41
ILMU PENYAKIT DALAM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di penuhi seorang manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini dibuktikan dengan adanya sistem pencernaan atau traktus gastrointestinal yang merupakan salah satu sistem yang mendukung tubuh manusia. Sistem pencernaan atau gastrointestinal terdiri dari beberapa organ, yaitu mulut, esofagus, gaster, colon dan anus. Tukak lambung atau tukak usus atau ulkus peptikum adalah luka pada lapisan bagian dalam dari lambung atau usus. Yang dirasakan penderita adalah nyeri di saluran pencernaannya. Berdasarkan sifatnya, tukak lambung dan tukak usus dapat dibedakan sebagai berikut: Tukak Lambung : lebih sering terjadi pada pria usia lanjut (60 tahun atau lebih). Penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan tukak usus, karena luka di lambung terus-menerus bersentuhan dengan asam lambung. Tukak Usus : muncul di bagian awal usus kecil, lebih sering terjadi pada wanita. Jumlah penderitanya lebih banyak dibandingkan tukak lambung, dan lebih sering muncul pada usia lebih muda dibandingkan tukak lambung (30 tahun atau lebih). Sistem pencernaan akan terganggu apabila salah satu atau beberapa organ pencernaan terjadi inflamasi, kerusakan, maupun ULKUS PEPTIKUM DAN GASTRITIS Page 1

Makalah Asli Ulkus Peptikum n Gastritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ILMU PENYAKIT DALAM

Citation preview

ILMU PENYAKIT DALAM

ILMU PENYAKIT DALAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di penuhi seorang manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini dibuktikan dengan adanya sistem pencernaan atau traktus gastrointestinal yang merupakan salah satu sistem yang mendukung tubuh manusia. Sistem pencernaan atau gastrointestinal terdiri dari beberapa organ, yaitu mulut, esofagus, gaster, colon dan anus.Tukak lambung atau tukak usus atau ulkus peptikum adalah luka pada lapisan bagian dalam dari lambung atau usus. Yang dirasakan penderita adalah nyeri di saluran pencernaannya. Berdasarkan sifatnya, tukak lambung dan tukak usus dapat dibedakan sebagai berikut:

Tukak Lambung : lebih sering terjadi pada pria usia lanjut (60 tahun atau lebih). Penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan tukak usus, karena luka di lambung terus-menerus bersentuhan dengan asam lambung.

Tukak Usus : muncul di bagian awal usus kecil, lebih sering terjadi pada wanita. Jumlah penderitanya lebih banyak dibandingkan tukak lambung, dan lebih sering muncul pada usia lebih muda dibandingkan tukak lambung (30 tahun atau lebih).

Sistem pencernaan akan terganggu apabila salah satu atau beberapa organ pencernaan terjadi inflamasi, kerusakan, maupun ketidaknormalan. Salah satu gangguan pencernaan yang paling sering dijumpai dan diderita masyarakat adalah gastritis atau di masyarakat umum sering disebut dengan penyakit maag atau dalam istilah kesehatan dikenal dengan gastritis.

Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam masyarakat maupun dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya dan cara penanganan yang tepat merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam sering menyebutnya dengan penyakit maag. Gastritis merupakan salah satu yang paling banyak dijumpai klinik penyakit dalam pada umumnya. Masyarakat sering menganggap remeh panyakit gastritis, padahal ini akan semakin besar dan parah maka inflamasi pada lapisan mukosa akan tampak sembab, merah, dan mudah berdarah.

Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang yang stres, karena stres dapat meningkatkan produksi asam lambung, pengkonsumsi alkohol dan obat-obatan anti inflamasi non steroid. Gejala yang timbul pada penyakit gastritis adalah rasa tidak enak pada perut, perut kembung, sakit kepala, mual, lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat menganggu aktifitas sehari -hari, karena penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak enak pada perut. Selain dapat menyebabkan rasa tidak enak, juga menyebabkan peredaran saluran cerna atas, ulkus, anemia kerena gangguan absorbsi vitamin B12. Ada berbagai cara untuk mengatasi agar tidak terkena penyakit gastritis dan untuk menyembuhkan gastritis agar tidak menjadi parah yaitu dengan banyak minum kurang lebih 8 gelas/hari, istirahat cukup, kurangi kegiatan fisik, hindari makanan pedas dan panas dan hindari stres.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah histologi dan fisiologi lambung?

2. Apakah dan bagaimanakah penyakit Ulkus Peptikum itu?

3. Bagaimanakah gejala dari penyakit Ulkus Peptikum itu?

4. Bagaimanakah cara pencegahan dan pengobatan dari penyakit Ulkus Peptikum?

5. Apa dan bagaimanakah penyakit gastritis itu?

6. Bagaimanakah pertahanan lapisan mukosa lambung?

7. Bagaimanakah pembaruan dan pemulihan lapisan mukosa lambung?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui histologi dan fisiologi lambung.

2. Untuk mengetahui penyakit Ulkus Peptikum.

3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Ulkus Peptikum.

4. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Ulkus Peptikum.

5. Untuk mengetahui anatomi dari penyakit Ulkus Peptikum

6. Untuk mengetahui penyakit gastritis itu.

7. Untuk mengetahui pertahanan lapisan mukosa lambung.

8. Untuk mengetahui pembaruan dan pemulihan lapisan mukosa lambung.BAB II : ISIA. Dasar Teori 1. Anatomi Lambung

Lambung merupakan organ muskular yang berbentuk menyerupai huruf J yang berfungsi menerima dan mencampur makanan dari esofagus dengan cairan lambung dan mendorong makanan ke usus kecil. Makanan memasuki lambung dari esofagus dengan melewati otot berbentuk cincin yang disebut sfingter yang dapat membuka dan menutup sehingga berfungsi mencegah makanan kembali ke esofagus (Lestari, 2008). Lambung memiliki panjang sekitar 25 cm dan 10 cm pada saat kosong, volume 1-1,5 liter pada dewasa normal. Terletak persis di bawah diafragma, terdiri dari kardia, fundus, korpus, antrum dan pylorus (Aiache, et al, 1993).

Gambar 1. Gaster (Ventriculus) dan Doudenum Proksimal.

A. Permukaan luar C. Permukaan dalam.

Anak panah melalui canalis pyloricum

Sel-sel yang melapisi lambung mensekresikan tiga komponen penting, yaitu mukus, HCl, dan prekursor pepsin. Mukus yang dihasilkan oleh sel mukus menyelaputi sel-sel yang melapisi lambung sebagai perlindungan terhadap kerusakan oleh enzim dan asam. Rusaknya lapisan mukus misalnya oleh infeksi Helicobacter pylori atau karena aspirin, dapat menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada ulser lambung. Asam klorida yang dihasilkan oleh sel parietal menyediakn lingkungan asam yang dibutuhkan pepsin untuk menguraikan protein, serta sebagai penghalang masuknya infeksi bakteri. Sekresi asam lambung distimulasi oleh impuls syaraf, gastrin (hormon yang dilepaskan lambung), dan histamin. Sedangkan chief cell yang ditemukan di bagian paling dalam dari kelenjar lambung menghasilkan enzim pencernan pepsinogen yang kemudian diubah menjadi pepsin (Berkow, 1997).

2. Histologi LambungLambung adalah reservoar untuk menampung makanan dan pengolahannya oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa. Pada keadaan kosong volume lumennya hanya 50-75 mL, namun pada saat makan kapasitasnya dapat mencapai lebih dari 1,2 liter. Volume sekret yang dihasilkan seharinya berkisar antara 500 sampai 1000 mL, paling banyak saat mencerna makanan. Getah lambung yang bening tanpa warna mengandung mukus, air, HCl, dan enzim pepsin. Sekresi asam mempertahankan lingkungan intern yang optimal untuk proteolisis oleh pepsin yang paling aktif pada pH 2 (Fawcett, 2002).

Lambung secara histologis terdiri atas empat lapisan yang tersusun dari dalam ke luar yakni lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan lapisan serosa (Price dan Wilson, 2006) .

a. Lapisan Mukosa

Lapisan mukosa merupakan lapisan yang tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal, disebut juga rugae. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan, yakni epitel, lapisan propria, dan muskularis mukosa. Pada epitel permukaannya menekuk dengan kedalamaan berbeda ke dalam lamina propria membentuk sumur lambung (gastric pits). Lamina propria tersusun atas jaringan pengikat longgar diselingi otot polos dan sel-sel limfoid. Juga terdapat muskularis mukosa, yakni lapisan yang memisahkan mukosa dan submukosa yang masih merupakan lapisan otot polos (Junquiera dan Carneiro, 2003) .

Mukosa lambung mempunyai satu lapis epitel silinder yang berlekuk-lekuk (foveolae gastricae), tempat bermuaranya kelenjar lambung yang spesifik. Kelenjar pada daerah cardiac dan pylorus hanya memproduksi mukus, sedangkan kelenjar pada daerah corpus dan fundus memproduksi mukus, asam klorida dan enzim proteolitik. Karena itu pada kelenjar corpus dan fundus ditemukan 3 jenis sel, yaitu sel yang memproduksi mukus yaitu sel mukus, sel yang menghasilkan HCl yaitu sel parietal, sel yang menghasilkan enzim proteolitik yaitu sel epitel mukosa (Sukirno, 2008).

Lamina propria terdiri atas anyaman serat retikuler dan kolagen, serta sedikit elastin. Juga anyaman fibrosa yang mengandung limfosit, eosinofil, sel mast, dan sel plasma. Kontraksinya berhubungan dengan pengeluaran sekret pada mukosa (Bloom dan Fawcett, 2002) .

Lapisan muskularis mukosa terdiri atas lapisan otot polos tipis yang tersusun sirkuler di bagian dalam serta lapisan longitudinal di bagian luar (Eroschenko, 2003) .Kelenjar-kelenjar lambung yang terdapat pada daerah kardia mencakup 5% dari keseluruhan wilayah yang terdapat kelenjar lambung dan mengandung mukus dan sel-sel endokrin. Kebanyakan kelenjar lambung (75%) ditemukan di dalam mukosa oksintik dan mengandung mucous neck, parietal, chief, endocrine, dan enterochromaffin cells. Kelenjar-kelenjar pyloric berada pada daerah antrum, kelenjar-kelenjar ini mengandung mucous dan endocrine cells (termasuk gastrin cells). Parietal cell, disebut juga oxyntic cell, lebih sering ditemukan pada bagian leher lambung, atau pada isthmus, atau disebut juga kelenjar oksintik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian korpus dan fundus lambung, meliputi 75% bagian proksimal lambung sementara kelenjar pilorik terletak pada bagian pilorik lambung (Del Valle, 2005).

b. Lapisan submukosa

Lapisan submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Pada lapisan ini banyak mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe (Price dan Wilson, 2006).

c. Lapisan muskularis

Lapisan muskularis tersusun atas tiga lapis otot polos. Bagian luar tersusun atas lapisan longitudinal, bagian tengah tersusun atas lapisan sirkuler, dan bagian dalam tersusun atas lapisan oblik (Price dan Wilson, 2006) .

d. Lapisan serosa

Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi lapisan muskularis. Merupakan lapisan paling luar yang merupakan bagian dari peritonium visceralis. Jaringan ikat yang menutupi peritonium visceralis banyak mengandung sel lemak (Eroschenko, 2003).

Gambar 2. Gambaran histologis lambung normal (Sumber: Junqueira and Carneiro, Basic Histology, a text and atlas)B. Pengertian Ulkus Peptikum

Ulkus Peptikum adalah suatu luka terbuka yang berbentuk bundar atau oval pada lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum). Ulkus pada lambung disebut ulkus gastrikum, sedangkan ulkus pada usus duabelas jari disebut ulkus duodenalis. Tukak lambung/gastric ulcer/maag merupakan luka/ulkus yang terjadipada lambung yang diakibatkan oleh karena gangguan keseimbanganasam-basa pada lambung dimana terjadi peningkatan keasaman lambung danatau penurunan daya tahan/proteksi jaringan lambung. Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak.(misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda denga tukak akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak. Menurut definisi, tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu factor dari banyak factor yang berperan dalam patogenesis tukak peptic.

1. Etiologi Ulkus Peptikum Ulkus peptikum bisa disebabkan oleh bakteri (misalnya Helicobacter pylori) atau obat-obatan yang menyebabkan melemahnya lapisan lendir pelindung lambung dan duodenum sehingga asam lambung bisa menembus lapisan yang sensitif di bawahnya. Asam lambung dan bakteri dapat mengiritasi lapisan lambung dan duodenum serta menyebabkan terbentuknya ulkus.

Helicobacter pylori biasanya ditularkan pada masa kanak-kanak, bisa melalui makanan, air atau kontak dengan penderita infeksi H. pylori. Penyakit menular ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa yang berumur lebih dari 60 tahun dan juga lebih sering ditemukan di negara-negara berkembang. Sebagian besar orang yang memiliki H. pylori baru menunjukkan gejala-gejala setelah mencapai usia lanjut, mereka bahkan tidak menyadari bahwa mereka memiliki bakteri tersebut. Meskipun H.pylori biasanya tidak menimbulkan masalah pada masa kanak-kanak, tetapi jika tidak diobati bisa menyebabkan gastritis, ulkus peptikum dan bahkan kanker lambung. Para ahli sepakat bahwa penyebab utama dari ulkus peptikum pada orang dewasa adalah bakteri Helicobacter pylori, tetapi tidak semua ahli berpendapat bahwa penyebab utama dari ulkus pada masa kanak-kanak adalah bakteri tersebut. Beberapa ahli mengemukakan perbedaan antara ulkus duodenalis dan ulkus gastrikum; ulkus duodenalis biasanya disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori, sedangkan ulkus gastrikum memiliki penyebab yang lain.

50% dari kasus disebabkan oleh Helicobacter pylori dan sisanya memiliki penyebab yang tidak diketahui secara pasti. Yang pasti, ulkus peptikum jarang ditemukan pada anak-anak yang sehat. Pada beberapa kasus, penyebabnya adalah pemakaian obat. Pemakaian NSAIDs (non-steroid anti inflammatory drugs, obat anti peradangan non-steroid) dosis menengah bisa menyebabkan kelainan saluran pencernaan dan perdarahan pada beberapa anak. Acetaminophen tidak menyebabkan ulkus gastrikum dan merupakan pilihan NSAIDs yang baik bagi anak-anak.Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihanPredisposisi: Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus. Beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamasi non steroid(NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas-sindrom zolinger-ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress.2. Patofisiologi Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum terjadi pada mukosa yang menghasilkan alkali, biasanya pada atau di dekat curvatura minor, karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :

1. Fase Sefalik.

Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.

2. Fase lambung.

Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.

3.Fase usus

Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.

Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini : 1. Hipersekresi asam pepsin2. Kelemahan barier mukosa lambung

Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira dari gastrinoma adalah ganas(maligna). Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.Pada kasus tukak lambung yang parah maka ulkus/lukanya dapat berdarah sehingga mengalir melalui saluran pencernaan dan dapat menyebabkan muntah bercampur darah yang berwarna coklat seperti kopi dan feses berwarna kehitaman karena bercampur darah. Tukak yang kronis menginvasi tunica muscularis, dan nantinya mengenai peritoneum sehingga gaster dapat mengalami perforasi sampai ke dalam bursa omentalis atau mengalami perlekatan pada pankreas. Erosi pancreas menghasilkan nyeri alih ke punggung. Arteri lienalis berjalan pada sepanjang margo superior pancreas, dan erosi arteria ini dapat menimbulkan perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang menembus dinding anterior gaster dapat mengakibatkan isi gaster keluar ke dalam cavitas peritonealis dan menimbulkan peritonitis difusa. Namun, paries anterior gaster dapat melekat pada hepar, dan ulkus kronis dapat meluas sampai ke jaringan hepar. Apabila hal ini terjadi diperlukan perawatan dokter untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.3. Anatomi Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum merupakan penyakit yang terdapat pada lambung. Dimana lambung merupakan bagian dari abdomen.

4. Gejala Klinis

Pada bayi baru lahir, gejala awal dari ulkus peptikum bisa berupa adanya darah di dalam tinja. Jika ulkus menyebabkan terbentuknya lubang (perforasi) pada lambung atau usus halus, bayi bisa tampak kesakitan dan cenderung timbul demam.

Pada bayi yang lebih tua dan anak kecil, selain di dalam tinjanya ditemukan darah, juga disertai muntah atau nyeri perut berulang. Nyeri seringkali semakin memburuk atau membaik jika anak makan. Nyeri juga menyebabkan anak terbangun dari tidurnya pada malam hari.Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

1. Nyeri

Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, sepert tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.

2. Pirosis (nyeri uluhati)

Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.

3. Muntah

Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

4. Konstipasi dan perdarahan

Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.5. Evaluasi Diagnostik

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya Helicobacter Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi Helicobacter Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen Helicobacter Pylori.

Selain pemeriksaan fisik dapat pula dilakukan pemeriksaan endoskopi gastrointestinal serat optik. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara penderita dipuasakan sejak jam 12.00 malam dan pada saat akan dilakukan pemeriksaan diberikan sulfas atropin 0,5 mg dan 20 mg Buscopan secara intramuskuler serta anestesi lokal pada orofaring. Alat endoskopi yang dapat dipergunakan adalah Olympus CIF P2 atau GIF Q dengan cold-light source. Penilaian terhadap varises esofagus berdacarkan warna (colour), tanda wama merah (red colour sign), bentuk (form) dan lokasi varises.Diagnosis endoskopis : gastritis, bila ditemukan mukosa lambung hiperemis; "bile reflux gastritis" bila terdapat cairan empedu pada lambung yang berasal dari duodenum; gastritis kronis bila terdapat mukosa lambung hipertrofi/atrofi disertai bercak-bercak hiperemis; esofagitis bila mukosa esofagus mengalami hiperemis.

6. Pencegahan

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan :

1. Penurunan stress dan istirahat.2. Penghentian merokok

3. Modifikasi diet

4. Obat-obatan

5. Intervensi bedah

Jika penyebabnya adalah NSAIDs, sebaiknya hindari pemakaian NSAIDs, termasuk setiap obat yang mengandung ibuprofen maupun aspirin. Jika tidak ada makanan tertentu yang diduga menjadi penyebab maupun pemicu terjadinya ulkus, biasanya tidak dianjurkan untuk membatasi pemberian makanan kepada anak-anak yang menderita ulkus. Makanan yang bergizi dengan berbagai variasi makanan adalah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Alkohol dan merokok dapat memicu terbentuknya ulkus. Selain itu, kopi, teh, soda dan makanan yang mengandung kafein dapat merangsang pelepasan asam lambung dan memicu terbentuknya ulkus, jadi sebaiknya makanan tersebut tidak diberikan kepada anak-anak yang menderita ulkus.Langkah-langkah perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi tukak lambung antara lain :

(1) Istirahat yang cukup sampai gejala mereda hindari stres, tekanan emosional, dan kerja berat jangan sampai terlambat makan dan jangan makan yang berlebihan jangan biarkan lambung kosong, makan sedikit-sedikit dengan jenjang waktu yang sering.

(2) Konsumsi makanan yang ringan dan lunak(3) Hindari makanan yang pedas, asam, keras, dan lain-lain yang dapat memperparah radang lambung seperti alkohol, kopi, buah yang mentah dan masam, nangka, durian, salak.

(4) Hindari merokok karena rokok dapat mengiritasi dinding lambung dan duodenum.

(5) Hindari obat-obatan yang mengandung aspirin.

(6) usahakan buang air besar secara teraturUntuk menurunkan asam lambung yang berlebihan yang dapat mengiritasi lambung biasanya minum obat antasida. Obat-obatan bersifat antasid yang banyak dijual bebas di warung berfungsi menurunkan keasaman cairan di lambung dengan cara menaikan pH, sehingga untuk sementara gejala sakit akan hilang. Namun hal tersebut hanya bersifat sementara karena luka pada lambung belum pulih dan sekresi kelenjar-kelenjar lambung belum seimbang.

(7) Dengan perawatan yang baik dan memperhatikan pola hidup dan pola makan yang sesuai, kebanyakan tukak lambung dapat sembuh sama sekali. Namun seringkali meninggalkan bekas jaringan parut yang dapat robek dan terjadi ulkus/luka kembali sehingga serangan dapat berulang kembali.\(8) Tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk mengatasi tukak lambung berfungsi untuk mengurangi peradangan dan infeksi, memperkuat dinding mukosa lambung, mengurangi kepekaan dinding lambung, dan memperbaiki fungsi pencernaan secara umum.7. PengobatanTujuan pengobatan ulkus peptikum adalah :

1. Menghilangkan rasa nyeri dan menyembuhkan ulkus.

2. Mencegah kambuhnya ulkus dan mencegah terjadinya komplikasi.

Apabila tidak terdapat komplikasi dapat dilakukan terapi sebagai berikut :

a.Suportif : nutrisi

b.Memperbaiki / menghindari faktor risiko

c.Pemberian obat-obatan : antasida, antagonis reseplor M2. proton pump inhibitor, pemberian obat-obatan untuk mengikat asam empedu. prokinetik. pemberian obat untuk eradikasi kuman Helicobacter pylori.

d.pemberian obat-obatan untuk meningkatakan faktor defensif.

Berdasarkan patofisiologinya, terapi farmakologik ulkus peptikum ditujukan untuk menekan faktor-faktor agresif dan/ atau memperkuat faktor-faktor defensif. Sampai saat ini peng-obatan ditujukan untuk mengurangi asam lambung, yakni dengan cara menetralkannyadengan antasida atau mengurangi sekresinya dengan obat-obat antisekresi yakni :

1. H2bloker : simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin.

2. Muskarinik bloker : pirenzepin.

3. Penghambat pompa proton (H+/K+ ATPase) : omeprazol.dan dalam kelompok obat-obat ini H2bloker pada saat ini merupakan obat standar karena efektivitas, keamanan dan kepraktisan penggunaannya dalam terapi jangka panjang untuk mencegah kambuhnya ulkus.

Akhir-akhir ini, pengobatan ulkus peptikum mulai dituju-kan untuk memperkuat mekanisme defensif mukosa lambung duodenum, yakni dengan obat-obat sitoproteksi. Obat sitopro-teksi bermula dari prostaglandin didefinisikan sebagai obat yang dapat mencegah atau mengurangi kerusakan mukosa lam-bung atau duodenum oleh berbagai zat ulserogenik atau zat penyebab nekrosis, tanpa menghambat sekresi atau menetralkan asam lambung.Ada 2 kelompok obat sitoproteksi yakni :

(1) Analog prostaglandin obat sitoproteksi dengan anti sekresi, yakni misoprostol, enprostil dan rioprostil, dan

(2) Non-prostaglandin (obat sitoproteksi dengan proteksi lokal), yakni sukralfat, bismuth koloidal dan setraksat.Untuk terapi jangka pendek menyembuhkan ulkus, hanya sukralfat, bismuth koloidaldan rioprostil yang sebanding dengan H2bloker (sukralfat juga sebanding keamanannya), tetapi sukralfat dan bismuth tidak praktis penggunaannya. Obat-obat sitoproteksi mempunyai keuntungan dibandingkan dengan H2bloker, yakni memberi masa remisi yang lebih panjang (kelompok PG belum jelas) dan angka kesembuhan serta angka kekambuhan yang tidak dipengaruhi oleh merokok (setraksat belum jelas). Kedua efek ini dikaitkan dengan sifat sitoproteksi (untuk bismuth koloidal dihubungkan juga dengan sifat bakterisidalnya terhadap Campylobacter pylori. Efek lain yang juga dikaitkan dengan sitoproteksi adalah efektivitas misoprostol, setraksat dan sukralfat untuk mengurangi kerusakan mukosa saluran cerna, terutama lambung, akibat pemberian kronik NSAID. Untuk terapi jangka panjang mencegah kambuhnya ulkus, sukralfat dan setraksat sudah mapan penggunaannya. Garam bismuth tidak boleh dipergunakan karena toksisitasnya, sedangkan kelompok PG tampaknya tidak dianjurkan. Analog PG yang ada sekarang pada umumnya inferior dibanding H2bloker untuk terapi jangka pendek menyembuhkan ulkus, baik efektivitas (kecuali rioprostil) maupun efek sam-pingnya; tetapi penyembuhan ulkus duodenum oleh analog PG tampaknya tidak dipengaruhi oleh merokok. Efek obat-obat ini pada masa remisi masih belum jelas. Sedangkan untuk terapi jangka panjang, tampaknya analog PG tidak dapat dianjurkan. Tetapi analog PG efektif untuk mencegah/mengurangi kerusakan mukosa lambung oleh NSAID. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :

1. Efek sitoproteksi saja, tanpa adanya efek lain, tidak cukup untuk menyembuhkan ulkus.

2. Efek sitoproteksi dapat memperpanjang masa remisi ulkus, tetapi untuk analog PG masih belum jelas.

3. Efek sitoproteksi berguna bagi perokok, karena efek ini bisa mengatasi efek merokok terhadap kesembuhan dan kekambuh-an ulkus, tetapi untuk analog PG terhadap ulkus lambung tidak jelas, sedangkan untuk setraksat tampaknya masih belum diteliti.

4. Obat sitoproteksi berguna untuk mencegah atau mengurangi kerusakan lambung akibat pemberian kronik NSAID (kecuali garam bismuth). Meskipun untuk PG masih digunakan dosis sitoproteksi + anti sekresi, untuk hasil yang terbaik tampaknya efek sitoproteksinya ikut berperan.

5. Obat sitoproteksi, karena mekanisme kerjanya yang ber-beda, dapat digunakan untuk mengobati ulkus yang resisten terhadap H2bloker (analog PG) dan setraksat (belum diketahui).

6. Obat sitoproteksi, mengingat ketintungannya dalam memperpanjang remisi pada perokok, mungkin dapat dipikirkan untuk menjadi alternatif dari H2bloker untuk menjadi pilihan pertama dalam pengobatan ulkus.

7. Kombinasi obat terhadap faktor agresif dengan obat sito-proteksi diharapkan akanmemberikan efek yang sinergistik dalam menyembuhkan ulkus. Ini telah terbukti pada kombinasi simetidin dengan sukralfat dan kombinasi simetidin dengan setraksat. Analog PGE yang ada sekarang tidak memberikan efek yang lebih baik karena efek sitoproteksinya mungkin tidak ikut berperan/minimal dalam proses penyembuhan ulkus.Selain itu dapat pula dilakukan pembedahan yang dilakukan pada gastritis kronis dan ulkus duodenum (tukak duodenum) merupakan usaha untuk mengurangi sekresi asam lambung dengan memotong nervus vagus (vagotomi) dan membuang mukosa gaster yang menghasilkan gastrin, yaitu mukosa antrum (gastrektomi parsial)C. GastritisSecara sederhana gastritis berarti proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang sampai saat ini masih sering dijumpai (Hirlan dan Tarigan, 2007).Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar banyak orang yang mengeluh akan rasa tak enak pada perut bagian yang atas, misalnya rasa perut selalu penuh,mual-mual, perasaan panas pada perut, rasa pedih sebelum atau sesudah makan dan sebagainya.

Banyak sarjana yang mempelajari kemungkinan kelainan dalam jalan makanan yang dihubungkan dengan keluhan seperti di atas. Broussais ( 1816 ) menyelidiki perubahan-perubahan anatomi dari lambung dan usus halus pada autopsi, dan di temukan adanya gastroenteritis yang lanjut sebagai dasar dari kelainan patologik. Selanjutnya FEN WICK ( 1870, 1880 ) menemukan adanya atrofi mukosa lambung pada penderita anemia pernisosa. Kemudian banyak sarjana yang memilikisecara patologis kelainan pada postmortem. FABER dan BLOCK ( 1900 ), memberikan suntikan 10% formalin ke dalam ruang perut, kepada beberapa penderita yang baru meninggal dunia. Dan dapat dibuat kesimpulan, bahwa dengan penderita anemia pernisosa terlihat gastritis atrofikans atauatrofi pada mukosa lambung. Kelainan tersebut juga di jumpai pada penderita dengan akhilia gastrika tanpa anemi.Kasus gastritis dapat hanya superficial yang berarti belum begitu bahaya namun bila berlangsung lama dapat menyebabkan atrofi mukosa lambung, dapat juga dalam beberapa kasus menjadi sangat akut dan berat dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa gastritis banyak disebabkan oleh infeksi bakterial dan beberapa berasal dari bahan yang dimakan yaitu alkohol dan aspirin. Hal ini bersifat sangat merusak sawar mukosa lambung, yaitu mukosa kelenjar dan sambungan epitel yang rapat (tight junctions) diantara sel pelapis lambung (Guyton dan Hall, 1997).

Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superficialis akut dan gastritis atrofik kronis (Price dan Wilson, 2006).

a. Gastritis Superficialis Akut

Gastritis akut biasanya bersifat jinak. Penyebab penyakit ini adalah endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan aspirin (OAINS). Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan mekanisme patogenik yang menyebabkan cedera. Pada gastritis superficialis didapatkan gambaran mukosa tampak memerah, edema, ditutupi oleh mukus yang melekat serta sering disertai erosi kecil dan perdarahan. Gastritis akut mereda bila agen penyebab dihilangkan. Penggunaan penghambat Histamin 2 (H2) dapat mengurangi sekresi asam, antasid dapat menetralkan asam yang tersekresi, sehingga mempercepat penyembuhan (Price dan Wilson, 2006) .Gastritis akut berupa peradangan akut mukosa lambung yang bersifat sementara. Peradangan ini bisa disertai perdarahan mukosa. Pada keadaan yang lebih berat dapat dijumpai terlepasnya permukaan epitel mukosa (erosi). Gastritis akut dengan erosi yang berat merupakan penyebab utama perdarahan gastrointestinal akut (Betty, 2007). Patogenesis gastritis akut masih belum diketahui dengan jelas karena mekanisme normal dari proteksi mukosa lambung tidak diketahui dengan jelas secara menyeluruh, Keadaan ini sering dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan seperti NSAIDs (Non-sfero idal Anti-inflammatory Drugs), peminum alkohol yang berlebihan, perokok berat, kemoterapi, uremia, infeksi sistemik (seperti Salmonellosis), stres berat (trauma, luka bakar, operasi), iskemik dan shok, usaha bunuh diri dengan asam dan basa keras, trauma mekanik (intubasi nasogastrik) serta pada keadaan paska gasterktomi distal dengan refluks cairan empedu (Betty, 2007).

Pada gastritis akut bisa mengakibatkan gangguan pada lapisan mukosa lambung; rangsangan sekresi asam dengan difusi balik ion Hidrogen ke epitel permukaan penurunan produksi bufer bikarbonat oleh sel epitel permukaan, penurunan aliran darah mukosa serta kerusakan langsung terhadap epitel (Betty, 2007). Gejala tergantung pada beratnya perubahan anatomi lambung.

Pada gastritis akut mungkin tidak menunjukkan gejala secara menyeluruh, keluhan bisa berupa nyeri epigastrik dengan adanya mual dan muntah sampai hematemesis, melena dan mampu menimbulkan kehilangan darah secara fatal. Penyebab utama hematemesis terutama dijumpai pada peminum alkohol. Pada pasien dengan arthritis rematoid yang menggunakan aspirin, hampir 25% pasien kadang-kadang mengalami serangan gastritis akut dengan perdarahan yang tampak atau tersembunyi. Resiko perdarahan lambung yang ditimbulkan oleh penggunaan obat NSAIDS tergantung pada dosis obat yang digunakan, dimana resiko ini meningkatkan komplikasi pada pasien dengan penggunaan obat dalam jangka waktu panlang (Betty, 2007).

b. Gastritis Atrofik Kronis

Gastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Ada dua jenis, pertama gastritis kronis tipe A, merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan chief cell dapat menurunkan sekresi asam dan meningkatnya kadar gastrin. Kedua adalah gastritis kronik tipe B atau disebut juga gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum dan lebih sering terjadi. Penyebab utamanya adalah Helicobacter pylori (H.pylori). Selain itu dapat juga disebabkan oleh alkohol, merokok, dan refluk empedu. Gastritis atrofi yang berupa penipisan lapisan mukosa lambung ini ditandai dengan hilangnya kelenjar karena jejas mukosa yang berulang dan kronis. Gambaran awal atrofi berupa fokus yang multipel (Multifokal Atrophic Gastritis) pada daerah peralihan antrum dan korpus di daerah kurvatura minor. Bila berlangsung kronis akan mengenai seluruh antrum, namun korpus hanya relatif sedikit. Hilangnya kelenjar dapat diakibatkan oleh erosi atau tukak pada mukosa yang disertai rusaknya lapisan kelenjar, proses radang kronik dan kerusakan yang terjadi sedikit demi sedikit ("piecemeal'). Pada umumnya regenerasi dapat melalui berbagai jalur diferensiasi, Pada daerah yang mengalami regenerasi menghasilkan gambaran kelenjar metaplasi pseudo-pilorik' (pada korpus) dan metaplasia intestinal. Prevalensi dan beratnya atrofi pada pasien gastritis meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Faktor makanan tertentu dapat mempengaruhi keadaan ini seperti konsumsi garam berlebihan, makanan diasap, nitrit, nitrosamin. Nitrosamin dapat dirubah menjadi nitrit, yang membantu kolonisasi an-aerobik bakteri ini dalam suasana hiprokhlorhidria lambung. Konsumsi sayuran dan buah-buahan antioksidan vitamin C, E, p-karoten dan selenium dapat mencegah perkembangan gastritis atrofi (Betty, 2007).

Pada gastritis tipe ini juga didapatkan adanya tanda-tanda peradangan, mukosa tampak kemerahan, edema, dan tampak sebukan sel-sel radang. Sering pula terjadi erosi dan perdarahan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gastritis dan tukak pada lambung adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresif meliputi asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, OAINS, kotikosteroid, dan kuman Helicobacter pylori. Sedang yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid/surfaktan, musin, mukus, bikarbonat, motilitas, impermeabilitas mukosa terhadap ion hidrogen, dan regulasi pH intrasel (Simadibrata, 2005).1. EtiologiGastritis akut biasanya disebabkan oleh lesi sterss pada penderita sakit berat, obat-obatan (aspirin, NSAID, alkohol, dll.), trauma (pemasangan NGT, endoskopi, radiasi, dll.), infeksi (sering oleh H. pylori) (Anonim, 2009).

Gastritis kronis dibagi menjadi 2 tipe besar, yaitu tipe A merupakan gastritis autoimun dan gastritis tipe B disebabkan oleh Helicobacter pylori, merokok, alkohol (Chandrasoma, 2006).

2. PatogenesisObat-obatan seperti aspirin dan NSAID menghambat sintesis prostaglandin E pada mukosa, menyebabkan mukosa lebih peka terhadap asam, sehingga lebih mudah erosi. Alkohol menyebabkan gastritis akut sering terjadi setelah minum banyak alkohol. Stress seperti luka bakar, infark miokard, lesi intrakranial, dan pasca operasi sering dihubungkan dengan erosi lambung. Organisme H. pylori melekat pada epitel lambung dan menghancurkan bagian mukosa pelindung meninggalkan daerah epitel yang gundul.

Gastritis kronis tipe A disebabkan oleh adanya antibodi terhadap sel parietal sehingga menurunkan sekresi asam dan meningkatkan sekresi gastrin. Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfoplasmasitik pada mukosa sekitar sel parietal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).

3. Gambaran KlinisGambaran klinis bervariasi dari keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti anoreksia, bersendawa, mual, sampai gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrium (nyeri ulu hati), muntah, perdarahan, dan hematemesis.

Gastritis kronis mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Gejala bervariasi yaitu rasa penuh, anoreksia, nyeri ulu hati, nausea, keluhan anemia (Doherty, M Gerard, 2006; Syamsuhidajat. 1997).4. DiagnosisGastritis akut ditegakkan dengan endoskopi, dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung, radiologis dengan kontras ganda.

Gastritis kronis dapat dilakukan pemeriksaan : laboratorium untuk mengetahui anemia, analisis cairan, uji schiling, kadar gastrin, tes antibodi. Diagnosis ditegakkan dengan histopatologi biopsi mukosa lambung, gastroskopi (Rani, Aziz, 1997; Price dan Wilson, 2006).

5. PenatalaksanaanAtasi penyebab, beri antasid, antihistamin, anti emetik, anti muntah, dan analgesik (Anonim, 2009; David F. 1998).

D. Pembaruan dan pemulihanMukosa lambung memiliki kemampuan luar biasa dalam memelihara keutuhan epitel setelah cedera superfisial. Sel-sel mukosa lambung dengan cepat diganti yang baru dan sel-sel yang baru bergeser keatas menggantikan sel-sel superfisial yang lepas kedalam lumen. Pemulihan terjadi dengan migrasi sel-sel dari dalam foveola melalui proses yang umum disebut restitusi mukosa lambung. Migrasi epitel merupakan mekanisme pemulihan cepat setelah cedera kimiawi, suhu, hiperosmolar yang tidak sampai merusak lamina basal. Pada saat terjadi kerusakan, sepertiga bagian bawah epitel yang masih baik, dirangsang untuk bermigrasi diatas lamina basal bagian yang rusak dari epitel permukaan. Kemudian lamina basal ditutupi selapis tipis sel-sel gepeng atau kuboid, yang selanjutnya bertambah tinggi dan memperoleh kembali aktivitas sekresinya (Fawcett, 2002).

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Lambung merupakan salah satu organ pencernaan yang terletak di bawah esofagusyang berbentuk seperti huruf J yang dilengkapi dengan sel mukus, sel, parietal dan chief sel yang bertugas mensekresikan berbagai enzim pencernaan.

2. Penyakit gastritis adalah radang atau inflemasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung.

3. Pertahanan lapisan mukosa lambung berupa mukus-bikarbonat, yang memberikan barier fisikokimia terhadap molekul-molekul dengan berbagai tingkatan termasuk ion-ion H+.4. Mukosa lambung memiliki kemampuan luar biasa dalam memelihara keutuhan epitel setelah cedera superfisial. Sel-sel mukosa lambung dengan cepat diganti yang baru dan sel-sel yang baru bergeser keatas menggantikan sel-sel superfisial yang lepas kedalam lumen.B. Saran

1. Menambah lebih bayak refernsi guna memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai penyakit gastritis ini.

2. Berdasarkan isi dari makalah kebiasaan makan dan minuk yang tidak sehat dapat mempengaruhi kesehatan lambung, untuk itu perlu perhatian khusus terhadap pola makan untuk menjaga kesehatan lambung.

DAFTAR PUSTAKAArini Setiawati. Farmakologi dan Penggunaan Terapi Obat-obatan Sitoproteksi. 1992; 79:29Nasrul Zubir, Julius. Gambaran Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas di Bagian Penyakit Dalam RSU dr. M. Jamil, Padang. 1992; 79:26 Snell, Richard S. Anatomi Klinik. Jakarta:EGC. 2006

Aiache, J.M., Devissaguet, J., dan Hermann, A.M.G. (1993). Biofarmasi. Edisi II. Penerjemah: Widji Soeratri. Surabaya: Airlangga University Press.

Berkow, R. 1997. The Merck Manual of Medical Information. New York: Pocket Books Health.

Bloom dan Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 9. Jakarta : EGC,

Del Valle J. 2005. Peptic Ulcer Disease and Related Disorder. Harrison, T. R. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill,

Eroschenko V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC,

Fawcett D. W. and Bloom. 2002. Buku Ajar Histologi. ed. XII. Alih bahasa: Jan Tambayong. Jakarta: EGC

Guyton A.C. and Hall J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th. Philadelphia: Elsevier Inc.

Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC,

Hirlan dan Tarigan P . 2006. Buku Aja Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI,

Junqueira L. E. dan Carneiro J. 1995. Histologi Dasar. Alih Bahasa: Adj Dharma. Jakarta: EGC

Lestari, Dwi P. 2008. Uji Toleransi Lambung Terhadap Fero Sulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat Pada Penderita Anemia Defisiensi Besi. Tesis. Sekolah Pascasarjana, USU. Medan

Price S. A. dan Wilson L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC,

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1991). Patofisiologi. Penerjemah: Adji Dharma.Edisi II. Jakarta: EGC.

Silbernagl S. and Lang F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. 5th ed. Stuttgart: Thieme,

Simadibrata, M. 2005. Kelainan saluran cerna sebagai efek samping obat anti inflamasi non steroid. Acta Medica Indonesiana.

Soedeman, W. dan Soedeman, T.M. (1995). Patofisiologi Soedeman: Mekanisme Penyakit. Edisi VII. Jilid I. Jakarta: Hipokrates.

Lambung

ULKUS PEPTIKUM DAN GASTRITISPage 26