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin,
penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.
Konservatif
a. Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama
7 hari).
b. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar
c. Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu sudah inpartu, tidak ada infeksim
berikan tokolitik (salbutamol), deksametasonm dan induksi sesudah 24
jam.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, tanda-tanda infeksi (suhu, leukosi, tanda-tanda infeksi
intrauterin)
f. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janinm dan bila memungkinkam periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu, dosis betanetason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.
Indikasi
KPD pada usia kehamilan antara 23-33 minggu biasanya ditatalaksana
paling baik dengan manajemen konservatif untuk memperpanjang kehamilan dan
mengurangi morbiditas yang bergantung pada usia kehamilan.
Syarat
tidak ditemukannya adanya bukti infeksi (kombinasi demam /380C dengan
nyeri uterus atau takikardia ibu atau janin, peningkatan leukosit diatas
15.000/LPB), solusio atau gawat janin.
Kortikosteroid antenatal
Perempuan yang mendapat terapi konservatif pada ketuban pecah yang jauh
dari aterm harus diberikan kortikosteroid antenatal untuk pematangan paru jika
sebelumnya belum pernah mendapatkan kortikosteroid pada kehamilan saat ini.
Regimen standar kortikosteroid antenatal melibatkan satu rangkaian 2x12 mg
betametason IM dalam 24 jam atau deksametason IM 6 mg setiap 12 jam selama
dua hari.
Tokolisis
Pada umumnya, tidak terdapat peningkatan risiko pada ibu dan janin dengan
tokolisis selama terapi konservatif. Baikt tokolisis untuk profilaksis atau terapi
pada kondisi ini telah menunjukkan adanya penurunan pada morbiditas bayi
Penanganan Aktif
Indikasi
a. KPD pada usia kehamilan antara 34 minggu dan 36 minggu
b. KPD pada usia kehamilan antara 32 minggu dan 33 minggu dengan pasca
pematangan paru
c. KPD pada usia kehamilan antara 23 minggu dan 36 minggu dengan
adanya tanda-tanda infeksi, solusio plasenta, atau gawat janin
d. Bila fasilitas NICU memadai dan mampu untuk merawat bayi prematur
Syarat
a. Pemeriksaan raiso Lesitin/spingomielin (L/S) menunjukkan paru sudah
matang
b. Pemeriksaan lab yang menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
c. Pemeriksan kesejahteraan janin yang menunjukkan adanya gawat janin
Terminasi Pervaginam
a. Terminasi dilakukan bila tidak ada kontraindikasi pervaginam
b. Bila kondisi ibu dan janin masih baik, tidak ada tanda-tanda infeksi
intrauterin
c. Bila hasil CTG kategori I
Terminasi Perabdominam
a. Bila ada kontraindikasi pervaginam
b. Bila hasil CTG kategori III atau ada tanda-tanda hipoksia janin
c. Bila ada tanda-tanda infeksi intrauterin
Sectio caesaria
Definisi
Upaya persalinan buatan dengan melahirkan janin melalui suatu insisi
pada dinding perut dan rahim, dengan syarat rahim dalam keadaan utuh berat
janin di atas 500 gr.
Indikasi
Maternal
a. Panggul sempit absolut
b. Tumor jalan lahir (menyebabkan obstruksi)
c. Plasenta previa
d. Disproporsi sefaloserviks
Fetus
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
c. Bayi besar
d. Hidrosefalus
Persiapan Operasi
a. Pasien dipuasakan selama 12 jam sebelum operasi
b. Periksa sampel darah pre-operatif seperti hematologi rutin, kadar glukosa
darah, dan skrining infeksi menular
c. Persiapkan alat operas, monitor (TD, N, SO2)
d. Sebelum memulai operasi, pasang akses dan cairan IV (RL atau Nacl
0,9%) serta katetara urin
e. Pasien dalam posisi Trendelenburg ringan, dilakukan anestesi spinal pada
operasi selektif
Jenis dan Prosedur Sectio caesaria
1. Sectio caesaria Transperitoneal Profunda
Insisi pada segmen bawah uterus yang mencakup insisi transversal, insisi
vertikal, insisi J, dan insisi T. Berikut urutan prosedurnya:
a. Disinfeksi dinding perut dan pasang kasin steril untuk mempersempit
lampang pandang
b. Insisi dinding perut dari atas simfisis pubis hingga bawah umbilikus,
lapis demi lapis hingga kavum peritoneum terbuka
c. Gunting peritoneum kandung kemih didepan segmen bawah rahim secara
melintang. Lapisan tersebut disisihkan ke samping
d. Insisi segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina
sepanjang 2 cm. Irisan tersebut diperlebar dengan kedua jari telunjuk
operato. Arah insisi bisa transversal (cara Kerr) ataupun vertikal (cara
Kronig)
e. Setelah dinding rahim terbuka, pecahkan ketuban dan lahirkan janin
f. Lahirkan plasenta secara manual dan suntikkan oksitosin 10 IU
intramural
g. Jahit luka insisi pada tiap lapisan uterus dengan catgut biasa
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan kedua perut dari sisa darah.
2. Sectio caesaria Klasik
Insisi pada segmen atas uterus yang dilakukan secara vertikal pada fundus
anterior. Berikut urutan prosedrunya:
a. Disinfeksi dinding perut dan pasang kain steril untuk mempersempit
lapang pandang
b. Insisi dinding perut dari atas simfisis pubis hingga bawah umbilikus,
lapis demi lapis hingga kavum peritoneum terbuka
c. Insisi segmen atas rahim dan diperlebar dengan gunting
d. Setelah kavum uteri terbuka, pecahkan selaput ketuban
e. Lahirkan janin dan jepit serta potong tali pusat
f. Lahirkan plasenta secara manual dan suntik oksitosin 10 IU intramural
g. Jahit luka insisi pada tiap lapisan uterus dengan catgut kronik dan
catgut biasa
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa darah
i. Jahit tiap lapisan luka dinding perut.
3. Sectio caesaria Ekstraperitoneal
Insisi segmen bawah uterus tanpa mengenai peritoneum. Uterus diacapai
melalui ruang paraveisca. Prosedur ini sering digunakan untuk mencegah
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum.
4. Sectio caesaria Vaginal
Pembedahan melalui dinding vagina anterior hingga mencapai rongga
uterus
Manajemen Pascaoperasi
a. Monitor perdarahan pervaginam, pastikan kontraksi uterus baik
b. Monitor tanda vital rutin setiap 15 menit dalam 1-2 jam pertama.
Selanjutnya tanda vital diukur setiap 4-6 jam. Ukur keluaran urin setiap
jam
c. Berikan cairan pengganti inisial 3-4 L IV dalam 24 jam pertama. Pastikan
asupan hidrasi yang adekuat pada pasien.
d. Berikan analgesik dan antiemetik bila perlu
e. Anjurkan pasien untuk menyusu ASI, bila memungkina, dalam keadaan
beberapa jam pertama pascapersalinan
f. Kontrol dan rawat luka pascaoperasi. Waspadai tanda-tanda infeksi
Komplikasi Sectio caesaria
a. Komplikasi maternal : demam, endometritis, infeksi luka, perdarahan,
subinvolusio uterus, adhesi dan dehiscence insisi uterus, atelektasis par,
emboli paru.
b. Komplikasi bayi: kelahiran prematur, masalah pernapasan.
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi
maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnnya persalinan
normal.
a. Persalinan prematur
Pada kehamilan anatara 28-34 minggu 50% persalinan terjadi dalam 24
jam
b. Infeksi
Risiko infeksi meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
KPD prematur lebih sering infeksi daripada aterm. Insiden infeksi
sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten
c. Hipoksia dan asfiksia
Terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia
atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
d. Sindrom deformitas janin
KPD terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebebabkan kompresi muka dan anggota badana janin, serta hipoplasi
pulmonar
2.2.9 Pencegahan
Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan bagi ibu hamil untuk
mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal trimester ke tiga, serta
tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu
hamil juga harus dinasihatkan supaya berhenti merokok dan mengambil alkohol.
Berat badan ibu sebelum kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks Massa
Tubuh (IMT) supaya tidak berlaku mana-mana komplikasi. Selain itu, pasangan
juga dinasihatkan supaya menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan bila
ada faktor predisposisi.
Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan;
Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv 4 x 1
mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU, metronidazol
drip.
Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat memperburuk
keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain pihak dapat menstimulasi
pematangan paru janin (surfaktan).
2.10 Prognosis
Risiko Maternal
Morbiditas maternal yang berhubungan dengan KPD, terutama prematur,
dan hal ini terjadi sebelum, saat, atau setelah persalinan. Walaupun insiden
korioamnionitis subklinis cukup tinggi pada KPD prematur tetapi infeksi maternal
yang serius sangat jarang terjai jika diobati dengan tepat. Selain itu bila terjadi
infeksi maka dapat terjadi peningkatan risiko SC, perdarahan postpartum, infeksi
postpartum, transfusi darah. Secara umum, prognosis maternal baik dengan
pengobatan dan penanganan yang tepat.
Risiko Janin dan Neonatal
Oligohidramnion yang disebabkan oleh KPD, bila berkepanjangan dapat
menyebabkan tetra oligohoramnion yaitu wajah yang datarm deformitas posisi
tungkai, hypoplasia paru, dan gangguan pertumbuhan janin. Biasanya fetal
hipoksia terjadi karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat pada kasus KPD.
Risiko pada neonatus adalah gangguan pernapasan (asfiksia), infeksi berat
(sepsis). Risiko jangka panjang pada bayi yang lahir dengan infeksi yang berat
adalah cerebral palsy, keterlambatan pertumbuhan mental jangka panjang, skor
kognitif yang rendah. Secara umum, prognosis pada janin dan neonatus
bergantung pada berat badan, kondisi dan penanganan saat baru lahir bila
penanganan tepat dan infeksi dapat dicegah maka prognosis yang lebih baik
dibandingkan bila sudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan dampak jangka
panjang hingga kematian.