61
I. PENDAHULUAN Hepatitis B merupakan salah satu infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Infeksi virus Hepatitis B saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan. 1 Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap HBVpersisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina, Vietnam, Korea, dimana 50–70 % dari penduduk berusia antara 30 – 40 tahun pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 – 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surfase Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 – 20 %). 1

Referat Hepatitis b

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hep b

Citation preview

I. PENDAHULUAN

Hepatitis B merupakan salah satu infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Infeksi virus Hepatitis B saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan.1Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap HBVpersisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina, Vietnam, Korea, dimana 5070 % dari penduduk berusia antara 30 40 tahun pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surfase Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 20 %).Prof. Tjandra menjelaskan, hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan prevalensi Hepatitis B sebesar 9,4%. Ini berarti 1 dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka jumlah penderita Hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang. 1Pengelolaan yang baik pasien hepatitis akibat virus sejak awal infeksi sangat penting untuk mencegah berlanjutnya penyakit dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Akhir-akhir ini beberapa konsep pengelolaan hepatitis akut dan kronik banyak yang berubah dengan cepat sehingga perlu dicermati agar dapat memberikan pengobatan yang tepat.2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi HeparHepar merupakan organ intestinal yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya sekitar 1200 1600 gram berwarna merah tua. Permukaan atas bersentuhan dengan diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.3Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis.3Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan dengan ligamentum teres dan diposterior oleh fissura yang dinamakan ligamentum venosum. Lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh darah, saraf dan duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.3Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament yaitu: 3,41. Ligamentum falciformis: Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proximal ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.4. Ligamentum Coronaria Anterior kirikanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis yang kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan.3 Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatica.4Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati.Plexus (saraf) hepaticus mengandung serabut dari ganglia simpatis T7-T10, yang bersinaps dalam plexuscoeliacus, nervus vagus dextra dan sinistra serta phrenicus dextra.

B. Fisiologi HeparHati adalah organ metabolik terbesar dan penting di tubuh yaitu merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :5,4a. Metabolisme karbohidratPembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

b. Metabolisme lemakHati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : Senyawa 4 karbon KETONE BODIES Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) Pembentukan cholesterol Pembentukan dan pemecahan fosfolipidHati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

c. Metabolisme proteinHati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000.

d. Sintesis faktor pembekuan darahHati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

e. Metabolisme vitaminSemua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

f. DetoksikasiHati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

g. Sistem imunitas dan fagositosisSel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism.(referta bos)

h. Fungsi hemodinamikHati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

C. Hepatitis VirusPeradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus atau oleh toksin termasuk alkohol yang berhubungan dengan manifestasi klinis bersepektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui hepatitis ikterik sampai nekrosis. Virus yang dapat menyebabkan hepatitis diantaranya virus hepatitis A, B, C, D, dan E.Penularan virus dapat melalui dua cara yaitu secara enteric dan perenteral. Pertama secara enteric yang terjadi pada virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV). Virus tanpa selubung, tahan terhadap cairan empedu, ditemukan ditinja, tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronis, tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal. Kedua melalui parenteral terdiri atas virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), dan virus hepatitis D (HDV), virus dengan selubung, rusak bila terpajan cairan empedu, tidak ditemukan ditinja, dihubungkan dengan penyakit hati kronis, terjadi viremia yang berkepanjangan atau pesisten.

D. Hepatitis Ba. Definisi dan Etiologi Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan infeksi virus hepatitis B. Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,ayw dan ayr. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari. Virus hepatitis B terdiri hanya dari suatu partikel core (bagian pusat) dan suatu bagian luar yang mengelilinginya (surrounding envelope). Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi. Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar.6,10

b. Cara PenularanVirus hepatitis dapat terkandung di dalam darah, saliva, feses, urin, dan cairan vagina. Pada awalnya seseorang dapat tertular virus hepatitis B melalui 2 cara yaitu transmisi secara vertical dan horizontal. Transmisi vertical adalah penularan hepatitis B yang terjadi pada masa persalinan atau perinatal yang ditularkan dari ibu ke bayinya atau disebut juga penularan maternal neonatal. Hal ini dapat terjadi apabila ibu mengidap hepatitis B baik akut maupun kronis. Jika bayi tidak cepat divaksinasi pada saat lahir maka bayi akan beresiko menjadi carier bahkan dapat menderita gagal hati atau kanker hati. Transmisi horizontal dapat terjadi apabila darah yang terkontaminasi virus hepatitis B ditransfusikan pada resipien atau dapat terjadi pada saat hemodialisa. Virus hepatitis B juga dapat menular melalui luka yang terbuka, tusukan jarum suntik yang tidak steril, ataupun dapat melalui hubungan seksual. 5,6

c. PatogenesisPada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma virus hepatitis B melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat virus hepatitis B akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA virus hepatitis B memerintahkan gen hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.9

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.8

d. Manifestasi klinisBerdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi 2 yaitu :6,71. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh. Hepatitis B akut terdiri atas : Hepatitis B akut yang khasBentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran icterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu : Fase Praikterik (prodromal)Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat). Fase lkterikGejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal. Fase PenyembuhanFase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. Pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal. Hepatitis FulminanBentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, 50% akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme untuk menghilangkan virus hepatitis B tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan virus hepatitis B. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan.Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokan menjadi dua yaitu : Hepatitis B kronik aktif. Ditandai dengan HBsAg positif dan DNA virus hepatitis B lebih dari 105 kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik. Pada biopsy hati didapatkan gambaran peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien dikelompokan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan hepatitis B kronik HBeAg negatif. Carier virus hepatitis B inaktif. Pada kelompok ini HBsAg positif dengan titer DNA virus hepatitis B yang rendah yaitu kurang dari 105 kopi/ml. pasien menunjukan konsentrasi ALT normal dan tidak didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan jaringan yang minimal. Sering sulit membedakan hepatitis kronik HBe negatif dengan pasien carier virus hepatitis B inaktif karena pemeriksaan DNA masih jarang dilakukan secara rutin. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan ALT berulang kali untuk waktu yang lama. Berdasarkan derajat keparahan dan histopatologik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :6,11 Hepatitis kronik persisten adalah infiltrasi sel-sel mononuklir pada daerah portal dengan sedikit fibrosis, limiting plate masih utuh, tidak ada piecemeal necrosis. Gambaran ini sering didapatkan pada carier asimptomatik Hepatitis kronik aktif adalah adanya infiltrate atau radang yang menonjol, yang terutama terdiri dari limfosit dan sel plasma yang terdapat di daerah portal. Infiltrate peradangan ini masuk sampai ke dalam lobules hati dan menimbulakn erosi limiting plate dan disertai piecemeal nekrosis. Gambaran ini sering ditemukan pada carier yang sakit (simptomatik). Hepatitis kronik lobuler atau sering dinamakan hepatitis akut yang berkepanjangan. Gambaran histologik mirip hepatitis akut tetapi timbul lebih dari 3 bulan. Didapatkan gambaran peradangan dan nekrosis intra lobular, tidak terdapat piecemeal nekrosis dan bridging nekrosis.

e. DiagnosisOleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis sering kali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui pada waktu menjalani pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain.6Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis antara lain:6,7,81. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis Ba. HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)Merupakan material permukaan/kulit virus hepatitis B. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi virus hepatitis B. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi virus hepatitis B, karier virus hepatitis B, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi virus hepatitis B dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier virus hepatitis B. HbsAg positif maka pasien dapat menularkan virus hepatitis B.b. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi terhadap virus hepatitis B. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin virus hepatitis B ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi virus hepatitis B.c. HbeAgMerupaka antigen envelope virus hepatitis B yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif menunjukkan virus virus hepatitis B sedang aktif bereplikasi atau membelah. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.d. Anti-HbeMerupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati virus hepatitis B dalam keadaan fase nonreplikatif.e. HbcAg (antigen core virus hepatitis B) Merupakan antigen core (inti) virus hepatitis B, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi virus hepatitis B. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti virus hepatitis B.f. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi virus hepatitis B.

2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan terjadi replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan penyakit semakin besar.3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya aktif dan memerlukan pengobatan anti virus.4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker.5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.Perjalanan alami penyakit virus hepatitis B sangat kompleks, dengan adanya kemajuan dalam pemeriksaan virus hepatitis B DNA, siklus virus hepatitis B, respon imun dan pemahaman mengenai genom virus hepatitis B yang lebih baik, maka perjalanan alami penyakit virus hepatitis B dibagi menjadi 4 fase, yaitu :6,8,91. Immune toleranceDitandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar virus hepatitis B DNA yang tinggi, kadar ALT yang normal dan gambaran histology hati yang normal atau perubahan yang minimal. Fase ini dapat berlangsung 1-4 dekade. Fase ini biasanya berlangsung lama pada penderita yang terinfeksi perinatal, dan biasanya serokonversi spontan jarang terjadi, dan terapi untuk menginduksi serokonversi HBeAg biasanya tidak efektif. Fase ini biasanya tidak memberikan gejala klinis.2. Immune clearanceDitandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar virus hepatitis B DNA yang tinggi atau berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histology hati menunjukkan keradangan yang aktif, hal ini merupakan kelanjutan dari fase immune clearance. Pada beberapa kasus, sirosis hati sering terjadi pada fase ini. Pada fase ini biasanya saat yang tepat untuk diterapi.3. Inactive HBsAg carrier stateFase ini biasanya bersifat jinak (70-80%), ditandai dengan HBeAg negative, antiHBe positif (serokonversi HBeAg), kadar virus hepatitis B DNA yang rendah atau tidak terdeteksi, gambara histologi hati menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang ringan. Lama fase ini tidak dapat dipastikan, dan biasanya menunjukkan prognosis yang baik bila cepat dicapai oleh seorang penderita.4. ReactivationFase ini dapat terjadi pada sebagian penderita secara spontan dimana kembalinya replikasi virus hepatitis B DNA, ditandai dengan HBeAg negative, Anti HBe positif, kadar virus hepatitis B DNA yang positif atau dapat terdeteksi, ALT yang meningkat serta gambaran histology hati menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif.

f. PenatalaksanaanPada hepatitis akut tidak ada terapi spesifik yang diberikan. Disarankan pasien tirah baring sampai gejala berkurang atau sampai ikterus menghilang. Kebanyakan pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit kecuali apabila ditemukan gejala yang berat. Diet yang dilakukan adalah diet bebas, pemberian vitamin dan obat lipotropic tidak diperlukan. 11Indikasi terapi pada infeksi Hepatitis B ditentukan berdasarkan kombinasi dari empat kriteria, antara lain: (1) nilai DNA VHB serum, (2) status HBeAg, (3) nilai ALT dan (4) gambaran histologis hati.nilai ALT dan (4) gambaran histologis hati.6,7,8,9,10Nilai DNA VHB merupakan salah satu indikator mortalitas dan morbiditas yang paling kuat untuk hepatitis B. Studi REVEAL yang melibatkan lebih dari 3.000 responden di Taiwan menyatakan bahwa kadar DNA VHB basal merupakan prediktor sirosis dan KHS yang paling kuat baik pada pasien dengan HBeAg positif maupun negatif. 6,7,8,9,10 Status HBeAg pasien telah diketahui memiliki peran penting dalam prognosis pasien dengan hepatitis B kronik. Pasien dengan HBeAg positif diketahui memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi.Namun, pada pasien dengan HBeAg negatif, respon terapi jangka panjang seringkali lebih sulit diprediksi dan relaps lebih sering dijumpai. Beberapa panduan yang ada telah mencoba membedakan indikasi terapi hepatitis B berdasarkan status HBeAg, dengan pasien HBeAg negatif diindikasikaan memulai terapi pada kadar DNA VHB yang lebih rendah.Kadar ALT serum telah lama dikenal sebagai penanda kerusakan hati, namun kadar ALT yang rendah juga menunjukkan bahwa pasien berada pada fase immune tolerant dan akan mengalami penurunan respon terapi. Adanya tingkat kerusakan histologis yang tinggi juga merupakan prediktor respon yang baik pada pasien dengan hepatitis B.Pada pasien dengan HBeAg positif, terapi dapat dimulai pada DNA VHB diatas 2 x 104 IU/mL dengan ALT 2-5x batas atas normal yang menetap selama 3-6 bulan atau ALT serum > 5x batas atas normal, atau dengan gambaran histologis fibrosis derajat sedang sampai berat. Sedangkan pada pasien HBeAg negatif, terapi dimulai pada pasien dengan DNA VHB lebih dari 2 x 103 IU/mL dan kenaikan ALT > 2x batas atas normal yang menetap selama 3-6 bulan.

Pada pasien dengan sirosis terkompensasi terapi dimulai pada pasien dengan DNA VHB >2 x 103 IU/mL. Sedangkan pada sirosis tidak terkompensasi, terapi harus segera dimulai untuk mencegah deteriorasi tanpa memandang nilai DNA VHB ataupun ALT. 6,7,8,9,10Sampai sekarang telah terdapat setidaknya 2 jenis obat hepatitis B yang diterima secara luas, yaitu golongan interferon (baik interferon konvensional, pegylated interferon -2a, maupun pegylated interferon -2b) dan golongan analog nukleos(t)ida. Golongan analog nukleos(t)ida ini lebih jauh lagi terdiri atas lamivudin, adefovir, entecavir, telbivudin, dan tenofovir.1. InterferonInterferon (IFN) adalah mediator inflamasi fisiologis dari tubuh berfungsi dalam pertahanan terhadap virus. IFN- konvensional adalah obat pertama yang diakui sebagai terapi hepatitis B kronik sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Senyawa ini memiliki efek antiviral, immunomodulator, dan antiproliferatif. Interferon akan mengaktifkan sel T sitotoksik, sel natural killer, dan makrofag. Selain itu, interferon juga akan merangsang produksi protein kinase spesifik yang berfungsi mencegah sintesis protein sehingga menghambat replikasi virus. Protein kinase ini juga akan merangsang apoptosis sel yang terinfeksi virus. Waktu paruh interferon di darah sangatlah singkat, yaitu sekitar 3-8 jam. Pengikatan interferon pada molekul polyethilene glycol (disebut dengan pegylation) akan memperlambat absorbsi, pembersihan, dan mempertahankan kadar dalam serum dalam waktu yang lebih lama sehingga memungkinkan pemberian mingguan. Saat ini tersedia 2 jenis pegylated interferon, yaitu pegylated-interferon -2a (Peg-IFN -2a) dan pegylatedinterferon -2b (Peg-IFN -2b). IFN konvensional diberikan dalam dosis 5 MU per hari atau 10 MU sebanyak 3 kali per minggu, sementara Peg-IFN 2a diberikan sebesar 180 g/minggu, dan Peg-IFN 2b diberikan pada dosis 1-1.5 g/kg/minggu. Semua pemberian terapi interferon diberikan secara injeksi subkutan.Pada awalnya, terapi interferon, terutama interferon konvensional diberikan selama 16-24 minggu, namun pada Peg-IFN, buktibukti terbaru menunjukkan bahwa pemberian Peg-IFN -2a dengan dosis 180 g/minggu selama 48 minggu ternyata menunjukkan hasil lebih baik daripada pemberian selama 24 minggu. Panduan-panduan yang terbaru juga sudah menganjurkan penggunaan Peg-IFN -2a dengan dosis 180 g/minggu selama 48 minggu.Data terbaru juga ternyata menunjukkan bahwa penggunaan interferon pada pasien sirosis terkompensasi juga memberikan hasil yang cukup baik. 6,7,8,9,10Komplikasi dari IFN mencakup gejala flulike yang berat, depresi sumsum tulang, gangguan emosi, reaksi autoimun, dan reaksi-reaksi lainnya. Kebanyakan efek samping ini bersifat reversibel dan akan hilang bila obat dihentikan. Literatur yang ada menyatakan bahwa efek samping yang serius hanya terjadi pada 2-4% pasien dan secara umum obat ini dapat ditoleransi dengan baik. 8,9

Interferon secara umum memiliki beberapa keuntungan, yaitu waktu pengobatan yang relatif singkat, respon pengobatan yang baik dan cepat, serta tidak adanya resistensi terhadap obat ini. Namun interferon memiliki kekurangan berupa efek samping yang berat, pemberiannya yang melalui suntikan, dan tidak dapat digunakan pada pasien dengan sirosis dekompensata. dekompensata.Secara umum dapat disimpulkan bahwa terapi interferon boleh digunakan pada pasien dengan karakteristik: Pasien muda yang telah memenuhi indikasi terapi, tanpa penyakit penyerta, dan memiliki biaya yang mencukupi. Pada pasien yang diketahui terinfeksi VHB genotip A atau B, mengingat penelitian yang ada telah membuktikan bahwa terapi interferon akan memberikan efektifitas yang lebih baik pada infeksi VHB dari genotip tersebut.Sebaliknya, interferon tidak boleh diberikan pada pasien dengan karakteristik: Pasien sirosis dekompensata. Pasien dengan gangguan psikiatri. Pasien yang sedang hamil. Pasien dengan penyakit autoimun aktif

2. LamivudinLamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3 tiasitidin yang merupakan suatu analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli dan menterminasi pemanjangan rantai DNA. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak mempengaruhi sel sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya virus virus baru oleh sel sel yang telah terinfeksi. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian. 6,7,8,9,10Sebaliknya, lamivudin tidak boleh diberikan pada pasien yang sudah resisten terhadap lamivudin, telbivudin, atau entecavir.

3. Adefovir DipivoxilAdefovir dipivoxil (ADV) adalah analog adenosine monophosphate yang bekerja dengan berkompetisi dengan nukleotida cAMP untuk berikatan dengan DNA virus dan menghambat polymerase dan reverse transcriptase sehingga memutus rantai DNA VHB. Obat ini diberikan secara oral sebanyak 10 mg per hari. Umumnya digunakan pada kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudine.Obat ini memiliki efek samping berupa gangguan fungsi ginjal (azotemia, hipofosfatemia, asidosis, glicosuria, dan proteinuria) yang bersifat dose-dependent dan reversibel. Efek samping ini juga jarang sekali muncul pada dosis 10 mg/hari yang biasa digunakan, namun hendaknya dilakukan pemantauan rutin kadar kreatinin selama menjalani terapi. 6,7,8,9,10HBeAg negatif, DNA VHB rendah, dan ALT tinggi.Adefovir dapat diberikan pada keadaan sebagai berikut: Pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, dengan DNA VHB rendah, dan ALT tinggi. Pasien dengan riwayat gagal terapi dengan pemberian analog nukleosida.Sebaliknya, adefovir tidak disarankan pada pasien: Hepatitis B kronik dengan gangguan ginjal. Pasien hepatitis B yang resisten terhadap adefovir. Pasien dalam pengobatan adefovir yang tidak menunjukkan respon pada minggu ke-24 (bila hal ini terjadi, ganti strategi terapi dengan menambahkan atau mengganti ke analog nukleosida lain. Keterangan lebih jelas dapat ditemukan di bagian kegagalan terapi).

4. EntecavirEntecavir (ETV) adalah analog 2-deoxyguanosine. Obat ini bekerja dengan menghambat primingDNA polimerase virus, reverse transcription dari rantai negatif DNA, dan sintesis rantai positif DNA. Penelitian in vitro di Indonesia menunjukkan bahwa obat ini lebih poten daripada lamivudin maupun adefovir dan masih efektif pada pasien dengan resistensi lamivudin walaupun potensinya tidak sebaik pada pasien naif. Entecavir diberikan secara oral dengan dosis 0.5 mg/hari untuk pasien naif dan 1 mg/hari untuk pasien yang mengalami resistensi lamivudin. Profil keamanan entecavir cukup baik dengan barrier resistensi yang tinggi. Penelitian jangka panjang pada hewan menunjukkan peningkatan risiko beberapa jenis kanker, namun diduga kanker-kanker ini bersifat spesifik spesies dan tidak akan terjadi pada manusia. 6,7,8,9,10Entecavir merupakan obat antivirus yang memiliki high genetic barrier dari resistence. Resistensi pada obat ini membutuhkan tiga mutasi yaitu rtM204V, dan rtL180M, ditambah dengan mutasi lain seperti rtT182, rtS202, rtM250. Dikarenakan mutasi ketiga hal ini sulit berkembang bersamaan, insiden dari entecavir resistence jarang dijumpai.

5. TelbivudinTelbivudin (LdT) adalah analog L-nukleosida thymidine yang efektif melawan replikasi VHB. Obat ini diberikan secara oral dengan dosis optimal 600 mg/hari. 6,7,8,9,10 Telbivudin dapat digunakan pada: Pasien naif dengan DNA VHB 2x batas atas normal. Telbivudin juga dapat diteruskan bila pada minggu ke-24 mencapai DNA VHB tak terdeteksi. Sebaliknya, telbivudin tidak boleh diberikan pada pasien dengan karakteristik: Pasien yang sudah resisten terhadap lamivudin, telbivudin, atau entecavir.

6. Tenofovir Disoproxil FumarateTenofovir disoproxil fumarate (TDF) adalah prekursor tenofovir, sebuah analog nukleotida yang efektif untuk hepadanavirus dan retrovirus. Obat ini awalnya digunakan sebagai terapi HIV, namun penelitian-penelitian menunjukkan efektivitasnya sangat baik untuk mengatasi hepatitis B. Tenofovir diberikan secara oral pada dosis 300 mg/hari. Sampai saat ini masih belum ditemukan efek samping tenofovir yang berat. Namun telah dilaporkan adanya gangguan ginjal pada pasien dengan koinfeksi VHB dan HIV. 6,7,8,9,10Pilihan terapi hepatitis B pada pada pasien naf atau yang tidak diketahui profil resistensinya mencakup interferon konvensional 510 MU sebanyak 3 kali per minggu, Peg-IFN -2a 90-180 g sebanyak 1 kali per minggu, Peg-IFN -2b 1-1.5 g/kg sebanyak 1 kali per minggu, lamivudin 100 mg per hari, adefovir 10 mg per hari, entecavir 0.5 mg per hari, telbivudin 600 mg per hari, atau tenofovir 300 mg per hari.

g. Pencegahan1) ImunisasiImunisasi adalah salah satu bentuk upaya pencegahan transmisi Hepatitis B. Saat ini, terdapat dua bentuk imunisasi yang tersedia, yakni imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif dicapai dengan memberikan vaksin hepatitis B. Vaksin Hepatitis B mengandung HBsAg yang dimurnikan. Vaksin hepatitis B berisi HBsAg yang diambil dari serum penderita hepatitis B yang dimurnikan atau dari hasil rekombinasi DNA sel ragi untuk menghasilkan HBsAg. Setiap mL vaksin umumnya mengandung 10-40 g protein HBsAg. Vaksin tersebut akan menginduksi sel T yang spesifik terhadap HBsAg dan sel B yang dependen terhadap sel T untuk menghasilkan antibodi anti-HBs secepatnya 2 minggu setelah vaksin dosis pertama. 6,7,8,9,10Indikasi pemberian vaksinasi hepatitis B adalah kelompok individu yang mempunyai risiko terinfeksi hepatitis B diantaranya: individu yang terpapar produk darah pada kerjanya, staf di fasilitas untuk pasien cacat mental, pasien hemodialisis, pasien penerima konsentrat VIII da IX, orang yang berumah tangga atau kontak seksual dengan pasien hepatitis B, homoseksual/biseksual aktif, individu yang tingal di daerah endemis hepatitis B, individu yang mengunjungi daerah endemis hepatitis B, heteroseksual dengan partner seksual multipel, penyalahguna obat injeksi, petugas kesehatan, dan anak yang lahir dari ibu dengan hepatitis B kronik. Vaksin ini dapat diberikan 3 dosis terpisah, yaitu 0, 1 dan 6 bulan. Perlu dicatat bahwa panduan imunisasi yang berlaku di Indonesia menyarankan pemberian vaksin pada saat bayi lahir, pada bulan ke-2, bulan ke-4, dan bulan ke-6.Pemberian 3 dosis vaksin ini akan menghasilkan respon antibodi protektif pada 30-55% dewasa sehat berumur 40 tahun, maka proporsi pasien yang memiliki antibodi setelah tiga dosis injeksi menurun