22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Amnion 2.1.1 Selaput dan Cairan Amnion Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur dan kuat. Bagian dalam selaput merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm. Jaringan ini berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, II, dan IV. Bagian luar selaput adalah jaringan mesenkim berasal dari mesoderm. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik, juga menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat, serta menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 yang berfungsi melawan bakteri. Pada infeksi terjadi kelemahan pada ketahanan selaput sehingga pecah. 2.1.2 Pembentukan Cairan Selaput amnion meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata-rata adalah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin.

BAB II preskas FIX.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II preskas FIX.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amnion

2.1.1 Selaput dan Cairan Amnion

Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur dan kuat.

Bagian dalam selaput merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm.

Jaringan ini berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, II,

dan IV. Bagian luar selaput adalah jaringan mesenkim berasal dari mesoderm.

Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan

dan metabolik, juga menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Sel

mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan

kuat, serta menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 yang berfungsi melawan

bakteri. Pada infeksi terjadi kelemahan pada ketahanan selaput sehingga pecah.

2.1.2 Pembentukan Cairan

Selaput amnion meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi

dari pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada

kehamilan aterm rata-rata adalah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan

massa jenis 1,008. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin.

2.1.3 Makna Klinik

Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini

kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20 minggu. Cairan

amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 Liter) yang mungkin

berakaitan dengan diabetes atau trisomi 18. Sebaliknya, cairan yang kurang

disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21

atau 13 atau hipoksia janin. Olighohidramnion dapat dicurigai bila terdapat

kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran

kurang dari 5 cm.

Page 2: BAB II preskas FIX.doc

2.2 Ketuban Pecah Dini

2.2.1 Definisi

Adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban

pecah dini terjadi sebelum kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada

kehamilan prematur.

2.2.2 Epidemiologi

KPD terjadi sekitar 12% dari semua kehamilan, KPD berhubungan

dengan sekitar 30% dari persalinan prematur.

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Gambar 1. Ketuban Pecah

Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput

ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen

matriks ekstra selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran

janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput

ketuban dengan produksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein

hormon merangsang aktivitas “matrix degrading enzym”.

Page 3: BAB II preskas FIX.doc

Faktor Risiko

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang

disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur,

merokok, dan perdarahan selama kehamilan.

Beberapa faktor risiko dari KPD :

Inkompetensi serviks (leher rahim)

Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

Riwayat KPD sebelumya

Kehamilan kembar

Trauma

Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

Infeksi

2.2.4 Patogenesis

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah

tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior

rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terjadi keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas

kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Faktor risiko :

a. Berkurangnya asam askorbuk sebagai komponen kolagen

b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan

struktur abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinasi (MMP) yang

dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati

persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi

proteolitik dari matriks ekstraselular dan membrran janin. Aktivitas ini meningkat

menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis terdapat peningkatan MMP,

cenderung terjadi KPD.

Page 4: BAB II preskas FIX.doc

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, pada trimester ketiga

selaput ketuban mudah pecah. Pecahnya pada kehamilan aterm merupakan hal

fisiologis. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh faktor-faktor eksterna,

misal infeksi yang menjalar dari vagina. Sering juga terjadi pada polihidramnion,

inkompeten serviks, solusio plasenta.

2.2.5 Manifestasi Klinik

Pasien melaporkan keluarnya cairan banyak tiba-tiba yang diikuti rembesan

sesudahnya. Ditanyakan apakah merasa kontraksi, perdarahan pervaginam,

adanya riwayat berhubungan seksual akhir-akhir ini, atau ada demam. Hal ini

dikonfirmasi dengan pemeriksaan menggunakan spekulum steril. Baku emas

untuk mendiagnosis kemampuan klinis melihat adanya tanda klinis dengan

pemeriksaan menggunakan spekulum steril yaitu :

a. adanya kumpulan cairan di fornix posterior atau terlihat adanya

semburan atau rembesan cairan ketuban atau dari ostium serviks

b. pH yang alkalis dari lendir servikovaginal

2.2.6 Diagnosis

Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien

dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat

menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Dari anamnesis 90% sudah dapat

mendiagnosa KPD secara benar. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah

dini bisa dilakukan dengan cara :

Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa

(lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi

bau. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian

terbawah janin atau meminta paisen batuk atau mengedan. Penentuan

cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah

menjadi biru.

Page 5: BAB II preskas FIX.doc

Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban

keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat

cairan ketuban pada forniks posterior

Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG. USG volume cairan

amnion berkurang/oligohidramnion

Terdapat infeksi genital (sistemik). Tentukan ada tidaknya infeksi, bila

Suhu > 380 C serta air ketuban keruh dan berbau, leukosit > 15.000, janin

takikardi mungkin infeksi intrauterin

Temukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik

Tentukan adanya kontraksi yang teratur

Gejala chorioamnionitis

Maternal

Demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,

leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA)

meningkat, kultur darah/urin.

Fetal

Takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang

Cairan amnion

Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin,

glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Kertas Lakmus ( Nitrazine )

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat

dilakukan dengan kertas Lakmus / nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa).

pH normal dari vagina adalah 4- 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3.

Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test

o Jadi biru (basa)            : air ketuban

o Jadi merah (asam)       : air kencing

Page 6: BAB II preskas FIX.doc

Gambar 2. Nitrazine Test

Mikroskopik (Tes Pakis)

Dilakukan tes pada cairan vagina, antaranya kultur mikrobiologi, Vaginal Fluid

Ferning dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

Tes Busa atau Shake Test

Shake test atau test busa diperkenalkan oleh clements dan kawan-kawan pada

tahun 1972, untuk mempersingkat waktu dan mempunyai akurasi yang lebih tepat

dalam mengukur kadar lesitin – sphingomyelin. Tes ini tergantung kepada kemampuan

surfaktan dalam cairan amnion , ketika dicampur dengan ethanol , untuk mendapatkan

busa yang stabil pada batas air dan cairan.

Amniocentesis

Melalui pemeriksaan ini, akan diperoleh cairan amnion yang tidak

terkontaminasi, kemudian dilakukan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan ini

merupakan indicator terbaik untuk chorioamnionitis.

Page 7: BAB II preskas FIX.doc

Pemeriksaan Penunjang Radiologi

Ultrasonografi (USG)

USG dapat digunakan untuk mengevaluasi KPD. Secara teori, indeks cairan

amnion berkurang secara bermakna atau habis pada pasien dengan kecurigaan

riwayat KPD dapat digunakan sebagai bukti adanya ketuban pecah.

2.2.7 Penatalaksanaan

a. Pastikan diagnosis

b. Tentukan umur kehamilan

c. Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin

d. Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin

Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih dari vagina yang kadang

disertai tanda-tanda lain dari persalinan.

Diagnosis KPD prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar

dari kavum uteri. PH vagina hamil sekitar 4,5, bila ada cairan ketuban pHnya

sekitar 7,1-7,3. Antiseptik yang alkali akan menaikkan pH vagina.

Dengan pemeriksaan USG adanya KPD dapat dikonfirmasi dengan adanya

oligohidramnion.

Penderita dengan kemungkinan KPD harus masuk RS untuk diperiksa lebih

lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk

rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat

janin, persalinan diterminasi. Bila KPD pada prematur, diperlukan

penatalaksanaan yang komprehensif, secara umum penatalaksanaan pasien KPD

yang tidak dalam perrsalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin,

penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.

Konservatif

a. Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau

eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama

7 hari).

Page 8: BAB II preskas FIX.doc

b. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih

keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar

c. Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes

busa negatif, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan

kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu

d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu sudah inpartu, tidak ada infeksim

berikan tokolitik (salbutamol), deksametasonm dan induksi sesudah 24

jam.

e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan

lakukan induksi, tanda-tanda infeksi (suhu, leukosi, tanda-tanda infeksi

intrauterin)

f. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu

kematangan paru janinm dan bila memungkinkam periksa kadar lesitin

dan spingomielin tiap minggu, dosis betanetason 12 mg sehari dosis

tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4

kali.

Indikasi

KPD pada usia kehamilan antara 23-33 minggu biasanya ditatalaksana

paling baik dengan manajemen konservatif untuk memperpanjang kehamilan dan

mengurangi morbiditas yang bergantung pada usia kehamilan.

Syarat

tidak ditemukannya adanya bukti infeksi (kombinasi demam /380C dengan

nyeri uterus atau takikardia ibu atau janin, peningkatan leukosit diatas

15.000/LPB), solusio atau gawat janin.

Kortikosteroid antenatal

Perempuan yang mendapat terapi konservatif pada ketuban pecah yang jauh

dari aterm harus diberikan kortikosteroid antenatal untuk pematangan paru jika

sebelumnya belum pernah mendapatkan kortikosteroid pada kehamilan saat ini.

Page 9: BAB II preskas FIX.doc

Regimen standar kortikosteroid antenatal melibatkan satu rangkaian 2x12 mg

betametason IM dalam 24 jam atau deksametason IM 6 mg setiap 12 jam selama

dua hari.

Tokolisis

Pada umumnya, tidak terdapat peningkatan risiko pada ibu dan janin dengan

tokolisis selama terapi konservatif. Baikt tokolisis untuk profilaksis atau terapi

pada kondisi ini telah menunjukkan adanya penurunan pada morbiditas bayi

Penanganan Aktif

Indikasi

a. KPD pada usia kehamilan antara 34 minggu dan 36 minggu

b. KPD pada usia kehamilan antara 32 minggu dan 33 minggu dengan pasca

pematangan paru

c. KPD pada usia kehamilan antara 23 minggu dan 36 minggu dengan

adanya tanda-tanda infeksi, solusio plasenta, atau gawat janin

d. Bila fasilitas NICU memadai dan mampu untuk merawat bayi prematur

Syarat

a. Pemeriksaan raiso Lesitin/spingomielin (L/S) menunjukkan paru sudah

matang

b. Pemeriksaan lab yang menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi

c. Pemeriksan kesejahteraan janin yang menunjukkan adanya gawat janin

Terminasi Pervaginam

a. Terminasi dilakukan bila tidak ada kontraindikasi pervaginam

b. Bila kondisi ibu dan janin masih baik, tidak ada tanda-tanda infeksi

intrauterin

c. Bila hasil CTG kategori I

Terminasi Perabdominam

a. Bila ada kontraindikasi pervaginam

Page 10: BAB II preskas FIX.doc

b. Bila hasil CTG kategori III atau ada tanda-tanda hipoksia janin

c. Bila ada tanda-tanda infeksi intrauterin

Sectio caesaria

Definisi

Upaya persalinan buatan dengan melahirkan janin melalui suatu insisi

pada dinding perut dan rahim, dengan syarat rahim dalam keadaan utuh berat

janin di atas 500 gr.

Indikasi

Maternal

a. Panggul sempit absolut

b. Tumor jalan lahir (menyebabkan obstruksi)

c. Plasenta previa

d. Disproporsi sefaloserviks

Fetus

a. Kelainan letak

b. Gawat janin

c. Bayi besar

d. Hidrosefalus

Persiapan Operasi

a. Pasien dipuasakan selama 12 jam sebelum operasi

b. Periksa sampel darah pre-operatif seperti hematologi rutin, kadar glukosa

darah, dan skrining infeksi menular

c. Persiapkan alat operas, monitor (TD, N, SO2)

Page 11: BAB II preskas FIX.doc

d. Sebelum memulai operasi, pasang akses dan cairan IV (RL atau Nacl

0,9%) serta katetara urin

e. Pasien dalam posisi Trendelenburg ringan, dilakukan anestesi spinal pada

operasi selektif

Jenis dan Prosedur Sectio caesaria

1. Sectio caesaria Transperitoneal Profunda

Insisi pada segmen bawah uterus yang mencakup insisi transversal, insisi

vertikal, insisi J, dan insisi T. Berikut urutan prosedurnya:

a. Disinfeksi dinding perut dan pasang kasin steril untuk mempersempit

lampang pandang

b. Insisi dinding perut dari atas simfisis pubis hingga bawah umbilikus,

lapis demi lapis hingga kavum peritoneum terbuka

c. Gunting peritoneum kandung kemih didepan segmen bawah rahim secara

melintang. Lapisan tersebut disisihkan ke samping

d. Insisi segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina

sepanjang 2 cm. Irisan tersebut diperlebar dengan kedua jari telunjuk

operato. Arah insisi bisa transversal (cara Kerr) ataupun vertikal (cara

Kronig)

e. Setelah dinding rahim terbuka, pecahkan ketuban dan lahirkan janin

f. Lahirkan plasenta secara manual dan suntikkan oksitosin 10 IU

intramural

g. Jahit luka insisi pada tiap lapisan uterus dengan catgut biasa

h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan kedua perut dari sisa darah.

2. Sectio caesaria Klasik

Insisi pada segmen atas uterus yang dilakukan secara vertikal pada fundus

anterior. Berikut urutan prosedrunya:

a. Disinfeksi dinding perut dan pasang kain steril untuk mempersempit

lapang pandang

Page 12: BAB II preskas FIX.doc

b. Insisi dinding perut dari atas simfisis pubis hingga bawah umbilikus,

lapis demi lapis hingga kavum peritoneum terbuka

c. Insisi segmen atas rahim dan diperlebar dengan gunting

d. Setelah kavum uteri terbuka, pecahkan selaput ketuban

e. Lahirkan janin dan jepit serta potong tali pusat

f. Lahirkan plasenta secara manual dan suntik oksitosin 10 IU intramural

g. Jahit luka insisi pada tiap lapisan uterus dengan catgut kronik dan

catgut biasa

h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa darah

i. Jahit tiap lapisan luka dinding perut.

3. Sectio caesaria Ekstraperitoneal

Insisi segmen bawah uterus tanpa mengenai peritoneum. Uterus diacapai

melalui ruang paraveisca. Prosedur ini sering digunakan untuk mencegah

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum.

4. Sectio caesaria Vaginal

Pembedahan melalui dinding vagina anterior hingga mencapai rongga

uterus

Manajemen Pascaoperasi

a. Monitor perdarahan pervaginam, pastikan kontraksi uterus baik

b. Monitor tanda vital rutin setiap 15 menit dalam 1-2 jam pertama.

Selanjutnya tanda vital diukur setiap 4-6 jam. Ukur keluaran urin setiap

jam

c. Berikan cairan pengganti inisial 3-4 L IV dalam 24 jam pertama. Pastikan

asupan hidrasi yang adekuat pada pasien.

d. Berikan analgesik dan antiemetik bila perlu

e. Anjurkan pasien untuk menyusu ASI, bila memungkina, dalam keadaan

beberapa jam pertama pascapersalinan

f. Kontrol dan rawat luka pascaoperasi. Waspadai tanda-tanda infeksi

Komplikasi Sectio caesaria

Page 13: BAB II preskas FIX.doc

a. Komplikasi maternal : demam, endometritis, infeksi luka, perdarahan,

subinvolusio uterus, adhesi dan dehiscence insisi uterus, atelektasis par,

emboli paru.

b. Komplikasi bayi: kelahiran prematur, masalah pernapasan.

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi

maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali

pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnnya persalinan

normal.

a. Persalinan prematur

Pada kehamilan anatara 28-34 minggu 50% persalinan terjadi dalam 24

jam

b. Infeksi

Risiko infeksi meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi terjadi

korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,

omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.

KPD prematur lebih sering infeksi daripada aterm. Insiden infeksi

sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten

c. Hipoksia dan asfiksia

Terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia

atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan

derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin

gawat.

d. Sindrom deformitas janin

KPD terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan

disebebabkan kompresi muka dan anggota badana janin, serta hipoplasi

pulmonar

2.2.9 Pencegahan

Pencegahan primer

Page 14: BAB II preskas FIX.doc

Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan bagi ibu hamil untuk

mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal trimester ke tiga, serta

tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu

hamil juga harus dinasihatkan supaya berhenti merokok dan mengambil alkohol.

Berat badan ibu sebelum kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks Massa

Tubuh (IMT) supaya tidak berlaku mana-mana komplikasi. Selain itu, pasangan

juga dinasihatkan supaya menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan bila

ada faktor predisposisi.

Pencegahan sekunder

Mencegah infeksi intrapartum dengan;

Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv 4 x 1

mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU, metronidazol

drip.

Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat memperburuk

keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain pihak dapat menstimulasi

pematangan paru janin (surfaktan).

2.10 Prognosis

Risiko Maternal

Morbiditas maternal yang berhubungan dengan KPD, terutama prematur,

dan hal ini terjadi sebelum, saat, atau setelah persalinan. Walaupun insiden

korioamnionitis subklinis cukup tinggi pada KPD prematur tetapi infeksi maternal

yang serius sangat jarang terjai jika diobati dengan tepat. Selain itu bila terjadi

infeksi maka dapat terjadi peningkatan risiko SC, perdarahan postpartum, infeksi

postpartum, transfusi darah. Secara umum, prognosis maternal baik dengan

pengobatan dan penanganan yang tepat.

Risiko Janin dan Neonatal

Oligohidramnion yang disebabkan oleh KPD, bila berkepanjangan dapat

menyebabkan tetra oligohoramnion yaitu wajah yang datarm deformitas posisi

Page 15: BAB II preskas FIX.doc

tungkai, hypoplasia paru, dan gangguan pertumbuhan janin. Biasanya fetal

hipoksia terjadi karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat pada kasus KPD.

Risiko pada neonatus adalah gangguan pernapasan (asfiksia), infeksi berat

(sepsis). Risiko jangka panjang pada bayi yang lahir dengan infeksi yang berat

adalah cerebral palsy, keterlambatan pertumbuhan mental jangka panjang, skor

kognitif yang rendah. Secara umum, prognosis pada janin dan neonatus

bergantung pada berat badan, kondisi dan penanganan saat baru lahir bila

penanganan tepat dan infeksi dapat dicegah maka prognosis yang lebih baik

dibandingkan bila sudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan dampak jangka

panjang hingga kematian.