Author
lora-angraeni-patoding
View
35
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
:)
Pertusis pada Anak
Irmelan Ana Z Rumbruren
02009214
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
PENDAHULUAN
Pertusis atau yang lebih dikenal orang awam sebagai batuk rejan atau batuk 100 hari
merupakan salah satu penyakit menular saluran pernapasan yang sudah diketahui adanya sejak
tahun 1500-an. Penyebab tersering dari pertusis adalah kuman gram (-) Bordetella pertussis. Di
seluruh dunia insidensi pertussis banyak didapatkan pada bayi dan anak kurang dari 5 tahun
meskipun anak yang lebih besar dan orang dewasa masih mungkin terinfeksi oleh B.pertussis.
Insidensi terutama didapatkan pada bayi atau anak yang belum diimunisasi.
Dahulu pertusis adalah penyakit yang sangat epidemic karena menyerang bukan hanya
negara-negara berkembang namun juga beberapa bagian dari negara maju, seperti Amerika
Serikat, Italia, Jerman. Namun setelah mulai digalakkannya vaksinasi untuk pertusis, angka
kematian bisa ditekan hingga 10/10.000 populasi. Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, pertusis diharapkan tidak diketemukan lagi, meskipun ada kasusnya
namun tidak signifikan atau kurang. Dengan mendiagnosa secara dini kasus pertusis, dari gejala
klinis,foto roentgen, dan pemeriksaan penunjang lainnya, diharapkan para klinisi mampu
memberikan penanganan yang tepat dan cepat sehingga derajat penyakit pertusis tidak
menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut, seperti ensefalopati, Respiratory distress syndrome,
dan penyakit paru-sistemik lainnya
1 | P a g e
PEMBAHASAN
Definisi
Pertussis artinya batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan akut
yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak-anak yang tidak diimunisasi atau
pada orang dewasa dengan kekebalan menurun. Istilah pertussis (batuk kuat) pertama kali
diperkenalkan oleh Sydenham pada tahun 1670. dimana istilah ini lebih disukai dari batuk rejan
(whooping cough). Selain itu sebutan untuk pertussis di Cina adalah batuk 100 hari.
Pertussis adalah penyakit yang serius pada anak-anak kecil diseluruh dunia. Pada orang
dewasa juga sering terjadi karier yang asimptomatik atau infeksi yang ringan. Prevalensi
pertussis di seluruh dunia sekarang berkurang karena adanya imunisasi aktif.
Conjutive hemorrhage adalah perdarah pada conjungtiva.
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan
langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali,
orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk
didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan
semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Yang perlu dilakukan pada
anamnesis, yaitu :1
a. Identitas :1
Nama lengkap
Umur/ usia
Jenis kelamin
Nama orang tua
Alamat
Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua
Agama dan suku bangsa
b. Keluhan utama
2 | P a g e
Keluhan yang membuat pasien datang ke dokter untuk berobat dan ditanyakan juga sudah sejak
kapan yang menunjukan waktu terjadinya.
Batuk. Hal-hal yang perlu ditanyakan?
- Batuk sejak kapan?
- Tentukan Jenis batuk ?
a. akut: kurang lebih 3 minggu, penyebab diantaranya adalah infeksi saluran napas atas
misalnya influenza, pneumonia, edema paru, eksaserbasi PPOK, rhinitis alergika dan pertusis
atau batuk rejan.
b. Subakut (3-8 minggu) penyebab diantaranya batuk pasca infeksi sinusitis dan asma
c. Kronis (> 8 minggu) penyebab diantaranya: asma, refluks gastroesofagus, kanker paru,
bronkiektasis, TB dan PPOK
- Dalam sehari batuk berapa kali?
- Apakah batuk timbul secara tiba-tiba?
- Apakah batuk berlendir? Jika ya: berapa jumlah dahak? Apa Warna dahak tersebut? Apakah
dahak berbau busuk? Adakah darah atau hemoptisis?
- Apakah batuk ini berlangsung untuk waktu lama?
- Apakah batuk itu sering terjadi setelah makan?
- Apakah batuk memburuk pada posisi tertentu?
Keluhan penyerta:
- Apakah ada demam? Sifat demam?
- Apakah mengalami sakit kepala?
- Adakah keringat di malam hari?
- Apakah ada nyeri dada? Saat batuk/setelah batuk?
- Adakah sesak napas? Adakah riwayat penyakit pernapasan kronis?
- Adakah tanda-tanda sinusitis (misalnya nyeri gigi maksilaris? Secret hidung purulent?atau
nyeri wajah?)
- Anoreksia?
Riwayat penyakit dahulu
3 | P a g e
Apakah pernah mengalami penyakit kronik yang menyangkut tentang saluran pernapasan?
Riwayat pribadi dan sosial
- Apakah punya binantang kesayangan?
- apakah ada keluarga terdekat yang merokok?
- Pernahkah pasien terpajan penyebab infeksi khusus pertusis? Allergen? Obat baru?
- Penghasilan Orang tua
- Jumlah keluarga.
- Keadaan perumahan dan lingkungan
- Kebersihan diri dan lingkungan
Riwayat penggunaan obat
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? Adakah baru-baru ini terdapat perubahan pemakaian
obat?
Riwayat Imunisasi
JENIS UMUR CARA JUMLAH
BCG 0 – 2 bulan 1C 1x
DPT 2, 3, 4 bulan 1M 3x
Polio 1-5 bulan Refisi 4x
Campak 9 bulan 5C 4x
Hepatitis 0, 1, 6 bulan 1M 3x
1. Pemeriksaan Fisik
- Penampilan umum, mencakup keadaan kesadaran dan perawatan pribadi. Apakah pasien
kelihatan sehat atau sakit? Apakah ia berbaring dengan nyaman ditempat tidur atau apakah ia
kelihatan menderita? Apakah ia sedikit berwaspada atau apakah ia lemah? Apakah ia
kelihatan sakit akut atau kronis? Apakah pasien kelihatan kurus dan lemah? Apakah ia
gemuk sekali? Kebanyakan penderita penyakit kronis tidak mengalami kelebihan berat badan
4 | P a g e
- Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, frekuensi napas, warna
kulit, diameter pupil.2
- Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan
- Head to toe: mata, THT, leher dan dada
- Kepala : tidak ada bekas luka ataupun bengkak.
- Rambut : warna rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak terdapat ketombe.
- Wajah : simetris, bentuk bulat, tidak terdapat kelainan kulit
- Mata : sklera berwarna putih,mata tampak menonjol
- Hidung : lubang hidung simetris, hidung berair, terdapat pernafasan cuping hidung.
- Mulut : mukosa lembab, lidah menjulur
- Telinga : Daun telinga simetris, membran timpani putih mengkilat, tidak ada benda
asing.
- Leher : Tidak terdapat pembesaran JVP, tidak ada tanda-tanda pembesaran kaku
kuduk dan pembesaran kelenjar tiroid.
- Dada
Inspeksi : Terdapat tarikan otot bantu pernafasan dengan cepat
Palpasi : Tidak ada krepitasi
Perkusi : Paru sonor, jantung dallnes
Auskultasi :Wheezing inspirasi
- Abdomen
Inspeksi :Terdapat distensi abdomen
Auskultasi : normal
Palpasi : tidak terdapat pembesaran lien dan hepar, turgor kulit bisa menurun bisa
normal.
Perkusi : perut tidak kembung
- Ekstremitas
Atas : tidak ada odem, pada bagian kiri terpasang infus.
Bawah : tidak ada odem, tidak ada bekas luka.
- Genetalia : bersih, tidak berbau tak sedap, tidak terdapat varises atau odem.
- Anus
Inspeksi : bersih, tidak terdapat hemoroid, tidak ada perdarahan.
5 | P a g e
Palpasi : tidak ada benjolan, massa, ataupun tumor.
Pemeriksaan mata
Pada pemeriksaan mata perlu melihat keadaan dan warna mata keadaan yang bisa didapatkan
berwarna merah darah akibat perdarahan konjungtiva karena banyak batuk atau berulang
muntah-muntah. Selain itu bisa juga karena trauma, infeksi, alergi, atau peningkatan tekanan
dalam mata.1
2.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap(DL) jumlah leukosit antara 11.000-75.000 sel / m³darah.
2. Kultur Bordetella Pertusis
3. Foto Thorax menunjukkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema
- Leukositosis (20.000-50.000/mm³ darah) dengan limfositosis absolut khas, pada bayi-bayi
jumlah leukosit tidak dapat menolong untuk diagnosis, oleh karena respon limfositosis
terdapat pula pada banyak infeksi.
- Diagnostik spesifik tergantung dari didapatkannya organisme, terbaik diperiksa selama fase
awal penyakit dengan melakukan apus nasofaring yang dibiak pada media Bordet-Gengou.
“Direct flourescent antibody staining” dari spesimen faring dapat membedakan diagnosis
spesifik secara tepat.
- Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan penentuan antibodi toksin pertussis dari
sepasang serum.
- ELISA dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap “filamentous
hemoaglutinin (FHA)” dan toksin pertussis (TP). nilai IgM-FHA dan IgM-TP serum tidak
bernilai dalam penentuan seropositif oleh karena menggambarkan respon imun primer dan
dapat disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG langsung terhadap toksin pertussis
merupakan test yang paling sensitif dan spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA dan IgA-TP
kurang sensitif daripada IgG-TP tetapi sangat spesifik untuk infeksi natural dan tidak terlihat
sesudah imunisasi pertussis.
6 | P a g e
- Kultur paling positif pada fase kataral dan awal paroksimal dan seharusnya dilakukan pada
semua kasus yang tersangka. Test serologis berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk
menentukan adanya infeksi pada individu dengan kultur negatif.1
Diagnosis kerja
Pertusi / Whooping Cough / Tussis quinta / Batuk rejan
Pertusis dicurigai secara klinik selama stadium paroksismal tipikal. Wabah pertusis pada
anak yang lebih tua dan remaja sukar didiagnosis. Pada populasi ini dan pada dewasa, pertusis
dapat disertai dengan koriza atau suatu batuk paroksismal dan muntah berlangsung lebih dari 4
minggu. Riwayat imunisasi tidak lengkap dan kontak dengan kasus yang diketahui dan berguna.
Leukositosis (sejumlah 20.000-100.000 sel/L) dengan limfositosis absolute khas padda akhir
stadium kataral dan selama stadium paroksismal penyakit. Limfositosis mungkin ada pada bayi
yang diimunisasi tidak lengkap atau sangat muda. Pemeriksaan sinar-X dada dapat menunjukan
infiltrate perihilar, atelektasis, atau emfisema.
Diagnosis bergantung pada isolasi B. pertussis, biasanya dilakukan selama fase awal penyakit
dengan biakan swab nasofaring pada medium agar gliserin-kentang-darah (Bordet-Gengou) yang
telah ditambahkan penisilin untuk menghambat pertumbuhan organism lain. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan menggunakan PCR.
Perhatikan juga batuk khas bila penderita datang pada stadium spasmodic. Pada stadium kataralis
sukar dibuat diagnosis karena menyerupai common cold. Pada akhir stadium kataralis dan
permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi, kadang-kadang sampai 15.000-
45.000/mm3 dengan limfositosis. Diagnosis dapat diduga bila dengan obat batuk, batuk yang
mula-mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi siang dan malam
serta bisa diketahui terdapat kontak dengan penderita pertusis.2
Pada stadium kataralis selain terdapat leukositosis dan limfositosis, diagnosis dapat diperkuat
dengan mengisolasi kuman dari secresi jalan napas yang dikeluarkan pada waktu batuk.
Secara laboratorik diagnosis pertusis dapat dibuat berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau
dengan pemeriksaan imunofluoresen. Uji aglutinasi kurang digunakan karena pada anak dibawah
1 tahun, agglutinating antibody hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam serum masa
7 | P a g e
konvalesensi, sedangkan complement fixing antibody terdapat dalam jumlah yang bervariasi.
Suatu pemeriksaan serologi yang mudah, khas dan relative murah ialah uji Ouchterlony yang
meggunakan gel agar imunodifusi untuk memperlihatkan prespitasi antibody pertusis dengan
ekstrak B. pertussis fase I. presipitin terlihat dalam 1-3 hari dan intensitas secara maksimal
terdapat dalam 86,2% daripada anak yang secara bakteriologis telah terbukti menderita pertusis.
Gejala klinis
Masa tunas 7-14 hari. Gejala penyakit berlangsung 6-8 minggu, walaupun banyak pasien
mengalami batuk selama 3 minggu atau kurang. Penyakit ini biasanya dibagi menjadi tiga
stadium:
1. Stadium Kataral (1-2 minggu).
Terdapat rinorea (jernih sampai mukoid), injeksi konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan
terutama pada malam hari yang makin lama makin bertambah berat dan terjadi siang dan
malam, mengi, pilek, serak, demam ringan dan anoreksia. Tetapi diagnosis tidak dipikirkan
selama stadium ini, walaupun pada saat ini organism berada dalam konsentrasi besar, karena
manifestasinya serupa dengan manifestasi virus saluran napas atas yang paling non spesifik.
Stadium ini menyerupai influenza.
2. Stadium Paroksismal / stadium spasmodik (2-4 minggu).
Episode batuk meningkat keparahan dan frekuensinya. Batuk berkali-kali selama ekspirasi
diikuti dengan inspirasi massif mendadak (serangan batuk panjang, tidak ada inspirium
diantaranya dan diahiri dengan whoop) menghasilkan suara whoop (= tarikan napas panjang
dan dalam berbunyi melengking), karena udara diisap secara paksa melawan glottis yang
sempit. Suara whoop mungkin tidak ada pada anak usia kurang dari 6 bulan atau dewasa.
Anak dapat terberak-berak dan terkencing-kencing. Petekie wajah dan kemerahan, pelebaran
vena, dan sianosis menonjol selama serangan. Muntah pasca batuk dan banyak sputum yang
kental, menimbulkan kecurigaan pertusis.
Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian
berat hingga penderita tampak gelisah dengan muka merah dan sianotik.
Kadang-kadang pada penyakit yang berat tampak pula perdarahan subkonjungtiva dan
epitaksis oleh karena meningkatnya tekanan pada waktu serangan batuk. Aktivitas seperti
8 | P a g e
tertawa-tawa dan mengangis dapat menimbulkan serangan batuk. Dalam bentuk ringan tidak
terdapat whoop, muntah atau batuk spasmodic.
Episode berulang menyebabkan kelelahan; paroksismal dapat menghasilkan cedera otak
anoksik; sebaliknya, pertusis dapat menyebabkan ensefalopati. 2
3. Stadium Konvalesen (1-2 minggu).
Lamanya kira-kira 2 minggu sampai sembuh. Pada minggu keempat jumlah dan berat
serangan batu atau Frekuensi dan keparahan batuk paroksismal dan muntah berkurang, nafsu
makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spasmodic mulai
menghilang. Infeksi semacam “common cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.
Selama fase ini, batuk kronik dapat menetap selama beberapa bulan. Kadang, batuk
paroksismal berulang yang selanjutnya disertai dengan infeksi saluran napas atas pada bulan
berikutnya.
Manifestasi klinik bergantung pada pathogen spesifik, usia pasien, dan status imunisasi hospes.
Organism melekat pada sel epitel jalan napas, mengaktifkan sitokin dan merangsang apoptosis.
Aktivitas ini mengakibatkan radang dan nekrosis sel, menyebabkan bronchitis, atelektasis, dan
bronkopneumonia. Infiltrate perihilar menghasilkan tepi jantung yang tidak tegas (shaggy) pada
reotegenogram dada, khas pertusis.
Etiologi
Pertusi berarti “ Batuk kuat” terutama disebabkan oleh Bordetella pertussis atau Hemophilus
pertussis. Organism B. pertussis adalah kuman yang kecil, tidak bergerak, basil gram negative,
pleomorfik, sulit ditumbuhkan kecuali dengan media Bordet-Gengou setelah dilakukan swab
pada nasofaring penderita pertusis. B. pertussis yang didapatkan secara langsung adalah tipe
antigenetik fase I, sedangkan yang diperoleh melalui pembiakan terdapat bentuk lain, yaitu fase
II, III, IV. “Strain “ fase I diperlukan untuk menularkan penyakit atau mendapatkan vaksin yang
efektif.
B. parapertussis dan B. bronchiseptica secara morfologis menyerupai B. pertussis dan dibedakan
dengan reaksi aglutinasi yang khas.
Bordetella pertussis atau Hemophilus pertussis; adenovirus tipe 1,2,3 dan 5 dapat ditemukan
dalam traktus respiratorius, traktus gastrointestinal dan traktus genitourinarius penderita pertusis
9 | P a g e
bersama-sama Bordetella pertussis atau tanpa adanya Bordetella pertussis. Pula didapatkan B.
parapertussis dan B.bronchiseptica pada penderita pertusis.3
Patofisiologis
Brodetella pertussis merupakan bakteri batang gram negative yang sukar tumbuh dan
memerlukan media khusus untuk isolasinya. B. pertussis menempel ke sel epitel bersilia pada
bronkus, sehingga menimbulkan siliostasis, kerusakan jaringan setempat, dan mengganggu
fungsi sel fagosit. B. pertussis tidak menyerang secara sistemik, tetapi suatu factor penguat
limfositosis (LPF= lymphocytosis promoting factor), mempunyai efek sistemik mitip toksin.
Antigen penting lain adalah protein permukaan sel seperti hemaglutinin filamentosa (FHA), dan
pertaktin, baru-baru ini ditemukan protein membrane luar 69.000 dalton. Sel B. pertussis juga
mengandung endotoksin dan banyak toksin lainnya. Peran berbagi toksin ini pada penyakit
masih diteliti.
Lesi biasanya terdapat pada bronkus dan bronkiolus, namun mungkin terdapat perubahan-
perubahan pada selaput lendir trakea, laring dan nasofaring. Basil biasanya bersarang pada silia
epitel torak mukosa, menimbulkan eksudasi yang mukopurulen. Lesi berupa nekrosis bagian
basal dan tengah sel epitel torak, disertai infiltrate neutrofil dan makrofag. Lendir yang
berbentuk dapat menyumbat bronkus kecil hingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.
Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder. Kelainan-kelainan
paru itu dapat meimbulkan bronkiektasis.3
Penatalaksanaan
Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk setiap anak dengan serangan paroksismal berat
yang disertai sianosis dengan apnea. Oleh karena penyakit berat dan komplikasi terjadi trauma
pada anak yang sangat muda, bayi muda yang mendapat pertusis harus dirawat di rumah sakit
sampai pasti bahwa serangan, apnea, sianosis, dan masalah makan dapat diatasi di rumah.
Diperlukan pengisapan sering sekret yang banyak dari nasofaring terutama pada bayi yang
10 | P a g e
lemah, kecil dan lelah. Pemantauan ketat dan respon perawatan yang cepat untuk serangan batuk
diperlukan untuk mencegah hipoksemia. Tergantung berat gejala anak, merawat anak di unit
perawatan intensif diindikasikan bila bangsal pediatrik tidak lengkap. Perawatan di unit
perawatan intensif ini berguna agar dapat berespon cepat untuk serangan batuk. Oksigen blow by
harus tersedia untuk digunakan selama serangan batuk. Intubasi mungkin diperlukan untuk
apnea, serangan batuk yang sangat hebat, atau pneumonia sekunder. Cairan parenteral dan
dukungan nutrisi sering diperlukan pada penyakit yang berat dan lama. Obat penekan batuk,
ekspektoran, obat mukolitik dan sedatife belum terbukti bermanfaat untuk mengobati pertusis.
Terapi antibiotik diindikasikan semua penderita pertusis. Obat terpilih adalah eritromisin dengan
dosis 40-50 mg/kg/hari, terbagi dalam 4 dosis selama 14 hari (maksimal 250 mg 4 kali sehari).
Gangguan lambung merupakan efek samping eritromisin yang paling sering dilaporkan dan
sering menjadi penyebab ketidak patuhan pasien.
Orang yang terpajan paling dekat dengan penderita pertusis yang infeksius harus diberi
profilaksis antibiotik selama 14 hari setelah kontak terakhirnya. Dosisnya sama dengan dosis
terapi. Profilaksis harus diberikan meskipun kontak baru saja vaksinasi pertusis.
Terapi eritrimosin dini pada stadium prodormal dapat memperpendek penyakit dan kadang-
kadang mencegah perburukan menjadi stadium paroksismal. Bila sudah terjadi stadium
paroksismal, terapi tidak memiliki efek yang jelas pada perjalanan penyakit, tetapi terapi tetap
dianjurkan untuk membatasi penyebaran organism. 3,4
Epidemiologi
Cara penularan ialah kontak dengan oenderita pertusis. Pertusis sangat menular,
menghasilkan angka serangan lebih dari 90% pada populasi yang rentan, serta tersebar diseluruh
dunia. Ditempat-tempat yang banyak penduduknya dapat berupa epidemic pada anak. Manusia
merupakan satu-satunya hospes B. pertussis yang diketahui; penularannya melalui droplet yang
dikeluarkan saat batuk kuat. Masa inkubasi rata-rata 6 hari dengan kisaran 6-14 hari. Pasien
11 | P a g e
paling menular selama stadium praparoksismal. Risiko penyakit paling tinggi pada anak dibawa
usia 5 tahun; 30% kasus di Amerika Serikat terjadi pada bayi di bawah usia 6 bulan. Mortalitas
paling besar pada bayi usia 1 tahun.
Imunisasi mengurangi insidensi dan angka mortalitas pertusis, tetapi imunitas tidak sempurna
atau permanen. Wabah pertusis sering terjadi didaerah perkotaan, bahkan pada anak-anak yang
telah diimunisasi lengkap. Banyak remaja dan dewasa, walaupun telah tervaksinasi atau sakit
sebelumnya, rentan terhadap infeksi merupakan reservoir utama untuk infeksi bayi. Pada dewasa,
sindrom sering atipik, bermanisfestasi sebagai batuk berlarut-larut yang berat tanpa suara
teriakan (whoop). Biasa terjadi penyebaran dalam keluarga sangat cepat. Pertussis mengenai
semua golongan umur. Tidak ada kekebalan pasif dari ibu. Terbanyak terdapat pada umur 1-5
tahun, lebih banyak laki-laki daripada wanita. Umur penderita termuda ialah 16 hari. Semakin
muda usia anak, tanda dan gejala penyakit atipik; bayi yang berusia kurang dari 6 bulan dapat
menderita apnea, serangan sianotik, dan batuk tanpa suara whoop. Frekuensi pertusis semakin
meningkat pada daerah dengan imunisasi lebih rendah. Natural immunity berlangsung ;ama dan
jarang didapatkan infeksi ulang pertusis.4
Pencegahan
Sebagai akibat dari imunitas terbatas pada dewasa dan tidak adanya imunitas transplasenta,
bayi sangat rentan terhadap infeksi. Imunitas aktif dapat diransang dengan vaksin pertusis
“aselular” (DTaP). Vaksin pertusis mempunyai kemanjuran 70-90%; kemanjuran menurun
dengan lebih sedikit vaksinasi. Di Amerika Serikat vaksin pertusis aselular yang dikombinasikan
dengan difteri dan tetanus toksoid, yang dikombinasikan dengan Hemophilus influenza tipe b,
diberikan pada semua bayi. Vaksin aselular mengandung satu antigen atau lebih dari B. pertussis
yang diisolasi, seperti toksin pertusis, pertaktin, atau hemaglutinin filamentosa, dan setiap
preparat yang sekarang dilisensi tampaknya memberikan proteksi yang setara. Vaksin aselular ini
mempunyai feel samping yang jauh lebih rendah (misalnya mengantuk, iritabilitas, atau
anoreksia), juga tingkat reaksi local yang lebih rendah. Efek samping serius, termasuk menangis
lama, episode hipotonik-hiporesponsif, dan demam tinggi ( >104,80F) telah dilaporkan pada
penggunaan vaksin aselular ini, tetapi efek samping ini memiliki frekuensi yang lebih rendah
dibandingkan insidensi dari efek samping serius yang dilaporkan pada penggunaan vaksin
seluruh-sel (whole-cell-vaccine) sebelumnya sebesar 1:1.750. Bayi yang mendapat vaksin pertusi
12 | P a g e
berikutnya sesudah efek samping yang bermakna tidak mengalami pengaruh buruk lebih lanjut.
Kontak erat anak usia kurang dari 7 tahun yang telah mendapatkan empat dosis vaksin harus
mendapat dosis booster DTaP kecuali dosis vaksin booster telah diberikan dalam 3 tahun
sebelumnya. Mereka juga harus diberi eritromisin. Kontak erat anak usia lebih dari 7 tahun haru
mendapat eritromisin profilaksis selama 10-14 hari, tetapi bukan vaksin. Pasien yang menderita
pertusis tidak memerlukan vaksinasi pertusis lebih lanjut karena penyakit ini menghasilkan
imunitas seumur hidup.
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah pneumonia yang disebabkan oleh B. pertussis sendiri
atau akibat dari infeksi bakteri sekunder (pneumokokus, H. influenza, S. aureus). Atelektasis
dapat diakibatkan oleh sumbatan mucus. Otitis media dan sinusitis dapat terjadi. Gaya
paroksismal dapat merobek alveoli dan menyebabkan pneumomediastinum, pneumotoraks, atau
emfisema interstisial atau subkutan. Bronkiektasis dapat terjadi. Peningkatan tekanan intratoraks
dan pelebaran vena dapat menyebabkan epitaksis, perdarahan retina dan subkonjungtiva,
perdarahan intraventrikular dan subarachnoid, rupture diafragma, serta hernia inguinalis. Kejang
tetanik dapat disebabkan alkalosis akibat muntah-muntah terus menerus. Konvulsi dan
ensefalopati masing-masing terjadi pada 25% dan 0,5% bayi. 5
1. Alat pernapasan
Dapat terjadi otitis media (sering pada bayi), bronchitis, bronkopneumonia, atelektasis yang
disebabkan sumbatan mucus, emfisema (dapat juga terjai emfisema mediastinum, leher, kulit
pada kasus yang berat), bronkiektasis, sedangkan tuberculosis yang sebelumnya telah ada
dapat menjadi bertambah berat.
2. Alat pernapasan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rectum atau hernia yang
mungkin timbul karena tingginya tekanan intraabdominal, ulkus pada ujung lidah karena
lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis
3. Susunan saraf
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-muntah.
Kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak.
4. Lain-lain
13 | P a g e
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epitaksis, hemoptitis dan perdarahan
subkonjungtiva.
Prognosis
Prognosis baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat. Kematian biasanya terjadi karena
ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi penyakit paru yang lainnya. Angka kematian telah
menurun menjadi <10/1000> Kebanyakan kematian disebabkan oleh ensefalopati dan
pneumonia atau komplikasi paru-paru lain. Sekuele pernapasan yang lama sesudah infeksi
pertussis tidak pasti. Umumnya bayi-bayi yang berumur <> 2 tahun.5
Diagnosis banding
Tuberculosis pada Anak
Aspek umum tuberculosis
Tuberculosis masih merupakan penyakit sangat luas didapatkan dinegara yang sedang
berkembang seperti Indonesia, baik pada anak maupun pada orang dewasa yang juga dapat
menjadi sumber infeksi. Tuberculosis primer biasanya mulai secara perlahan-lahan, sehingga
sukar menentukan saat timbulnya gejala pertama. Kadang-kadang terdapat demam yang tidak
diketahui sebabnya dan sering disertai tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas. Oleh karena
itu, untuk mendiagnosisnya dilakukan uji tuberculin. Tuberkulosis pada anak harus diobati sedini
mungkin dan setepat-tepatnya untuk menghindarkan komplikasi yang berat dan reinfeksi pada
waktu dewasa.
Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dan
Mycobacterium Bovis. Basil tuberculosis tahan asam sehingga dapat mencapai system
gastrointestinal selain itu bakteri tuberkulosa juga bersifat dormant yaitu dapat bangkit kembali
jika ada stimulus.Infeksi mycobacterium tbc dimulai dari inhalasi kuman ini melalui udara
pernapasan dari orang yang menderita TB paru. Ini diistilahkan dengan ‘droplet infection’.Basil
tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain
dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi cepat menjadi inaktif dengan cahaya
matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 60 'C
14 | P a g e
EPIDEMIOLOGI
Bayi dan anak-anak paling sering tertular oleh anggota rumah dewasa yang merupakan
anggota keluarga yang dekat. tapi tidak selalu sumber infeksi ini diketahui. Di negara-negara
maju, tbc sudah jarang, sementara di negara-negara berkembang insiden masih tinggi. Terbanyak
terdapat pada anak di bawah usia lima tahun. Walaupun tubuh kemasukan kuman tbc, tidaklah
berarti selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dan suatu nfeksi menjadi infeksi
berbahaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Jumlah kuman, virulensi kuman dan daya
tahan tubuh.6
Sementara daya tahan tubuh anak menurun pada keadaaan :
Anak yang menderita penyakit menahun
Anak dengan malnutrisi
Anak yang baru sembuh dari penyakit-penyakit virus berbahaya
Anak yang menderita pertussis
Anak yang baru mendapat vaksinasi cacar
Anak yang mendapat pengobatan dengan kortikosteroid
Walgreen menyatakan bahwa :
35 % infeksi berasal dari orang tua.
30 % infeksi berasal dari orang dewasa lain
35 % tidak diketahui sumber infeksinya.
Penularan biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar fokus rimer terdapat dalam paru.
Penularan dapat pula per oral, biasanya akibat minum susu yang mengandung kuman TBC (tipe
bovin) yang sekarang sudah jarang. Tuberkulosis kongenital jarang dijumpai. 6
Pathogenesis dan patologi
Masuknya basil tuberculosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi
diperngaruhi oleh virulensi dan banyaknya hasil tuberculosis serta daya tahan tubuh manusia.
15 | P a g e
Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui
udara dan mungkin juga karena jaringan paru mudah kena infeksi tuberculosis (susceptible).
Lokasi focus primer menurut Ghon danKudlich ialah:
Paru 95,93% Telinga tengah 0,09%
Usus 1,14% Kelenjar parotis 0,05%
Kulit 0,14% Konjungtiva 0,05%
Hidung 0,09% Tidak diketahui 2,41%
Tonsil 0,09%
Basil tuberculosis masuk kedalam paru melalui udara dan dengan masuknya basil tuberculosis
maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas dan disebut focus primer. Basil tuberculosis
akan menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional yang
kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi. Focus primer, limfangitis dan kelenjar getah bening
regional yang membesar, membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2-10 minggu
(6-8 minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberculin. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama diperifer dekat pleura. Lebih
bantyak terjadi dilapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas, sedangkan pada orang
dewasa lapang atas paru merupakan tempat predileksi. Pembesaran kelenjar regional lebih
banyak terdapat pada anak-anak disbanding orang dewasa. Pada anak penyembuhan terutama ke
arah klafikasi, sedangkan pada orang dewasa terutama ke arah fibrosis. Penyebaran hematogen
lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil.
Tuberculosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih lanjut dan
dapat menimbulkan komplikasi. Tuberculosis dapat meluas dalam jaringan paru sendiri. Selain
itu basil tuberculosis dapat masuk ke dalam aliran darah secara langsung atau melalui kelenjar
getah bening. Basil tuberculosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula berkembang
terus; hal ini bergantung kepada keadaan penderita dam virulensi kuman. Melalui aliran darah
16 | P a g e
basil tuberculosis dapat mencapai alat tubuh lain selain bagian paru lain, selaput otak, otak,
tulang, hati, ginjal dan lain-lain. Dalam alat tubuh tersebut basil tuberculosis dapat segera
menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit sama sekali.
Sebagian besar komplikasi tuberculosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah terjadinya
penyakit. Penyebaran hematogen atau milier dan meningitis biasanya terjadi dalam 4 bulan,
tetapi jarang sekali sebelum 3-4 minggu setelah terjadinya kompleks primer. Efusi pleura dapat
terjadi 6-12 bulan setelah terbentuknya kompleksnya kompleks primer, kalau efusi pleura
disebabkan oleh penyebaran hematogen maka dapat terjadi lebih cepat. Komplikasi pada tulang
dan kelenjar getah bening permukaan (superfisialis) dapat terjadi akibat penyebaran hematogen,
hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, tetapi komplikasi ini
dapat terjadi juga setelah 6-18 bulan (Lincoln). Komplikasi pada traktus urogenitalis dapat
terjadi setelah bertahun-tahun (Lincoln). Menurut Wallgran komplikasi berupa penyebaran milier
dan meningitis tuberculosis dapat terjadi dalam 3 bulan, pleuritis dan penyebaran bronkogen
dalam 6 bulan dan tuberculosis tulang dalam 1-5 tahun setelah terbentuknya kompleks primer.
Perbesaran kelenjar getah bening yang kena infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena
menekan bronkus hingga tampak sebagai perselubungan segmen atau lobus, sering lobus tengah
paru kanan.
Selain oleh kelenjar getah bening yang membesar, atelektasis dapat terjadi karena konstriksi
bronkus pada tuberculosis dinding bronkus, tuberkuloma dalam lapisan otot bronkus atau
sumbatan oleh gumpalan kiju didalam lumen bronkus.
Perbesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi selain menyebabkan atelektasis karena
penekanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan menyebabkan penyebaran
bronkogen. Lesi tuberculosis biasanya menyembuh sebagai proses resolusi, fibrosis dan atau
kalsifikasi.
17 | P a g e
MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum:
Penyakit TBC pada anak tidak mempunyai gejala yang khas, bahkan sering tanpa gejala dan baru
diketahui adanya kelainan dengan pemeriksaan foto rontgen paru. Namun ada gejala yang sering
ditemukan pada anak penderita TBC, di antaranya:
Demam. Biasanya merupakan gejala awal, timbul pada sore dan malam hari disertai
keringat dan kemudian mereda. Demam dapat berulang beberapa waktu kemudian.
Lemah dan Lesu (malaise). Gejala ini ditandai dengan rasa tidak enak badan, pegal-pegal,
nafsu makan berkurang, badan bertambah kurus atau berat badan tidak naik. Anak akan
berpenampilan lesu dan kurang ceria.
Batuk. Batuk baru timbul bila telah terdapat gangguan di paru, awalnya dapat berupa
batuk kering, lama-kelamaan dapat berupa batuk berlendir. Batuknya tetap bertahan lebih
dari dua minggu walau telah mendapat pengobatan atau batuk sering berulang lebih dari
tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut.
Pembesaran Kelenjar Getah Bening. Kelenjar getah bening yang meruapakan salah satu
benteng pertahanan terhadap serangan kuman, dapat membesar bila diserang oleh kuman.
Pada penderita TBC dapat ditemui pembesaran kelenjar getah bening di sepanjang leher
samping dan di atas tulang selangkangan.
Apabila gejala-gejala tersebut ada dan tidak hilang setelah diobati, sebaiknya waspada akan
adanya TBC pada anak, apalagi ada riwayat kontak (hubungan yang erat dan sering) dengan
penderita TBC dewasa.
Gejala spesifik:
1. TB kulit (scrofuloderma)
2. TB tulang seperti: gibbus (spondilitis), coccitis, pincang, bengkak
3. TB otak dan syaraf: meningitis TB, ensefalitis TB
4. TB mata: konjungtifitis fliktenuaris, tubercle choroid
18 | P a g e
5. Dan lain-lain
Bronkitis
Bronkitis Akut
Walaupun diagnosis bronkitis pada anak seringkali dibuat, namun pada anak-anak
keadaan ini mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri. Bronkitis merupakan akibat
beberapa keadaan lain saluran pernafasan atas dan bawah,dan treakea biasanya terlibat.
Bronkiolitis (yaitu bronkitis kapiler) seluruhnya merupakan penyakit yang berbeda.
Bronkitis asmatik adalah bentuk asma yang paling terancukan dengan bronkitis akut.
Pada berbagai infeksi saluran pernafasan atas, beberapa anak penderita spasme bronkus dan
eksudasi yang serupa dengan tanda-tanda pada anak lebih besar yang menderita asma.6
Manifestasi klinik
. Bronkiti akut biasanya didahului oleh infeksi pernafasan atas.
Infeksi bakteri sekunder dengan streptococcus pneumoniae, moraxella catarrhalis, atau
H.influenza dapat terjadi. Khasnya, anak datang dengan batuk yang sering, kering, pendek, tidak
produktif dan timbulnya relatif bertahap, mulai 3-4 hari sesudah munculnya rhinitis.
Ketidakenakan substernal bawah atau nyeri terbakar dada depan sering ada dan dapat diperjejak
oleh batuk. Ketika penyakit menjelek, penderita dapat terganggu oleh suara siulan selama
respirasi (mungkin ronki), nyeri dada, dan kadang-kadang oleh nafas pendek. Batuk paroksismal
atau rasa mencekik pada saat sekresi kadang-kadang disertai dengan muntah. Dalam beberapa
hari, batuk menjadi produktif, dan sputum berubah dari jernih ke purulen. Biasanya dalam 5-
10hari, mukus encer dan batuk menghilang secara bertahap. Badan yang sa-ngat malaise sering
disertai dengan sakit yang dapat berlanjut selama 1 minggu atau lebih sesudah gejala-gejala akut
mereda.6
Tanda-tanda fisik bervariasi menurut umur penderita dan stadium penyakit. Pada
mulanya, anak biasanya tidak demam atau demam ringan, dan ada tanda-tanda nasofaringitis,
infeksi konjungtiva, dan rhinitis. Kemudian, auskultasi menunjukkan adanya suara pernapasan
19 | P a g e
yang kasar, ronki basah kasar dan halus, dan ronki yang dapat bernada tinggi, menyerupai mengi
pada asma.
Pada anak lainnya yang sehal, komplikasinya sedikit, tetapi pada anak malnutrisi atau
mereka yang kesehatannya jelek, otitis, sinusitis, dan pneumonia adalah lazim.
Pengobatan.
Tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita sembuh tanpa banyak masalah, tanpa
pengobatan apapun. Pada bayi-bayi yang kecil, drainase paru dipermudah dengan cara sering
melakukan pergeseran posisi. Anak yang lebih tua lebih enak dengan kelembaban tinggi, tetapi
tidak ada bukti bahwa ini memperpendek lama penyakit. Batuk iritatif dan paroksismal dapat
menyebabkan distres berat dan mengganggu tidur. Walaupun penekanan batuk dapat menam-bah
kemungkinan supurasi, penggunaan penekan batuk yang bijaksana (termasuk kodein) mungkin
memadai untuk pengurangan gejala. Antihistamin, yang mengeringkan sekresi tidak boleh
digunakan, dan ekspektoran tidak menolong. Antibiotik tidak memperpendek lamanya penyakit
virus atau menururrkan insidens komplikasi bakteri; walaupun pada kenyataannya penderita
dengan episode berulang kadang-kadang dapat membaik dengan pengobatan demikian, hal ini
memberi kesan bahwa ada beberapa infeksi bakteri sekunder.
Anak dengan serangan bronkitis akut berulang harus di-evaluasi dengan cermat untuk
kemungkinan anomali saluran pernapasan, benda asing, bronkiektasia, defisiensi imun, tu-
berkulosis, alergi, sinusitis, tonsilitis, adenoiditis, dan kistik fibrosis.
Bronkitis Kronis
Walaupun bronkitis kronis dewasa didefinisikan sebagai batuk produktif selama 3 bulan
atau lebih dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih, namun tidak ada standar
demikian yang dapat diterima pada anak-anak. Keberadaannya sebagai wujud penyakit yang
tersendiri telah dipertanyakan, yang menekankan pentingnya mencari kelainan imunologis atau
mukosa yang mendasarinya. Batuk produktif kronis atau sering kumat biasanya menunjukkan
penyakit paru atau sistemik yang mendasari; penderita yang terkena harus dievaluasi untuk
defisiensi imun, kelainan anatomi, asma, penyakit lingkungan, infeksi saluran pernapasan atas
dengan cairan postnasal, kistik fibrosis, diskinesis silia, dan bronkiektasia. Batuk dan mengi
20 | P a g e
lazim ditemukan, dan pada sebuah penelitian, 22 pendenta yang dilaporkan menderita bronkitis
kronis semuanya mempunyai bukti adanya penyakit alergi. Kadang-kadang, iritasi bronkus dapat
terjadi akibat inhalasi kronis debu atau asap beracun. Merokok tembakau atau marijuana dengan
jelas berhubungan dengan informasi anamnesis. Anak belasan tahun harus ditanyai juga tentang
pemajanan terhadap asap industri atau gas mobil di sekolah atau di tempat kerja.
Polusi Udara Dan Asap Rokok.
Korelasi polutan ter-tentu (misalnya, NO2, benda-benda partikel) dengan penyakit
pernapasan ataupun gejala paru yang spesifik pada masa kanak-kanak sukar ditegakkan. Setiap
jenis bahan yang digu-nakan untuk memperagakan adanya hubungan dapat mcru-pakan penanda
untuk satu (atau lebih) polutan lain yang betul-betul menyebabkan penyakit. Namun, ini tidak
membuat tidak berlakunya sejumlah besar penelitian yang menunjukkan bahwa tingginya kadar
keseluruhan polusi udara menyebabkan atau memperjelek penyakit paru pada anak. Polutan
udara juga mengganggu fungsi paru pada anak dan anak berusia belasan tahun yang melakukan
olahraga. Anak dan orang tua harus dinasihati mengenai hubungan kedua hal ini.6
Kenaikan insidens dan penjelekan bronkitis dan bentuk-bentuk akut lain serta penyakit
paru kronis dihubungkan dengan asap rokok. Kenaikan morbiditas infeksi pernapasan pada anak
belasan tahun yang merokok tercermin pada absensi sekolah dan kerja dan pada bukti adanya
kelainan fungsional dan patologis pada jalan napas kecil. Misalnya, merokok merupakan faktor
risiko keparahan influenza pada para lelaki muda. Orang tua yang merokok, terutama mereka
yang anak-nya menderita penyakit paru kronis, harus dinasihati bahwa mereka sedang
menjadikan paru-paru anaknya sebagai sasaran untuk sejumlah asap rokok dari tangan kedua di
rumah; mereka harus didesak untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Comite Bahaya Genetik dan Lingkungan Akademi Pediatri Amerika telah melaporkan
bahwa merokok tembakau merupakan salah satu dari "sumber kontaminasi lingkungan dan an-
caman yang signifikan terhadap kesehatan anak" yang paling penting. Komite mendesak dokter
untuk mendukung undang-undang yang akan melarang merokok di tempat-tempat umum yang
sering didatangi anak "terutama di rumah sakit dan fasili-tas kesehatan lainnya".
21 | P a g e
Penggunaan tungku berbahan bakar kayu juga telah dikait-kan dengan berbagai masalah paru
pada anak. Pembakaran kayu di dalam ruangan mengakibatkan pemajanan terhadap benda-benda
partikel dan hidrqkarbon polisiklik. Mengi dan pneumonia episodik telah ditemukan pada anak
yang terpajan. Pada satu penelitian, 84% anak yang terpajan tungku bahan bakar kayu (dibanding
dengan 3% anak kontrol) dilaporkan menderita, sekurang-kurangnya, satu gejala pernapasan
berat. Masalah sistemik juga dapat terjadi jika kayu telah diobati dengan bahan toksik (misalnya,
keracunan arsen telah dilaporkan pada satu keluarga).6
Manifestasi Klinis.
Gejala utamanya adalah batuk dengan atau tanpa riak. Anak biasanya mengeluh nyeri
dada, dan se-cara khas tanda-tanda dan gejala-gejala ini menjelek pada ma-lam hari. Mengi juga
dapat menonjol, dan tanda-tanda fisik serupa dengan tanda-tanda fisik bronkitis akut. Beberapa
pen-derita batuk mengeluarkan "silinder-silinder" mukoid besar, padat, dan hipereosinofilik dari
jalan napasnya, menimbulkan istilah bronkitis plastik. Silinder-silinder ini mungkin disertai
dengan epitel bronkus metaplastik, elemen-elemen yang bersama dengan sel radang dan bahan
nonseluler, dapat ditemukan pada pemeriksaan histologis.
Perjalanan dan Prognosis.
Perjalanan dan prognosis penyakit ini tergantung pada manajemen yang tepat atau
pelenyapan setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi yang ada berasal dari penyakit yang
mendasarinya.
Pengobatan.
Bila penyebab dasar bronkitis kronis ditemukan, penyebab ini harus mendapat
manajemen yang tepat. Penanganan alergi dapat membantu walaupun penyebab yang
mendasarinya tidak dapat ditemukan. Vaksin autogen atau in-halasi antibiotik tidak efekti.
Kesimpulan
22 | P a g e
Pertusis merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan
bagian atas, disebabkan terutama oleh Bordetella pertussis. Pertusis ditandai dengan batuk
lama dan kadang-kadang terdengar seperti menggonggong (whooping cough) dan episode
diakhir dengan ekspulsi dari secret trakea,silia lepas dan epitel nekrotik. Pertusis sering
menyerang bayi dan anak-anak kurang dari 5 tahun, terutama yang belum diimunisasi lebih
rentan, demikian juga dengan anak lebih dari 12 tahun dan orang dewasa6.
Stadium penyakit pertusis meliputi 3 stadium yaitu kataral, paroxsismal, dan konvalesen.
Masing-masing berlangsung selama 2 minggu. Pada bayi, gejala menjadi lebih jelas justru
pda stadium konvalesen. Sedangkan pada orang dewasa mencapai puncaknya pada stadium
paroxsismal. Diagnosa pertusis dengan gejala klinis memuncak pada stadium paroksismal,
riwayat kontak dengan penderita pertusis, kultur apus nasofaring, ELISA, foto thorax. Terapi
yang dapat diberikan antibiotic eritromisin 50mg/kgB/hari dibagi 4 dosis selama 14 hari, dan
suportif.
Hipotesis diterima anak laki-laki usia 5 tahun batuk sejak 2 minggu tanpa keluhan lain,
terlihat sakit ringan dan terlihat conjungtive hemorrhage adalah pertusis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Law, Barbara J. Pertussis. Kendig’s : Disorders of Respiratory Tract in Children.
Philadelphia, USA. WB Saunders, 1998. 6th edition. Chapter 62. h :1018-1023.
2. Garna, Harry. Pertusis. Azhali M.S, dkk : Ilmu Kesehatan Anak Penyakit Infeksi
Tropik. Bandung, Indonesia. FK Unpad, 1993. h: 80-86.
3. Long, Sarah S. Pertussis. Nelson : Textbook of Pediatrics. USA. WB Saunders, 2004.
17th edition. Chapter 180. h: 908-912,1079.
23 | P a g e
4. Shehab, Ziad M. Pertussis. Taussig-Landau : Pediatric Respiratory Medicine.
Missouri, USA. Mosby Inc. 1999. Chapter 42. h: 693-699.
5. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Pertusis. Staf pengajar I.K.Anak FKUI :
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta, Indonesia. FKUI, 1997. Jilid 2. h: 564-
566.
6. Corwin, EJ. Patofisiologi: Tuberkulosis. Jakarta; EGC; 2000.h.404-18
24 | P a g e